Ini Kata Pengamat Militer Terkait Aksi Kapal Vietnam Tabrak KRI Tjiptadi
A
A
A
JAKARTA - Pengamat Militer dan Intelijen, Susaningtyas Kertopati menilai insiden Kapal Pengawas Perikanan Vietnam yang nekat menabrak kapal perang KRI Tjiptadi 381 di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) tepatnya di Laut Natuna Utara merupakan ekses belum tuntasnya kesepakatan batas laut Indonesia dan Vietnam.
"Insiden semacam ini juga beberapa kali terjadi antara beberapa kapal perang RI dengan kapal-kapal negara tetangga lainnya," ujar perempuan yang akrab disapa Nuning, Selasa (30/4/2019).
(Baca juga: Protes Aksi Tabrak KRI Tjiptadi 381, Kemlu Panggil Dubes Vietnam)
Mantan Anggota Komisi I DPR ini mengatakan sesuai dengan Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) setiap negara pantai memang memiliki kewenangan untuk menarik garis batas lautnya sesuai mekanisme yang berlaku. Kewenangan tersebut mengacu kepada status negara tersebut apakah negara kepulauan atau bukan negara kepulauan.
"Status inilah yang seringkali diabaikan atau sengaja diabaikan oleh suatu negara pantai ketika melakukan klaim batas laut sehingga seringkali memantik konflik dengan negara lain," ucapnya.
Menurut Nuning, klaim batas laut suatu negara harus didukung pula dengan data geografis dan geologis dalam suatu perundingan. Sayangnya negara pantai kadang lebih menonjolkan data-data sejarah yang sudah pasti bersifat sepihak.
"Indonesia dapat lebih menonjolkan semangat ASEAN untuk mengajak Vietnam mempercepat penyelesaian batas laut," katanya.
Masih banyak persoalan regional yang harus dihadapi Indonesia dan Vietnam secara bilateral ataupun dalam kerangka ASEAN. "Implementasi ASEAN Community yang telah dicanangkan sejak 2015 seharusnya menjadi instrumen yang dapat mempercepat penyelesaian batas laut kedua negara," tutup Nuning.
"Insiden semacam ini juga beberapa kali terjadi antara beberapa kapal perang RI dengan kapal-kapal negara tetangga lainnya," ujar perempuan yang akrab disapa Nuning, Selasa (30/4/2019).
(Baca juga: Protes Aksi Tabrak KRI Tjiptadi 381, Kemlu Panggil Dubes Vietnam)
Mantan Anggota Komisi I DPR ini mengatakan sesuai dengan Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) setiap negara pantai memang memiliki kewenangan untuk menarik garis batas lautnya sesuai mekanisme yang berlaku. Kewenangan tersebut mengacu kepada status negara tersebut apakah negara kepulauan atau bukan negara kepulauan.
"Status inilah yang seringkali diabaikan atau sengaja diabaikan oleh suatu negara pantai ketika melakukan klaim batas laut sehingga seringkali memantik konflik dengan negara lain," ucapnya.
Menurut Nuning, klaim batas laut suatu negara harus didukung pula dengan data geografis dan geologis dalam suatu perundingan. Sayangnya negara pantai kadang lebih menonjolkan data-data sejarah yang sudah pasti bersifat sepihak.
"Indonesia dapat lebih menonjolkan semangat ASEAN untuk mengajak Vietnam mempercepat penyelesaian batas laut," katanya.
Masih banyak persoalan regional yang harus dihadapi Indonesia dan Vietnam secara bilateral ataupun dalam kerangka ASEAN. "Implementasi ASEAN Community yang telah dicanangkan sejak 2015 seharusnya menjadi instrumen yang dapat mempercepat penyelesaian batas laut kedua negara," tutup Nuning.
(kri)