Arah Koalisi Demokrat Tunggu Rapat Majelis Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Pasca penetapan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019-2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), peta pergerakan koalisi partai politik menjadi sorotan publik.
Dua partai politik (parpol) yang sebelumnya mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yakni Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) disebut-sebut berpotensi merapat ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mendukung Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf.
Anggota Fraksi Partai Demokrat di MPR Mulyadi menjelaskan, hingga saat ini partainya belum menentukan langkah koalisi.
Langkah koalisi dikatakannya akan ditentukan melalui rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat bersama para ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) se-Indonesia.
Mulyadi mengatakan pada Kamis 11 Juli 2019, para ketua DPD se-Indonesia akan diundang untuk rapat dengan Majelis Tinggi Partai. Salah satunya meminta masukan terkait dengan langkah partai pasca pilpres.
”Di Demokrat itu demokratis sekali, keputusan tidak serta merra diputuskan secara mudah, tapi diputuskan secara konstitusional sesuai AD/ART partai. Karena kalau menyimpang itu akan berdampak ke proses-proses (politik-red) selanjutnya,” katanya di sela-sela Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema Menjaga Politik Kebangsaan, Layakkah Semua Fraksi di Kursi Pimpinan MPR? di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Menurut Mulyadi, langkah serupa juga dilakukan Partai Demokrat ketika melabuhkan dukungan kepada Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019. Saat itu, katanya, dilakukan voting suara ketua DPD kabupaten/kota dan provinsi se-Indonesia.
”Saat itu (voting-red) memang dimenangkan Prabowo. Voting DPD se-Indonesia karena pada saat itu pimpinan tidak bisa secara tegas memutuskan arah dukungan karena memang ada yang ingin mendukung Pak Prabowo dan Pak Jokowi," ungkap ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Barat ini.
Mulyadi menegaskan, hingga saat ini Demokrat belum mengambil langkah koalisi apakah akan ikut parpol pemerintah atau menjadi oposisi.
Menurut dia, kehadiran Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke Istana Negara untuk menghadiri undangan Presiden Jokowi, beberapa waktu lalu, bukan berarti secara otomatis Demokrat akan menjadi parpol pendukung pemerintah.
”AHY diundang Presiden itu belum pasti (ikut koalisi-red). Sebagai kader partai, tak ada salahnya (menghadiri undangan presiden-red), walaupun saat itu Demokrat di-bully. Itu tak ada kaitannya karena diminta masukan mengenai Indonesia ke depan. Kita tahu saat itu kondisi yang dihadapi bangsa ini, terjadi pembelahan yang radikal antara pendukung 01 dan 02. Pak Jokowi sebagai presiden memiliki tanggung jawab (mencari solusi masalah bangsa-red) dan itu bagus-bagus saja,” katanya.
Dua partai politik (parpol) yang sebelumnya mendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, yakni Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN) disebut-sebut berpotensi merapat ke Koalisi Indonesia Kerja (KIK) yang mendukung Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf.
Anggota Fraksi Partai Demokrat di MPR Mulyadi menjelaskan, hingga saat ini partainya belum menentukan langkah koalisi.
Langkah koalisi dikatakannya akan ditentukan melalui rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat bersama para ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) se-Indonesia.
Mulyadi mengatakan pada Kamis 11 Juli 2019, para ketua DPD se-Indonesia akan diundang untuk rapat dengan Majelis Tinggi Partai. Salah satunya meminta masukan terkait dengan langkah partai pasca pilpres.
”Di Demokrat itu demokratis sekali, keputusan tidak serta merra diputuskan secara mudah, tapi diputuskan secara konstitusional sesuai AD/ART partai. Karena kalau menyimpang itu akan berdampak ke proses-proses (politik-red) selanjutnya,” katanya di sela-sela Diskusi Empat Pilar MPR dengan tema Menjaga Politik Kebangsaan, Layakkah Semua Fraksi di Kursi Pimpinan MPR? di Media Center Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Menurut Mulyadi, langkah serupa juga dilakukan Partai Demokrat ketika melabuhkan dukungan kepada Prabowo-Sandi dalam Pilpres 2019. Saat itu, katanya, dilakukan voting suara ketua DPD kabupaten/kota dan provinsi se-Indonesia.
”Saat itu (voting-red) memang dimenangkan Prabowo. Voting DPD se-Indonesia karena pada saat itu pimpinan tidak bisa secara tegas memutuskan arah dukungan karena memang ada yang ingin mendukung Pak Prabowo dan Pak Jokowi," ungkap ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Barat ini.
Mulyadi menegaskan, hingga saat ini Demokrat belum mengambil langkah koalisi apakah akan ikut parpol pemerintah atau menjadi oposisi.
Menurut dia, kehadiran Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ke Istana Negara untuk menghadiri undangan Presiden Jokowi, beberapa waktu lalu, bukan berarti secara otomatis Demokrat akan menjadi parpol pendukung pemerintah.
”AHY diundang Presiden itu belum pasti (ikut koalisi-red). Sebagai kader partai, tak ada salahnya (menghadiri undangan presiden-red), walaupun saat itu Demokrat di-bully. Itu tak ada kaitannya karena diminta masukan mengenai Indonesia ke depan. Kita tahu saat itu kondisi yang dihadapi bangsa ini, terjadi pembelahan yang radikal antara pendukung 01 dan 02. Pak Jokowi sebagai presiden memiliki tanggung jawab (mencari solusi masalah bangsa-red) dan itu bagus-bagus saja,” katanya.
(dam)