Peneliti LIPI Keluhkan Dana Riset Kecil
A
A
A
TANGERANG - Peneliti di Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengeluhkan kecilnya dana riset dari pemerintah untuk para peneliti.
Dalam setahun, dari total anggaran yang diterima LIPI sebesar Rp1,6 miliar, sebagian besar serapan anggaran digunakan untuk pembangunan gedung, sarana, dan infrastuktur, sehingga hanya tersisa 30% saja.
Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Rike Yudianti membenarkan kecilnya alokasi anggaran riset untuk para peneliti. "Dana riset untuk Fisika dari total anggaran Rp1,6 miliar di dalamnya mayoritas untuk peralatan, sarana, dan prasarana. Untuk riset Rp300-400 juta, dibagi 87-90 orang peneliti," kata Rike, Selasa (2/7/2019).
Idealnya riset itu dilakukan berkelanjutan. Namun, dengan anggaran riset yang sangat terbatas, hal ini menjadi tidak mungkin dilakukan oleh para peneliti. "Memang itu sudah menjadi satu kebijakan pemerintah. Pertama, yang digelontorkan dana risetnya kecil. Dari sisi LIPI, sekarang tidak membolehkan dana riset tak berujung yang tidak ada outputnya," sambungnya.
LIPI sebagai lembaga pemerintah, katanya, harus mempunyai output teknologi yang harus diimplementasikan bagi masyarakat. Untuk itu, setiap peneliti diwajibkan untuk mempublikasikan riset yang dilakukan. "Kalau gak ada itu, kita akan kena hukuman potongan tunjangan tahunan," ungkapnya.
Dengan anggaran riset yang kecil, sebanyak 87-90 peniliti itu tentu saja akan kesulitan memenuhi target yang ditetapkan pemerintah. Untuk itu, selain melakukan riset, peneliti juga harus bisa cari proposal.
"Pada saat kita mempublikasikan hasil riset, itu harus ada dananya. Dana riset itu minim, bahkan kita tidak tahu tahun depan kita masih bisa riset lagi atau enggak. Di tengah itu, kita dituntut mencari alternatif," sambungnya.
Di tengah tekanan ini, kata dia, para peneliti dituntut berpikir kreatif agar bisa terus melakukan riset dan hasil risetnya ada yang mau mendanai. Karena jika mengandalkan dana dari APBN, tidak akan berkecukupan.
"Peneliti harus kreatif. Gimana caranya agar riset ini jalan. Dana riset di luar APBN itu banyak. Bagaimana peneliti bisa memberi informasi ke publik, bahwa saya kredibel. Ini kan perlu strategi tersendiri," ungkapnya.
Mantan Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Bambang Widiyatmoko membenarkan kurangnya dana riset bagi para peneliti. Dia berharap, persoalan ini jangan jadi halangan bagi para peneliti di dalam melakukan riset.
"Penelitian itu hasilnya ilmu pengetahuan. Setelah dipublish ya sudah. Untuk bisa menjadi suatu produk, perlu perekayasaan. Penelitian dan perekayasaan itu kaya kakak adik, tapi terbentur birokrasi," paparnya.
Dalam setahun, dari total anggaran yang diterima LIPI sebesar Rp1,6 miliar, sebagian besar serapan anggaran digunakan untuk pembangunan gedung, sarana, dan infrastuktur, sehingga hanya tersisa 30% saja.
Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Rike Yudianti membenarkan kecilnya alokasi anggaran riset untuk para peneliti. "Dana riset untuk Fisika dari total anggaran Rp1,6 miliar di dalamnya mayoritas untuk peralatan, sarana, dan prasarana. Untuk riset Rp300-400 juta, dibagi 87-90 orang peneliti," kata Rike, Selasa (2/7/2019).
Idealnya riset itu dilakukan berkelanjutan. Namun, dengan anggaran riset yang sangat terbatas, hal ini menjadi tidak mungkin dilakukan oleh para peneliti. "Memang itu sudah menjadi satu kebijakan pemerintah. Pertama, yang digelontorkan dana risetnya kecil. Dari sisi LIPI, sekarang tidak membolehkan dana riset tak berujung yang tidak ada outputnya," sambungnya.
LIPI sebagai lembaga pemerintah, katanya, harus mempunyai output teknologi yang harus diimplementasikan bagi masyarakat. Untuk itu, setiap peneliti diwajibkan untuk mempublikasikan riset yang dilakukan. "Kalau gak ada itu, kita akan kena hukuman potongan tunjangan tahunan," ungkapnya.
Dengan anggaran riset yang kecil, sebanyak 87-90 peniliti itu tentu saja akan kesulitan memenuhi target yang ditetapkan pemerintah. Untuk itu, selain melakukan riset, peneliti juga harus bisa cari proposal.
"Pada saat kita mempublikasikan hasil riset, itu harus ada dananya. Dana riset itu minim, bahkan kita tidak tahu tahun depan kita masih bisa riset lagi atau enggak. Di tengah itu, kita dituntut mencari alternatif," sambungnya.
Di tengah tekanan ini, kata dia, para peneliti dituntut berpikir kreatif agar bisa terus melakukan riset dan hasil risetnya ada yang mau mendanai. Karena jika mengandalkan dana dari APBN, tidak akan berkecukupan.
"Peneliti harus kreatif. Gimana caranya agar riset ini jalan. Dana riset di luar APBN itu banyak. Bagaimana peneliti bisa memberi informasi ke publik, bahwa saya kredibel. Ini kan perlu strategi tersendiri," ungkapnya.
Mantan Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI Bambang Widiyatmoko membenarkan kurangnya dana riset bagi para peneliti. Dia berharap, persoalan ini jangan jadi halangan bagi para peneliti di dalam melakukan riset.
"Penelitian itu hasilnya ilmu pengetahuan. Setelah dipublish ya sudah. Untuk bisa menjadi suatu produk, perlu perekayasaan. Penelitian dan perekayasaan itu kaya kakak adik, tapi terbentur birokrasi," paparnya.
(cip)