Saksi Kasus Gratifikasi Bowo Sidik Mangkir dari Pemeriksaan KPK
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah saksi dalam kasus penerimaan gratifikasi oleh anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Golkar nonaktif Bowo Sidik Pangarso mangkir dari pemeriksaan yang diagendakan KPK.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, pada Kamis (18/7/2019) penyidik mengagendakan pemeriksaan enam saksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi untuk dua tersangka penerima yakni, Bowo Sidik Pangarso dan orang kepercayaan Bowo sekaligus pegawai PT Inersia Ampak Engineers (Inersia) Indung Andriani.
Enam orang yang diagendakan yakni Komisaris Utama PT. Fahreza Duta Perkasa Aan Ikhyaudin, Direktur Utama PT. Fahreza Duta Perkasa Widodo, Direktur PT. Fahreza Duta Perkasa Isdianto, Komisaris PT. Telaga Gelang Indonesia Muhamad Irham Harahap, Direktur PT. Telaga Gelang Indonesia Hendy Putra S, dan pengusaha sekaligus anggota DPR 2009-2014 dari Fraksi Partai Golkar M Azwir Dainy Tara.
"Saksi-saksi tersebut tidak hadir tanpa keterangan. Tentu nanti kami akan menjadwalkan ulang," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/7/2019) malam.
Berdasarkan catatan, khusus untuk Aan Ikhyaudin, merupakan anak buah dan sopir terpidana Muhammad Nazaruddin alias Nazar saat masih menjadi anggota DPR, Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, dan pemilik Permai Group. Aan sebelumnya pernah diperiksa penyidik KPK dan bersaksi dalam persidangan terkait perkara korupsi Wisma Atlet SEA Games di Palembang 2011 dan perkara korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang 2010-2012.
Febri melanjutkan, KPK belum mau menyimpulkan apakah benar atau tidak PT. Fahreza Duta Perkasa tempat Aan menjabat merupakan satu dari sejumlah perusahaan baru yang sebelumnya dibentuk terpidana Nazar dari balik jeruji lapas. Yang pasti, kata Febri, pemeriksaan terhadap Aan dan lima saksi lainnya dimaksudkan untuk mendalami sumber-sumber atau asal-usul uang-uang gratifikasi yang diduga diterima tersangka Bowo.
"Saya belum mengetahui apakah itu perusahaan M Nazaruddin atau bukan. Yang jelas saksi-saksi yang dipanggil hari Kamis ini adalah untuk memverifikasi dan penelusuran lebih lanjut asal-usul gratifikasi yang diterima oleh tersangka BSP (Bowo)," bebernya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini menandaskan, penyidik sebelumnya telah menjadwalkan pemeriksaan Nazar bersama adik Nazar sekaligus anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir, dan adik Nazar sekaligus politikus Partai Gerindra Muhajidin Nur Hasim. Tapi, Nazar bersama Nasir dan Muhajidin tidak hadir.
"Kaitan panggilan pemeriksaan untuk M Nazaruddin dan dua orang saudaranya itu lebih terkait pada pengurusan pengurusan anggaran DAK salah satunya DAK di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Karena kami menduga sumber-sumber gratifikasi BSP ini salah satunya terkait pengurusan anggaran DAK tersebut," tegasnya.
Febri memaparkan, sampai saat ini pihaknya belum mau terburu-buru menyimpulkan Nazar pernah melakukan rapat-rapat bersama keluarga maupun anak buahnya untuk pengurusan anggaran APBN atau APBN Perubahan maupun pengurusan proyek-proyek pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pasalnya, sampai saat ini Nazar beserta dua adiknya dan anak buah Nazar belum diperiksa.
"Mereka kan belum diperiksa ya. Nanti setelah dipanggil dan diperiksa baru kami informasikan. Saya kira tidak tepat saya bicara tentang kemungkinan pengurusan seperti itu (dari balik lapas). Kami fokus dulu pada pokok perkara," ungkapnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, pada Kamis (18/7/2019) penyidik mengagendakan pemeriksaan enam saksi dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi untuk dua tersangka penerima yakni, Bowo Sidik Pangarso dan orang kepercayaan Bowo sekaligus pegawai PT Inersia Ampak Engineers (Inersia) Indung Andriani.
Enam orang yang diagendakan yakni Komisaris Utama PT. Fahreza Duta Perkasa Aan Ikhyaudin, Direktur Utama PT. Fahreza Duta Perkasa Widodo, Direktur PT. Fahreza Duta Perkasa Isdianto, Komisaris PT. Telaga Gelang Indonesia Muhamad Irham Harahap, Direktur PT. Telaga Gelang Indonesia Hendy Putra S, dan pengusaha sekaligus anggota DPR 2009-2014 dari Fraksi Partai Golkar M Azwir Dainy Tara.
"Saksi-saksi tersebut tidak hadir tanpa keterangan. Tentu nanti kami akan menjadwalkan ulang," ujar Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/7/2019) malam.
Berdasarkan catatan, khusus untuk Aan Ikhyaudin, merupakan anak buah dan sopir terpidana Muhammad Nazaruddin alias Nazar saat masih menjadi anggota DPR, Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, dan pemilik Permai Group. Aan sebelumnya pernah diperiksa penyidik KPK dan bersaksi dalam persidangan terkait perkara korupsi Wisma Atlet SEA Games di Palembang 2011 dan perkara korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang 2010-2012.
Febri melanjutkan, KPK belum mau menyimpulkan apakah benar atau tidak PT. Fahreza Duta Perkasa tempat Aan menjabat merupakan satu dari sejumlah perusahaan baru yang sebelumnya dibentuk terpidana Nazar dari balik jeruji lapas. Yang pasti, kata Febri, pemeriksaan terhadap Aan dan lima saksi lainnya dimaksudkan untuk mendalami sumber-sumber atau asal-usul uang-uang gratifikasi yang diduga diterima tersangka Bowo.
"Saya belum mengetahui apakah itu perusahaan M Nazaruddin atau bukan. Yang jelas saksi-saksi yang dipanggil hari Kamis ini adalah untuk memverifikasi dan penelusuran lebih lanjut asal-usul gratifikasi yang diterima oleh tersangka BSP (Bowo)," bebernya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini menandaskan, penyidik sebelumnya telah menjadwalkan pemeriksaan Nazar bersama adik Nazar sekaligus anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir, dan adik Nazar sekaligus politikus Partai Gerindra Muhajidin Nur Hasim. Tapi, Nazar bersama Nasir dan Muhajidin tidak hadir.
"Kaitan panggilan pemeriksaan untuk M Nazaruddin dan dua orang saudaranya itu lebih terkait pada pengurusan pengurusan anggaran DAK salah satunya DAK di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Karena kami menduga sumber-sumber gratifikasi BSP ini salah satunya terkait pengurusan anggaran DAK tersebut," tegasnya.
Febri memaparkan, sampai saat ini pihaknya belum mau terburu-buru menyimpulkan Nazar pernah melakukan rapat-rapat bersama keluarga maupun anak buahnya untuk pengurusan anggaran APBN atau APBN Perubahan maupun pengurusan proyek-proyek pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pasalnya, sampai saat ini Nazar beserta dua adiknya dan anak buah Nazar belum diperiksa.
"Mereka kan belum diperiksa ya. Nanti setelah dipanggil dan diperiksa baru kami informasikan. Saya kira tidak tepat saya bicara tentang kemungkinan pengurusan seperti itu (dari balik lapas). Kami fokus dulu pada pokok perkara," ungkapnya.
(cip)