Indonesia Saat Ini Sudah Miliki Sembilan Warisan Dunia
A
A
A
JAKARTA - Tambang batubara Ombilin Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar) ditetapkan menjadi warisan budaya dunia oleh UNESCO. Hingga saat ini Indonesia telah memiliki sembilan warisan yang diakui dunia. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan alam yang luar biasa. Secara konsisten pemerintah mengusulkan ke UNESCO berbagai keanekaragaman itu menjadi warisan budaya dunia.
Sembilan warisan yang telah diakui UNESCO itu terdiri dari lima warisan budaya dunia yakni kompleks Candi Borobudur yang ditetapkan pada 1991, kompleks Candi Prambanan (1991), Situs Manusia Purba Sangiran (1996), Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai Manisfestasi dari dari Filosofi Tri Hita Karana (2012), dan pada 6 Juli tahun ini di Sidang ke-43 Komite Warisan Dunia UNESCO PBB di Gedung Pusat Kongres Baku di Kota Baku, Azerbaijan, pertambangan batubara Ombilin Sawahlunto ditetapkan menjadi warisan budaya dunia.
Sementara empat warisan alam Indonesia yang telah diakui UNESCO adalah Taman Nasional Ujung Kulon (1991), Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), dan Hutan Hujan Tropis Sumatera pada 2004.
Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid mengatakan, proses menjadikan Sawahlunto menjadi warisan budaya dunia ini memakan waktu cukup panjang yakni 7 tahun. “Ini adalah kebanggaan untuk Indonesia khususnya untuk Sumbar dan Sawahlunto karena ini bukan sekadar bagus penetapannya, tapi ini juga menunjukkan kemampuan kita mengelola situs warisan budaya kita,” tandas Hilmar pada konferensi pers di Museum Nasional, Jakarta, kemarin.
Penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai warisan dunia tersebut disaksikan oleh Duta Besar LBBP RI untuk Republik Azerbaijan H Husnan Bey Fananie didampingi Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO Surya Rosa Putra, Wali Kota Sawahlunto Deri Asta, dan delegasi lainnya.
Hilmar menjelaskan, situs tambang batubara Ombilin dinilai memiliki nilai universal yang menonjol yang keberadaannya berperan signifikan bagi dunia. Nilai universal itu tercipta karena inovasi teknologi pertambangan yang dibangun di abad ke-19 itu yang akhirnya diikuti oleh negara lain dengan menggabungkan teknik pertambangan bangsa Eropa dengan kearifan lokal, praktik tradisional, dan nilai budaya dalam kegiatan penambangan yang dimiliki masyarakat Sumbar.
“Warisan tambang batubara Ombilin Sawahlunto menggambarkan dinamisnya interaksi sosial dan budaya antara dunia timur dan barat. Yang berhasil mengubah daerah tambang terpencil menjadi perkotaan yang dinamis dan terintegrasi,” paparnya.
Dia mengatakan, setelah ditetapkan menjadi warisan dunia, maka pekerjaan selanjutnya adalah mempromosikan Sawahlunto sebagai destinasi wisata. Caranya dengan membangun narasi yang kuat tentang sejarah Sawahlunto untuk menjadi modal daya tarik pariwisata. Seperti kawasan Machu Piccchu di Peru yang menjadi tujuan wisata peradaban dunia meski di sana tidak ada fasilitas bagus dan bahkan bandaranya saja sangat kecil.
“Kemendikbud akan mendalami riset atau pendalaman cerita tentang Sawahlunto. Sebab, bukan fasilitas tetapi narasi yang mampu menggerakkan minat orang (untuk berwisata),” ujarnya. Hilmar melanjutkan, Badan Ekonomi Kreatif juga harus urun rembug, sebab Bekraf memiliki kemampuan untuk pengelolaan kawasan. Sehingga, Sawahlunto yang tadinya hanya dikenal sebagai kota tambang bisa berubah menjadi kota kreatif dan salah satu tujuan wisata utama berbasis sejarah dan kebudayaan.
Dia mengapresiasi langkah pemerintah kota yang sudah berupaya melakukan pelestarian sejak 2015. Namun, untuk mempromosikan Sawahlunto ke dunia internasional, tidak bisa dilakukan pemerintah kota sendiri melainkan harus dikerjakan bersama multistakeholder pemerintah pusat dan daerah.
Hilmar menerangkan, jalur rempah nusantara, Kota Tua Jakarta, dan Kota Tua Semarang saat ini tengah dikerjakan Kemendikbud untuk diusulkan menjadi warisan budaya dunia. Suatu warisan budaya, lanjutnya, mesti jelas dulu luasan wilayahnya. Sebab, harus ada kesepakatan bersama dulu antara pemilik wilayah tentang arah pembangunan secara menyeluruh suatu kawasan yang akan diajukan menjadi warisan budaya dunia itu.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian berharap, setelah menjadi warisan budaya dunia, maka tambang batubara Ombilin bisa dimaksimalkan untuk kepentingan banyak hal. Misalnya, terkait di hulunya maka tambang ini bisa jadi tempat edukasi bagi bekas pertambangan lain di Indonesia agar kota bekas tambang lain tidak menjadi kota mati dan bahkan bisa menyejahterakan warganya.
Selanjutnya disisi hilir, menjadikan Sawahlunto menjadi sumber ekonomi untuk pengembangan pariwisata berskala internasional. Hetifah berharap ada kerja sama berbagai pihak agar meski dijadikan tujuan pariwisata ini tidak merusak kawasan cagar budaya tersebut. Politikus Golkar ini juga meminta ada sarana prasana transportasi dan akaomodasi untuk kemudahan para wisatawan nusantara dan juga mancanegara untuk mengakses jalur menuju tambang.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Arief Rachman menyatakan, penetapan status warisan dunia bukanlah tujuan utama dari diplomasi budaya Indonesia. Melalui pengakuan internasional ini, Indonesia harus dapat memastikan identifikasi, perlindungan, konservasi, dan transmisi nilai-nilai luhur warisan bangsa dapat terjadi dan berkelanjutan dari generasi ke generasi.
Selain perlindungan dan edukasi, status warisan dunia sudah seyogianya juga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendatangkan manfaat ekonomi. “Pada akhirnya, status warisan dunia ini harus bisa meningkatkan harkat hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya,” tandasnya.
Sembilan warisan yang telah diakui UNESCO itu terdiri dari lima warisan budaya dunia yakni kompleks Candi Borobudur yang ditetapkan pada 1991, kompleks Candi Prambanan (1991), Situs Manusia Purba Sangiran (1996), Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai Manisfestasi dari dari Filosofi Tri Hita Karana (2012), dan pada 6 Juli tahun ini di Sidang ke-43 Komite Warisan Dunia UNESCO PBB di Gedung Pusat Kongres Baku di Kota Baku, Azerbaijan, pertambangan batubara Ombilin Sawahlunto ditetapkan menjadi warisan budaya dunia.
Sementara empat warisan alam Indonesia yang telah diakui UNESCO adalah Taman Nasional Ujung Kulon (1991), Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), dan Hutan Hujan Tropis Sumatera pada 2004.
Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid mengatakan, proses menjadikan Sawahlunto menjadi warisan budaya dunia ini memakan waktu cukup panjang yakni 7 tahun. “Ini adalah kebanggaan untuk Indonesia khususnya untuk Sumbar dan Sawahlunto karena ini bukan sekadar bagus penetapannya, tapi ini juga menunjukkan kemampuan kita mengelola situs warisan budaya kita,” tandas Hilmar pada konferensi pers di Museum Nasional, Jakarta, kemarin.
Penetapan Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto sebagai warisan dunia tersebut disaksikan oleh Duta Besar LBBP RI untuk Republik Azerbaijan H Husnan Bey Fananie didampingi Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO Surya Rosa Putra, Wali Kota Sawahlunto Deri Asta, dan delegasi lainnya.
Hilmar menjelaskan, situs tambang batubara Ombilin dinilai memiliki nilai universal yang menonjol yang keberadaannya berperan signifikan bagi dunia. Nilai universal itu tercipta karena inovasi teknologi pertambangan yang dibangun di abad ke-19 itu yang akhirnya diikuti oleh negara lain dengan menggabungkan teknik pertambangan bangsa Eropa dengan kearifan lokal, praktik tradisional, dan nilai budaya dalam kegiatan penambangan yang dimiliki masyarakat Sumbar.
“Warisan tambang batubara Ombilin Sawahlunto menggambarkan dinamisnya interaksi sosial dan budaya antara dunia timur dan barat. Yang berhasil mengubah daerah tambang terpencil menjadi perkotaan yang dinamis dan terintegrasi,” paparnya.
Dia mengatakan, setelah ditetapkan menjadi warisan dunia, maka pekerjaan selanjutnya adalah mempromosikan Sawahlunto sebagai destinasi wisata. Caranya dengan membangun narasi yang kuat tentang sejarah Sawahlunto untuk menjadi modal daya tarik pariwisata. Seperti kawasan Machu Piccchu di Peru yang menjadi tujuan wisata peradaban dunia meski di sana tidak ada fasilitas bagus dan bahkan bandaranya saja sangat kecil.
“Kemendikbud akan mendalami riset atau pendalaman cerita tentang Sawahlunto. Sebab, bukan fasilitas tetapi narasi yang mampu menggerakkan minat orang (untuk berwisata),” ujarnya. Hilmar melanjutkan, Badan Ekonomi Kreatif juga harus urun rembug, sebab Bekraf memiliki kemampuan untuk pengelolaan kawasan. Sehingga, Sawahlunto yang tadinya hanya dikenal sebagai kota tambang bisa berubah menjadi kota kreatif dan salah satu tujuan wisata utama berbasis sejarah dan kebudayaan.
Dia mengapresiasi langkah pemerintah kota yang sudah berupaya melakukan pelestarian sejak 2015. Namun, untuk mempromosikan Sawahlunto ke dunia internasional, tidak bisa dilakukan pemerintah kota sendiri melainkan harus dikerjakan bersama multistakeholder pemerintah pusat dan daerah.
Hilmar menerangkan, jalur rempah nusantara, Kota Tua Jakarta, dan Kota Tua Semarang saat ini tengah dikerjakan Kemendikbud untuk diusulkan menjadi warisan budaya dunia. Suatu warisan budaya, lanjutnya, mesti jelas dulu luasan wilayahnya. Sebab, harus ada kesepakatan bersama dulu antara pemilik wilayah tentang arah pembangunan secara menyeluruh suatu kawasan yang akan diajukan menjadi warisan budaya dunia itu.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian berharap, setelah menjadi warisan budaya dunia, maka tambang batubara Ombilin bisa dimaksimalkan untuk kepentingan banyak hal. Misalnya, terkait di hulunya maka tambang ini bisa jadi tempat edukasi bagi bekas pertambangan lain di Indonesia agar kota bekas tambang lain tidak menjadi kota mati dan bahkan bisa menyejahterakan warganya.
Selanjutnya disisi hilir, menjadikan Sawahlunto menjadi sumber ekonomi untuk pengembangan pariwisata berskala internasional. Hetifah berharap ada kerja sama berbagai pihak agar meski dijadikan tujuan pariwisata ini tidak merusak kawasan cagar budaya tersebut. Politikus Golkar ini juga meminta ada sarana prasana transportasi dan akaomodasi untuk kemudahan para wisatawan nusantara dan juga mancanegara untuk mengakses jalur menuju tambang.
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Arief Rachman menyatakan, penetapan status warisan dunia bukanlah tujuan utama dari diplomasi budaya Indonesia. Melalui pengakuan internasional ini, Indonesia harus dapat memastikan identifikasi, perlindungan, konservasi, dan transmisi nilai-nilai luhur warisan bangsa dapat terjadi dan berkelanjutan dari generasi ke generasi.
Selain perlindungan dan edukasi, status warisan dunia sudah seyogianya juga dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendatangkan manfaat ekonomi. “Pada akhirnya, status warisan dunia ini harus bisa meningkatkan harkat hidup dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya,” tandasnya.
(don)