Komisioner KPK Idealnya Harus Ada dari Kejaksaan-Kepolisian
A
A
A
JAKARTA - Proses penjaringan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang berlangsung. Saat ini Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK telah mengantongi 192 nama. Selanjutnya mereka harus menjalani berbagai tahapan tes sebelum nantinya akan dipilih sepuluh besar untuk diserahkan kepada Presiden, dan dilakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) oleh Komisi III DPR.
Dari ratusan nama yang mendaftar, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengirimkan lima perwakilannya untuk mendaftarkan diri sebagai capim KPK periode 2019-2023.
Kelima perwakilan Kejagung tersebut adalah Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kajati Sumatera Selatan Sugeng Purnomo, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Johanis Tanak, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah M Rum. Kemudian Kepala Pusat Diklat Manajemen dan Kepemimpinan pada Badiklat Kejaksaan RI Ranu Mihardja, serta Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Supardi.
Mantan Puspenkum Kejagung Barman Zahir mengatakan, karena komisioner KPK dipilih oleh DPR maka semua menjadi kewenangan DPR. Namun, menurutnya di antara lima komisioner yang dipilih nanti seharusnya ada dari Kejaksaan.
"Seharusnya ada jaksa supaya bisa mengerti bagaimana menyidik, melakukan penyelidikan, bagaimana menangani perkara. Teknis menangani perkara. (Kalau bukan dari Kejaksaan) mereka itu mungkin baru belajar juga, mereka belum berkecimpung, mungkin hanya sebagai dosen, hanya teori," katanya, Senin (22/7/2019).
Barman mengatakan, selain dari jaksa, juga harus ada dari Kepolisian. "Kan yang menangani perkara itu memang Kejaksaan dan Kepolisian. Mereka akan saling terbantu. Jaksa yang baru kerja dua tahun saja belum tentu bisa membuat surat dakwaan. Bagaimana gelar perkaranya," katanya.
Sebelumnya, pendapat senada juga disampaikan mantan ketua KPK Antasari Azhar. Menurutnya, komisioner KPK yang ada sekarang sebenarnya menyalahi aturan. Sebab, dalam UU KPK Pasal 25 Ayat 1 disebutkan bahwa komisioner KPK terdiri dari lima orang.
Dari jumlah itu harus ada unsur penyidik dari Kepolisian dan penuntut umum dari Kejaksaan. ”(Komisioner KPK) sekarang unsur jaksa siapa? Berarti melanggar undang-undang. Jangan sampai (dalam seleksi pimpinan KPK selanjutnya) terjadi lagi,” katanya.
Antasari mengatakan, karena jumlah komisioner ada lima maka satu orang harus ada unsur penuntut umum dari Kejaksaan, satu penyidik dari Kepolisian, dan tiga unsur masyarakat, bisa dari advokat, perbankan atau lainnya yang memiliki komitmen kaitan dengan masalah korupsi. ”Karena saat rapat kolektif kolegial, mereka akan sharing, saling mengisi (melengkapi),” katanya.
Dari ratusan nama yang mendaftar, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengirimkan lima perwakilannya untuk mendaftarkan diri sebagai capim KPK periode 2019-2023.
Kelima perwakilan Kejagung tersebut adalah Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kajati Sumatera Selatan Sugeng Purnomo, Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Johanis Tanak, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah M Rum. Kemudian Kepala Pusat Diklat Manajemen dan Kepemimpinan pada Badiklat Kejaksaan RI Ranu Mihardja, serta Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Supardi.
Mantan Puspenkum Kejagung Barman Zahir mengatakan, karena komisioner KPK dipilih oleh DPR maka semua menjadi kewenangan DPR. Namun, menurutnya di antara lima komisioner yang dipilih nanti seharusnya ada dari Kejaksaan.
"Seharusnya ada jaksa supaya bisa mengerti bagaimana menyidik, melakukan penyelidikan, bagaimana menangani perkara. Teknis menangani perkara. (Kalau bukan dari Kejaksaan) mereka itu mungkin baru belajar juga, mereka belum berkecimpung, mungkin hanya sebagai dosen, hanya teori," katanya, Senin (22/7/2019).
Barman mengatakan, selain dari jaksa, juga harus ada dari Kepolisian. "Kan yang menangani perkara itu memang Kejaksaan dan Kepolisian. Mereka akan saling terbantu. Jaksa yang baru kerja dua tahun saja belum tentu bisa membuat surat dakwaan. Bagaimana gelar perkaranya," katanya.
Sebelumnya, pendapat senada juga disampaikan mantan ketua KPK Antasari Azhar. Menurutnya, komisioner KPK yang ada sekarang sebenarnya menyalahi aturan. Sebab, dalam UU KPK Pasal 25 Ayat 1 disebutkan bahwa komisioner KPK terdiri dari lima orang.
Dari jumlah itu harus ada unsur penyidik dari Kepolisian dan penuntut umum dari Kejaksaan. ”(Komisioner KPK) sekarang unsur jaksa siapa? Berarti melanggar undang-undang. Jangan sampai (dalam seleksi pimpinan KPK selanjutnya) terjadi lagi,” katanya.
Antasari mengatakan, karena jumlah komisioner ada lima maka satu orang harus ada unsur penuntut umum dari Kejaksaan, satu penyidik dari Kepolisian, dan tiga unsur masyarakat, bisa dari advokat, perbankan atau lainnya yang memiliki komitmen kaitan dengan masalah korupsi. ”Karena saat rapat kolektif kolegial, mereka akan sharing, saling mengisi (melengkapi),” katanya.
(pur)