Dinilai Tidak Adil, Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia Desak UU Pilkada Direvisi

Jum'at, 28 Juni 2019 - 16:24 WIB
Dinilai Tidak Adil, Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia Desak UU Pilkada Direvisi
Dinilai Tidak Adil, Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia Desak UU Pilkada Direvisi
A A A
JAKARTA - Pilkada serentak akan digelar tahun depan. Desakan untuk merevisi Undang-Undang Pilkada pun mulai muncul. Khususnya terkait kewajiban anggota dewan dan aparatur sipil negeri (ASN) mengundurkan diri jika menyalonkan sebagai kepala daerah dan aturan ambang batas pencalonan.

Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, perwakilan dari Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (Adeksi) telah bertemu dengan Fraksi PKB untuk menyampaikan beberapa usulan terkait pilkada.

"Mereka meminta agar aturan terkait kewajiban mundur bagi anggota DPRD dan DPR yang ingin maju sebagai calon kepala daerah untuk direvisi. Aturan yang tercantum pada UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada itu dinilai tidak adil. Sebab, wali kota, wakil wali kota, bupati, wakil bupati, gubernur, dan wakil gubernur yang menyalonkan diri kembali sebagai kepala daerah tidak diwajibkan untuk mundur. Mereka hanya diminta untuk cuti sementara saja," ujar Cucun, Jumat (28/6/2019).

Sebelumnya, kepala daerah yang menyalonkan kembali harus mundur. Namun, aturan itu kemudian digugat melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu diterima, dan akhirnya kepala daerah yang maju kembali tidak perlu mundur, tapi cukup cuti saja.

Cucun mengatakan, para anggota dewan meminta aturan dalam UU Pilkada direvisi agar ada terjadi keadilan antara anggota dewan dan kepala daerah dalam mengikuti kontestasi politik di tingkat daerah. Mereka berharap anggota dewan tidak harus mundur dari jabatannya di DPRD dan DPR jika maju sebagai kepala daerah.

"Mereka sudah bersaing keras untuk meraih jabatan itu. Jika harus mundur ketika pencalonan kepala daerah, mereka keberatan. Kalau menang nggak apa-apa, tapi kalau kalah kan kasihan," katanya.

Selain kewajiban mundur, para anggota dewan juga meminta agar aturan ambang batas pencalonan direvisi. Saat ini, syarat ambang batas adalah 20 kursi dan 25% suara. Sama dengan pencalonan presiden dan wakil presiden. Mereka meminta ambang batas diubah menjadi 10 kursi dan 15% suara.

Ambang batas 20 dan 25% dinilai cukup berat. Mereka merasa kesulitan untuk memenuhi ambang batas pencalonan. Sebab untuk mendapatkan rekomendasi pencalonan dari partai politik diakuinya tidak murah. Sehingga ambang batas perlu diturunkan agar semakin kompetitif. "Kalau 10 kursi dan 15% lebih mudah dan kompetitif," terang legislator asal Jawa Barat itu.

Cucun mengatakan, perubahan aturan itu tentu harus melalui revisi UU Pilkada. Perwakilan Adeksi juga sudah menyampaikan usulan tersebut ke Badan Legislasi (Baleg).

Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan, Fraksi PKB dan Adeksi memang sudah menyampaikan aspirasi itu ke Baleg. Namun, sampai sekarang belum ada permohonan resmi. Jika ingin ada perubahan aturan, mereka bisa mengajukan draf usulan revisi UU Pilkada ke Baleg.

Nanti pihaknya akan membahasnya dengan pemerintah. Jika pemerintah sepakat dengan usulan itu, maka revisi UU bisa dimasukkan ke program legislasi nasional (Prolegnas). "Prosesnya sama dengan usulan undang-undang baru," katanya.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5580 seconds (0.1#10.140)