Wacana Ibu Kota Pindah, Banyak Keluarga ASN Akan LDR

Rabu, 01 Mei 2019 - 23:31 WIB
Wacana Ibu Kota Pindah,...
Wacana Ibu Kota Pindah, Banyak Keluarga ASN Akan LDR
A A A
DEPOK - Psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menilai, proses pemindahan Ibu Kota Negara tidak akan segera dilakukan. Karena wacana tersebut pun masih dalam tahap persiapan.

Mulai dari payung hukumnya, infrastruktur, anggaran dan hal lainnya yang bisa berdampak dari pemindahan tersebut. "Setidaknya masih perlu kurang lebih 10 tahunan ke depan untuk mewujudkan. Saat ini kan masih 'kick off' setelah kajian yang dilakukan Bapenas," kata Aully, Rabu (1/5/2019).

Menurut dia, jika nantinya Ibu Kota jadi dipindahkan maka akan ada banyak aparatur sipil Negara (ASN) yang ikut mutasi mengikuti lokasi baru. Sehingga para ASN itu harus siap dimutasi ke lokasi baru Ibu Kota.

Karena hanya ASN yang terkait dengan pusat pemerintahan saja yang akan dipindahkan yang jumlahnya sekitar 1 jutaan. Secara otomatis juga mereka perlahan atau langsung akan memboyong keluarganya ke lokasi baru tersebut.

"Jika bersama keluarga sekitar 4 jutaan. Tentunya dengan pemindahan Ibu Kota dipersiapkan dengan infrastuktur seperti perumahan, sekolah, fasilitas pendukung dan sebagainya. Inilah yang sebenarnya menjadi tujuan agar terjadi pemerataan pembangunan. Tidak hanya di Jawa atau Jakarta. Selama ini 40 persen uang hanya berputar di Jakarta karena Jakarta pusat pemerintahan dan bisnis," ungkapnya.

Namun bagi ASN yang tidak membawa keluarga maka mereka akan menjalin hubungan jarak jauh (long distance relation/LDR). Menurutnya, sebelum ada wacana pemindahan Ibu Kota pun sudah banyak keluarga yang menjalin LDR. Artinya, pencari nafkah berada di Jakarta, sedangkan keluarga ada di kampung.

"Ini soal pilihan saja. Yang penting ada fasilitas perumahan, sekolah, kesehatan, fasilitas pasar dan lainnya yang perlu dipersiapkan dengan sangat baik. Sebenarnya bagi banyak pebisnis, kick off ini saja sudah akan membuka potensi bisnis di kota yang akan dijadikan Ibu Kota," ungkapnya.

Lebih lanjut dijelaskan, secara psikologis memang perpindahan merupakan salah satu sumber stress. Namun jika persiapan ini dilakukan dengan matang, maka meminimalisir tingkat stress yang akan dihadapi. Masyarakat nantinya juga akan menyesuaikan diri dengan pengembangan yang ada.

"Secara psikologis memang negara kita adalah negara kepulauan dengan 34 provinsi. Tidak sedikit dari masyarakat kita yang sangat terbiasa untuk mobilisasi dari satu tempat ke tempat lain," katanya.

Nantinya kata dia, masyarakat secara bertahap pasti akan mulai terbiasa dengan pemindahan yang ada. Apalagi jika dipersiapkan jauh-jauh hari seperti saat ini. Hal ini memang akan mengubah pola masyarakat, tetapi sebenarnya tidak ada dampak negatif.

Dia menyontohkan, banyak negara yang berhasil melakukannya. Misalnya Malaysia yang memindahkan Ibu Kota ke Putra Jaya dari Kuala Lumpur dan juga Kazhakstan sukses memindahkan Ibu Kota ke Astana.

"Untuk mengatasi kemacetan sebenarnya tidak harus pindah. Tapi untuk pemerataan jelas iya, karena tidak mungkin merata jika pusat bisnis dan pemerintahan hanya berputar di Jakarta," paparnya.

Shinta menambahkan, wacana pemindahan ke Kalimantan sudah sejak jaman Bung Karno. Dan menurutnya, Kalimantan relatif aman dari bencana dibandingkan Sumatera dan Jawa yang termasuk ring of fire.

Wacana pemindahan memang akan mengalami pro dan kontra sebagai efek perubahan. Perubahan akan selalu menimbulkan ketidaknyamanan. Karena perlu dipikirkan perubahan dengan efek ketidaknyamanan yang paling rendah.

Karena pemindahan ini perlu dipikirkan secara matang. Setelah proses terkejut karena ketidaknyamanan ini terlewati, orang akan mulai menyesuaikan diri dan menemukan kenyamanan yang lain.

"Pilihan-pilihan (lokasi) pasti dikaji mendalam oleh pihak terkait (Bapenas). Kita awalnya juga terkejut misalnya wacana tol pakai uang elektronik semua. Tidak sedikit yang kontra, tidak sedikit juga masalah di lapangan. Tapi kemudian terjadi penyesuaian. Akhirnya juga sekarang kembali nyaman," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6738 seconds (0.1#10.140)