BKN Keluarkan Parameter Penilaian Indeks Profesionalisme ASN
A
A
A
JAKARTA - Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengeluarkan parameter untuk menilai indeks profesionalisme aparatur sipil negara (ASN). Indeks profesionalisme ASN akan digunakan sebagai dasar untuk kebijakan manajemen ASN.
Parameter tersebut diatur dalam Peraturan BKN No.8/2019 tentang Pedoman Tata Cara dan Pelaksanaan Pengukuran Indeks Profesionalitas ASN.
“Peraturan ini bertujuan agar terdapat standar bagi instansi pusat dan instansi daerah dalam melaksanakan pengukuran indeks profesionalitas ASN secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan,” bunyi pasal 2 ayat 2 dalam peraturan yang ditandatangani Kepala BKN Bima Haria Wibisana.
Setidaknya terdapat empat hal yang dinilai dalam indeks profesionalisme ini yakni, kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan disiplin. Dalam hal kualifikasi, parameter yang digunakan adalah jenjang pendidikan formal ASN. Bobot penilaian kualifikasi sebesar 25% dari keseluruhan penilaian indeks.
Lalu untuk kompetensi, parameter yang dilihat antara lain diklat kepemimpinan, diklat fungsional, diklat teknis, dan seminar/workshop/magang/kursus/sejenisnya. Hal ini dilakukan untuk melihat riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh ASN.
“Dan melihat kesesuaian dalam pelaksanaan tugas jabatan. Ini diperhitungkan sebesar 40% keseluruhan pengukuran,” ungkap aturan tersebut.
Sementara kategori kinerja digunakan untuk mengukur data/informasi mengenai penilaian kinerja. Dalam hal ini berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi. Hal yang diperhatikan yakni target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai serta perilaku ASN. Bobot penilian sebesar 30% dari keseluruhan penilaian.
Terakhir adalah kategori disiplin untuk mengukur data atau informasi kepegawaian terkait riwayat hukuman yang pernah diterima PNS. Kategori ini memiliki bobot penilaian sebesar 5%.
Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan sebenarnya pengukuran indeks profesionalitas selama ini belum pernah dilakukan. Menurutnya jika menggunakan ukuran internasional pasti jeblok.
“Makanya BKN mengusulkan indeks profesionalitas. Dengan peraturan sekarang ini kewajiban bagi instansi melakukan pengukuran,” ungkapnya.
Dia mengatakan dengan indeks ini kedepan akan lebih mudah melakukan tindakan manajemen. Misalnya jika ditemukan di satu instansi yang indeksnya di bawah rata-rata maka dapat dilakukan perbaikan.
“Nanti PPK (pejabat pembina kepegawaian) bisa menggunakan itu untuk menjustifikasi katakanlah penambahan alokasi dana untuk kompetensi ASN disitu. Itu salah satu,” katanya.
Ditanyakan apakah akan berpengaruh pada tunjangan kinerja ASN, Ridwan mengatakan untuk sekarang belum sampai pada tahapan itu. Namun dia menyebut kemungkinan tersebut selalu ada.
“Tapi ada kemungkinan (berpengaruh ke tunjangan), kalau metode semakin diperbaiki. Bisa saja ke arah sana. Kalau sekarang penilaian BPK jadi penilian reformasi birokrasi, mungkin bisa juga untuk indeks profesionalitas,” pungkasnya.
Parameter tersebut diatur dalam Peraturan BKN No.8/2019 tentang Pedoman Tata Cara dan Pelaksanaan Pengukuran Indeks Profesionalitas ASN.
“Peraturan ini bertujuan agar terdapat standar bagi instansi pusat dan instansi daerah dalam melaksanakan pengukuran indeks profesionalitas ASN secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan,” bunyi pasal 2 ayat 2 dalam peraturan yang ditandatangani Kepala BKN Bima Haria Wibisana.
Setidaknya terdapat empat hal yang dinilai dalam indeks profesionalisme ini yakni, kualifikasi, kompetensi, kinerja, dan disiplin. Dalam hal kualifikasi, parameter yang digunakan adalah jenjang pendidikan formal ASN. Bobot penilaian kualifikasi sebesar 25% dari keseluruhan penilaian indeks.
Lalu untuk kompetensi, parameter yang dilihat antara lain diklat kepemimpinan, diklat fungsional, diklat teknis, dan seminar/workshop/magang/kursus/sejenisnya. Hal ini dilakukan untuk melihat riwayat pengembangan kompetensi yang pernah diikuti oleh ASN.
“Dan melihat kesesuaian dalam pelaksanaan tugas jabatan. Ini diperhitungkan sebesar 40% keseluruhan pengukuran,” ungkap aturan tersebut.
Sementara kategori kinerja digunakan untuk mengukur data/informasi mengenai penilaian kinerja. Dalam hal ini berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi. Hal yang diperhatikan yakni target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai serta perilaku ASN. Bobot penilian sebesar 30% dari keseluruhan penilaian.
Terakhir adalah kategori disiplin untuk mengukur data atau informasi kepegawaian terkait riwayat hukuman yang pernah diterima PNS. Kategori ini memiliki bobot penilaian sebesar 5%.
Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan sebenarnya pengukuran indeks profesionalitas selama ini belum pernah dilakukan. Menurutnya jika menggunakan ukuran internasional pasti jeblok.
“Makanya BKN mengusulkan indeks profesionalitas. Dengan peraturan sekarang ini kewajiban bagi instansi melakukan pengukuran,” ungkapnya.
Dia mengatakan dengan indeks ini kedepan akan lebih mudah melakukan tindakan manajemen. Misalnya jika ditemukan di satu instansi yang indeksnya di bawah rata-rata maka dapat dilakukan perbaikan.
“Nanti PPK (pejabat pembina kepegawaian) bisa menggunakan itu untuk menjustifikasi katakanlah penambahan alokasi dana untuk kompetensi ASN disitu. Itu salah satu,” katanya.
Ditanyakan apakah akan berpengaruh pada tunjangan kinerja ASN, Ridwan mengatakan untuk sekarang belum sampai pada tahapan itu. Namun dia menyebut kemungkinan tersebut selalu ada.
“Tapi ada kemungkinan (berpengaruh ke tunjangan), kalau metode semakin diperbaiki. Bisa saja ke arah sana. Kalau sekarang penilaian BPK jadi penilian reformasi birokrasi, mungkin bisa juga untuk indeks profesionalitas,” pungkasnya.
(pur)