Kemensos Kirim Bantuan Tahap Dua untuk Pengungsi Nduga, Papua
A
A
A
TANGSEL - Kementerian Sosial (Kemensos) memastikan seluruh bantuan tahap II selesai terkirimkan pekan ini ke Kabupaten Wamena, Papua. Bantuan itu segera dipasok setelah menerima laporan dari tim Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS).
"Kepastian pengiriman bantuan itu didapat setelah tim PSKBS melakukan koordinasi dengan aparat keamanan, Dinas Provinsi Papua dan Dinas Kabupaten Wamena. Selanjutnya tugas Dinas Kabupaten Wamena mendistribusikannya," kata Menteri Sosial Agus Gumiwang usai pelepasan peserra KKN UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (22/7/2019).
Dijelaskannya, penanganan pengungsi korban konflik Kabupaten Nduga harus melibatkan semua unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah serta TNI-Polri. Pemerintah, ucap Agus, dalam menangani pengungsi konflik sangat berhati-hati karena sangat berbeda dengan penanganan pengungsi korban bencana.
"Dengan kerja sama semua unsur maka masalah yang dihadapi pengungsi dapat terselesaikan," sambungnya.
Sementara, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos, Harry Hikmat mengakui, saat ini pemerintah mengalami kendala dalam melakukan pendataan pengungsi akibat konflik di Kabupaten Nduga. Hal itu disebabkan banyak dari mereka yang memilih berada di rumah kerabat.
"Banyak dari mereka yang tinggal di rumah kerabatnya di Wamena. Hal ini menyulitkan identifikasi mereka," jelas Harry.
Berdasarkan laporan yang diberikan Kodim 1702 Jayawijaya, pengungsi di Kabupaten itu sudah kembali ke rumah keluarga masing-masing. Sehingga tak ada lagi para pengungsi di Kabupaten Jayawijaya.
"Dari laporan itu juga disebutkan tidak ada penghentian bantuan kepada pengungsian di Kabupaten Lanijaya. Pemkab Lanijaya terus menyalurkan bantuan logistik ke pengungsian di sana," imbuhnya.
Laporan yang bersumber dari Kodim itu, secara langsung menjawab kabar yang beredar tentang adanya pengungsi meninggal akibat tak ada penanganan dari pemerintah. "Dinas Sosial Kabupaten Wamena menyatakan hingga saat ini belum menerima laporan korban meninggal dunia," tegas Harry.
Bantuan terhadap pengungsi akibat konflik bersenjata di Provinsi Papua terdiri dari dua tahap dengan nilai Rp740.449.000. Tahap pertama telah disalurkan sebanyak 50 ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP), yang terdiri dari 10 ton melalui Jayapura, 10 ton ke distrik Mbua, distrik Yal, distrik Mbulmu Yalma dan 30 ton melalui Kabupaten Wamena.
Selain itu, pemerintah daerah juga menyalurkan bantuan sembako pada tahap pertama kepada pengungsi korban konflik Nduga. Sembako tersebut terdiri dari mie intan sebanyak 1.680 karton, gula pasir sebanyak 9.520 Kg, minyak goreng 9.873 liter, garam 19.200 bungkus, ikan kaleng 9.550 kaleng, kopi 9.550 bungkus dan beras 50 Kg.
Sementara, bantuan tahap II terdiri dari perlengkapan bermain sebanyak 250 paket, perlengkapan belajar anak sebanyak 250 paket, perlengkapan olahraga 30 paket, perlengkapan kebutuhan kelompok rentan (balita, lansia, kebutuhan khusus) sebanyak 850 paket, dan saat ini telah berada di gudang Dinas Sosial Provinsi Papua dan siap diterbangkan ke Wamena
Selain telah memberikan bantuan makanan dan kebutuhan lainnya Kementerian Sosial juga telah memberikan bantuan Layanan Dukungan Psikososial (LDP) pada Bulan Februari 2019 lalu.
Kemensos telah melakukann asesmen kegiatan LDP. Hasil asesmen tersebut antara lain, menyatakan kebutuhan yang cukup mendesak selain kebutuhan dasar adalah pelayanan kesehatan karena penyintas banyak yang mengalami luka-luka akibat berjalan kaki dari Nduga ke Kabupaten Jayawijaya.
Konflik akibat kontak senjata antara aparat TNI-Polri dengan kelompok kriminal bersenjata pimpinan Egianus Kogoya di Distrik Yal Kabupaten Nduga pada 26 Februari 2019 telah menyebabkan warga di Distrik Mbua, Yal, Yigi, Mapenduma, Nikuri, dan Mbulmu Yalma mengungsi.
Diperkirakan ada sekira 2.000 warga yang mengungsi, mereka tersebar di Distrik Mbua, Distrik Yal, Distrik Mbulmu Yalma Kabupaten Nduga, dan kabupaten Wamena. Jumlah pengungsi itu terdiri atas pelajar SD, SMP, SMA sebanyak kurang lebih 600 orang.
Begitu pula dengan jumlah pengungsi dewasa dan kelompok rentan lainnya yang hingga kini masih belum terdata. Kondisi keamanan, serta masyarakat yang masih merasa takut untuk berkomunikasi dengan pihak di luar sukunya menjadi hambatan utama bagi pendataan.
"Kepastian pengiriman bantuan itu didapat setelah tim PSKBS melakukan koordinasi dengan aparat keamanan, Dinas Provinsi Papua dan Dinas Kabupaten Wamena. Selanjutnya tugas Dinas Kabupaten Wamena mendistribusikannya," kata Menteri Sosial Agus Gumiwang usai pelepasan peserra KKN UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Senin (22/7/2019).
Dijelaskannya, penanganan pengungsi korban konflik Kabupaten Nduga harus melibatkan semua unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah serta TNI-Polri. Pemerintah, ucap Agus, dalam menangani pengungsi konflik sangat berhati-hati karena sangat berbeda dengan penanganan pengungsi korban bencana.
"Dengan kerja sama semua unsur maka masalah yang dihadapi pengungsi dapat terselesaikan," sambungnya.
Sementara, Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos, Harry Hikmat mengakui, saat ini pemerintah mengalami kendala dalam melakukan pendataan pengungsi akibat konflik di Kabupaten Nduga. Hal itu disebabkan banyak dari mereka yang memilih berada di rumah kerabat.
"Banyak dari mereka yang tinggal di rumah kerabatnya di Wamena. Hal ini menyulitkan identifikasi mereka," jelas Harry.
Berdasarkan laporan yang diberikan Kodim 1702 Jayawijaya, pengungsi di Kabupaten itu sudah kembali ke rumah keluarga masing-masing. Sehingga tak ada lagi para pengungsi di Kabupaten Jayawijaya.
"Dari laporan itu juga disebutkan tidak ada penghentian bantuan kepada pengungsian di Kabupaten Lanijaya. Pemkab Lanijaya terus menyalurkan bantuan logistik ke pengungsian di sana," imbuhnya.
Laporan yang bersumber dari Kodim itu, secara langsung menjawab kabar yang beredar tentang adanya pengungsi meninggal akibat tak ada penanganan dari pemerintah. "Dinas Sosial Kabupaten Wamena menyatakan hingga saat ini belum menerima laporan korban meninggal dunia," tegas Harry.
Bantuan terhadap pengungsi akibat konflik bersenjata di Provinsi Papua terdiri dari dua tahap dengan nilai Rp740.449.000. Tahap pertama telah disalurkan sebanyak 50 ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP), yang terdiri dari 10 ton melalui Jayapura, 10 ton ke distrik Mbua, distrik Yal, distrik Mbulmu Yalma dan 30 ton melalui Kabupaten Wamena.
Selain itu, pemerintah daerah juga menyalurkan bantuan sembako pada tahap pertama kepada pengungsi korban konflik Nduga. Sembako tersebut terdiri dari mie intan sebanyak 1.680 karton, gula pasir sebanyak 9.520 Kg, minyak goreng 9.873 liter, garam 19.200 bungkus, ikan kaleng 9.550 kaleng, kopi 9.550 bungkus dan beras 50 Kg.
Sementara, bantuan tahap II terdiri dari perlengkapan bermain sebanyak 250 paket, perlengkapan belajar anak sebanyak 250 paket, perlengkapan olahraga 30 paket, perlengkapan kebutuhan kelompok rentan (balita, lansia, kebutuhan khusus) sebanyak 850 paket, dan saat ini telah berada di gudang Dinas Sosial Provinsi Papua dan siap diterbangkan ke Wamena
Selain telah memberikan bantuan makanan dan kebutuhan lainnya Kementerian Sosial juga telah memberikan bantuan Layanan Dukungan Psikososial (LDP) pada Bulan Februari 2019 lalu.
Kemensos telah melakukann asesmen kegiatan LDP. Hasil asesmen tersebut antara lain, menyatakan kebutuhan yang cukup mendesak selain kebutuhan dasar adalah pelayanan kesehatan karena penyintas banyak yang mengalami luka-luka akibat berjalan kaki dari Nduga ke Kabupaten Jayawijaya.
Konflik akibat kontak senjata antara aparat TNI-Polri dengan kelompok kriminal bersenjata pimpinan Egianus Kogoya di Distrik Yal Kabupaten Nduga pada 26 Februari 2019 telah menyebabkan warga di Distrik Mbua, Yal, Yigi, Mapenduma, Nikuri, dan Mbulmu Yalma mengungsi.
Diperkirakan ada sekira 2.000 warga yang mengungsi, mereka tersebar di Distrik Mbua, Distrik Yal, Distrik Mbulmu Yalma Kabupaten Nduga, dan kabupaten Wamena. Jumlah pengungsi itu terdiri atas pelajar SD, SMP, SMA sebanyak kurang lebih 600 orang.
Begitu pula dengan jumlah pengungsi dewasa dan kelompok rentan lainnya yang hingga kini masih belum terdata. Kondisi keamanan, serta masyarakat yang masih merasa takut untuk berkomunikasi dengan pihak di luar sukunya menjadi hambatan utama bagi pendataan.
(maf)