Ibu Kota Pindah dari Jakarta ke Luar Jawa Akan Diseriusi
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginginkan ibu kota negara dipindahkan dari Jakarta ke wilayah di luar Pulau Jawa. Presiden berharap wacana pemindahan pusat pemerintahan yang sudah muncul sejak era Presiden Soekarno ini saatnya diseriusi demi kepentingan bangsa yang luas dan berjangka panjang.
Di mana wilayah yang tepat untuk pemindahan tersebut, Jokowi belum mau menjelaskan secara detail. Namun, sejumlah kalangan merespons positif keinginan Jokowi yang dimunculkan dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin. Mereka menilai sudah saatnya pusat pemerintahan Indonesia digeser dari Kota Jakarta ke wilayah lain yang lebih layak, seperti bebas banjir dan ancaman bencana lain. Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah selama ini dinilai lokasi yang tepat untuk ibu kota baru Indonesia.
Pemindahan ibu kota juga harus disiapkan secara matang dan berorientasi untuk kepentingan bangsa ke depan. Dukungan dan masukan dari masyarakat pun sangat dibutuhkan agar langkah besar ini bisa terwujud dan mampu menciptakan Indonesia menjadi bagian penting di mata dunia pada masa mendatang.
Pada rapat terbatas kemarin, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memberikan tiga opsi terkait pemindahan ibu kota. Opsi tersebut adalah ibu kota tetap di Jakarta dengan membuat distrik khusus pemerintahan, pindah di lokasi dekat Jakarta seperti area Jabodetabek, dan terakhir adalah pindah ke luar Pulau Jawa. “Kalau masih berpikir tiga alternatif tadi, kalau saya sih alternatif satu dan dua sudah tidak,” tegas Jokowi.
Pertimbangan Jokowi yang cenderung ingin pindah ke luar Jawa adalah karena penduduk di Pulau Jawa yang sangat padat. Dia mengungkapkan, jumlah penduduk di Pulau Jawa saat ini sudah mencapai 57% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sementara itu, di Sumatera sudah mencapai 21%, Kalimantan 6%, Sulawesi 7%, Papua dan Maluku 3%. “Pertanyaannya, apakah di Jawa mau ditambah? Sudah 57%, ada yang 6% dan 7% persen dan 3%,” jelasnya.
Selain kepadatan penduduk, Jokowi juga mempertimbangkan kemacetan di Pulau Jawa yang cukup kronis, baik di Jakarta maupun wilayah pantura. Dia juga menyinggung persoalan banjir dan kekeringan yang terus menjadi ancaman.
Jokowi mengatakan, pembahasan pemindahan ibu kota harus berorientasi pada kepentingan lebih besar dan berjangka panjang. Dia mengingatkan jangan sampai pembahasan pemindahan ini hanya bersifat jangka pendek dan di lingkup sempit.
“Kita harus berbicara tentang kepentingan lebih besar untuk bangsa, negara, kepentingan visioner, jangka panjang sebagai negara besar dalam menyongsong kompetisi global,” katanya.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu mengakui bahwa pemindahan ibu kota negara ini bukanlah hal baru, bahkan sudah diwacanakan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. “Tapi wacana ini timbul-tenggelam karena tidak pernah diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang,” ujarnya.
Menurutnya, pemindahan ibu kota memerlukan persiapan yang matang dan detail, terutama dalam hal pemilihan lokasi yang tepat dengan memperhatikan aspek geopolitik dan geostrategis.
Wilayah Tengah Indonesia
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa dalam rapat kemarin diputuskan untuk melakukan pemindahan ibu kota negara di luar Pulau Jawa. Setelah keputusan ini, pembahasan akan difokuskan hal-hal yang lebih teknis mulai soal desain sampai masterplan kota.
Bambang mengungkapkan ada beberapa kriteria dalam penetapan lokasi ibu kota negara yang baru, di antaranya adalah terletak di tengah wilayah Indonesia, lahan yang luas baik milik pemerintah ataupun BUMN, minim risiko bencana, sumber daya air yang cukup, serta bebas pencemaran lingkungan.
Bambang mengatakan ada dua skenario pemindahan ibu kota negara. Pertama adalah dengan memindahkan seluruh PNS, anggota TNI/Polri, anggota eksekutif dan yudikatif dengan seluruh keluarganya. Dia memperkirakan setidaknya ada 1,5 juta penduduk dengan kebutuhan lahan 40 ribu hektare (ha). Luas tersebut dengan estimasi pemerintah akan butuh 5% dari total lahan, pelaku ekonomi 15%, infrastruktur 20%, permukiman 40%, dan ruang terbuka hijau 20%.
Sementara untuk skenario kedua, yakni tidak semua PNS dipindah ke ibu kota negara baru. Dengan kondisi ini, dia memperkirakan hanya 111.000 PNS dan 184.000 pelaku ekonomi yang akan dipindahkan Dia mengatakan, dengan skenario ini maka jumlah penduduk yang harus pindah sekitar 870.000. Lahan yang dibutuhkan pun hanya 30.000 ha.
“Estimasi besarnya pembiayaan di mana skenario satu diperkirakan akan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau USD33 miliar. Skenario dua lebih kecil karena kotanya lebih kecil, yaitu Rp323 triliun atau USD23 miliar,” terangnya.
Anggota Komisi VI DPR Abdul Kadir Karding mengatakan, rencana itu sudah sepantasnya didukung banyak pihak karena gagasannya muncul sejak era Presiden Soekarno. Ketua DPP PKB ini menuturkan, di sejumlah negara maju, ibu kota memang tak lagi digabung antara pusat ekonomi-bisnis dan pemerintahan. "Justru pemisahan itu akan membuat pembangunan tidak lagi terkonsentrasi pada satu kawasan saja. Buntutnya, Indonesia sentris yang sedang dijalankan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla justru akan semakin mudah terwujud secara total," tuturnya.
Karding menilai Indonesia berada di tangan yang tepat karena punya rencana yang berorientasi jauh maju ke depan. Dengan pemindahan ibu kota, beban yang dipikul Jakarta selama ini bisa jauh berkurang. "Calon ibu kota masa depan Indonesia nanti haruslah mencerminkan konsep Indonesia secara utuh. Tapi juga yang modern, mengusung konsep go green dengan konsep smart city," beber Karding.
Karding yakin dengan perencanaan yang matang, bukan sesuatu yang sulit untuk mewujudkan itu, dan Indonesia akan semakin punya posisi penting dalam percaturan dunia. "Tak ada yang tak mungkin kalau semua pihak bisa saling memberikan masukan serta pemikiran untuk kemajuan bangsa ini," jelas Karding, yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Senada dengan Karding, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menanggapi positif kebijakan baru Presiden Jokowi untuk mematangkan rencana memindahkan ibu kota negara dan menjadikan Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia. Menurut Hasto, kebutuhan pemindahan ibu kota juga mempertimbangkan arah masa depan Indonesia, di mana pada 2030 Indonesia diprediksi menjadi kekuatan perekonomian keempat di dunia.
Direktur Indostrategi Arif Nurul Imam berpendapat, rencana Presiden Jokowi memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa merupakan hal positif karena memunculkan pusat ekonomi baru. Namun, yang perlu dipikirkan adalah kapan bisa dilaksanakan program tersebut. Ini sangat penting karena menyangkut pembiayaan yang tidak sedikit.
Dosen Fisipol UGM Hempri Suyatna mewanti-wanti untuk memindahkan ibu kota negara tidaklah mudah. Ini lantaran berkaitan dengan akses dan fasilitas pemerintahan yang layak. "Jadi, pemerintah harus berpikir ulang karena masih banyak hal urgen yang harus diselesaikan," ungkapnya.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna juga menilai pemindahan ibu kota harus dimatangkan. Jangan sampai hal ini sekadar wacana atau spekulasi. “Harus dimatangkan dan benar-benar dilaksanakan,” kata Yayat.
Yayat menilai ibu kota nantinya harus didukung infrastruktur memadai, seperti bandar udara, jalanan pendukung ke pusat kota, ataupun lainnya. “Dan yang terakhir, perlu dukungan politik anggota DPR untuk merevisi Undang-Undang Ibu Kota Negara di Jakarta,” ucapnya.
Pengamat perencanaan kota dan wilayah UGM Sudaryono menilai tepat atas rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa atau berada di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) 2, terutama di antara perairan antara Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Selain menjadi bagian dari geopolitik, ekonomi, dan pertahanan, pemindahan ini juga sebagai antisipasi dengan rencana Thailand yang akan membuat sodetan atau terusan di Pattani.
Menurut Sudaryono, dari geopolitik, morfologi, dan topografi tersebut, perairan sepanjang Kalimantan Timur berpotensi menjadi ibu kota negara tersebut, sekaligus sebagai strategi pertahanan, sebab jika nantinya terusan Pattani di Thailand sudah jadi maka jalur lalu lintas
laut dari atas Malaysia atau wilayah tengah langsung melewati ALKI 2 tersebut. Baik yang akan menuju ke kawasan Pasifik maupun Australia.
Dari kajian Bappenas, selain Kalimantan Timur, wilayah yang bisa dijadikan kandidat ibu kota adalah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Untuk menyiapkan Kalimantan sebagai ibu kota negara, pada Januari lalu, sejumlah rektor yang tergabung dalam anggota Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat (BKS-PTN Barat) juga membahas isu ini. (Dita Angga/Abdul Rochim/Suharjono/ Priyo Setyawan/Yan Yusuf)
Di mana wilayah yang tepat untuk pemindahan tersebut, Jokowi belum mau menjelaskan secara detail. Namun, sejumlah kalangan merespons positif keinginan Jokowi yang dimunculkan dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin. Mereka menilai sudah saatnya pusat pemerintahan Indonesia digeser dari Kota Jakarta ke wilayah lain yang lebih layak, seperti bebas banjir dan ancaman bencana lain. Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah selama ini dinilai lokasi yang tepat untuk ibu kota baru Indonesia.
Pemindahan ibu kota juga harus disiapkan secara matang dan berorientasi untuk kepentingan bangsa ke depan. Dukungan dan masukan dari masyarakat pun sangat dibutuhkan agar langkah besar ini bisa terwujud dan mampu menciptakan Indonesia menjadi bagian penting di mata dunia pada masa mendatang.
Pada rapat terbatas kemarin, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memberikan tiga opsi terkait pemindahan ibu kota. Opsi tersebut adalah ibu kota tetap di Jakarta dengan membuat distrik khusus pemerintahan, pindah di lokasi dekat Jakarta seperti area Jabodetabek, dan terakhir adalah pindah ke luar Pulau Jawa. “Kalau masih berpikir tiga alternatif tadi, kalau saya sih alternatif satu dan dua sudah tidak,” tegas Jokowi.
Pertimbangan Jokowi yang cenderung ingin pindah ke luar Jawa adalah karena penduduk di Pulau Jawa yang sangat padat. Dia mengungkapkan, jumlah penduduk di Pulau Jawa saat ini sudah mencapai 57% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sementara itu, di Sumatera sudah mencapai 21%, Kalimantan 6%, Sulawesi 7%, Papua dan Maluku 3%. “Pertanyaannya, apakah di Jawa mau ditambah? Sudah 57%, ada yang 6% dan 7% persen dan 3%,” jelasnya.
Selain kepadatan penduduk, Jokowi juga mempertimbangkan kemacetan di Pulau Jawa yang cukup kronis, baik di Jakarta maupun wilayah pantura. Dia juga menyinggung persoalan banjir dan kekeringan yang terus menjadi ancaman.
Jokowi mengatakan, pembahasan pemindahan ibu kota harus berorientasi pada kepentingan lebih besar dan berjangka panjang. Dia mengingatkan jangan sampai pembahasan pemindahan ini hanya bersifat jangka pendek dan di lingkup sempit.
“Kita harus berbicara tentang kepentingan lebih besar untuk bangsa, negara, kepentingan visioner, jangka panjang sebagai negara besar dalam menyongsong kompetisi global,” katanya.
Mantan gubernur DKI Jakarta itu mengakui bahwa pemindahan ibu kota negara ini bukanlah hal baru, bahkan sudah diwacanakan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno. “Tapi wacana ini timbul-tenggelam karena tidak pernah diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang,” ujarnya.
Menurutnya, pemindahan ibu kota memerlukan persiapan yang matang dan detail, terutama dalam hal pemilihan lokasi yang tepat dengan memperhatikan aspek geopolitik dan geostrategis.
Wilayah Tengah Indonesia
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa dalam rapat kemarin diputuskan untuk melakukan pemindahan ibu kota negara di luar Pulau Jawa. Setelah keputusan ini, pembahasan akan difokuskan hal-hal yang lebih teknis mulai soal desain sampai masterplan kota.
Bambang mengungkapkan ada beberapa kriteria dalam penetapan lokasi ibu kota negara yang baru, di antaranya adalah terletak di tengah wilayah Indonesia, lahan yang luas baik milik pemerintah ataupun BUMN, minim risiko bencana, sumber daya air yang cukup, serta bebas pencemaran lingkungan.
Bambang mengatakan ada dua skenario pemindahan ibu kota negara. Pertama adalah dengan memindahkan seluruh PNS, anggota TNI/Polri, anggota eksekutif dan yudikatif dengan seluruh keluarganya. Dia memperkirakan setidaknya ada 1,5 juta penduduk dengan kebutuhan lahan 40 ribu hektare (ha). Luas tersebut dengan estimasi pemerintah akan butuh 5% dari total lahan, pelaku ekonomi 15%, infrastruktur 20%, permukiman 40%, dan ruang terbuka hijau 20%.
Sementara untuk skenario kedua, yakni tidak semua PNS dipindah ke ibu kota negara baru. Dengan kondisi ini, dia memperkirakan hanya 111.000 PNS dan 184.000 pelaku ekonomi yang akan dipindahkan Dia mengatakan, dengan skenario ini maka jumlah penduduk yang harus pindah sekitar 870.000. Lahan yang dibutuhkan pun hanya 30.000 ha.
“Estimasi besarnya pembiayaan di mana skenario satu diperkirakan akan membutuhkan biaya Rp466 triliun atau USD33 miliar. Skenario dua lebih kecil karena kotanya lebih kecil, yaitu Rp323 triliun atau USD23 miliar,” terangnya.
Anggota Komisi VI DPR Abdul Kadir Karding mengatakan, rencana itu sudah sepantasnya didukung banyak pihak karena gagasannya muncul sejak era Presiden Soekarno. Ketua DPP PKB ini menuturkan, di sejumlah negara maju, ibu kota memang tak lagi digabung antara pusat ekonomi-bisnis dan pemerintahan. "Justru pemisahan itu akan membuat pembangunan tidak lagi terkonsentrasi pada satu kawasan saja. Buntutnya, Indonesia sentris yang sedang dijalankan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla justru akan semakin mudah terwujud secara total," tuturnya.
Karding menilai Indonesia berada di tangan yang tepat karena punya rencana yang berorientasi jauh maju ke depan. Dengan pemindahan ibu kota, beban yang dipikul Jakarta selama ini bisa jauh berkurang. "Calon ibu kota masa depan Indonesia nanti haruslah mencerminkan konsep Indonesia secara utuh. Tapi juga yang modern, mengusung konsep go green dengan konsep smart city," beber Karding.
Karding yakin dengan perencanaan yang matang, bukan sesuatu yang sulit untuk mewujudkan itu, dan Indonesia akan semakin punya posisi penting dalam percaturan dunia. "Tak ada yang tak mungkin kalau semua pihak bisa saling memberikan masukan serta pemikiran untuk kemajuan bangsa ini," jelas Karding, yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-KH Ma'ruf Amin.
Senada dengan Karding, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menanggapi positif kebijakan baru Presiden Jokowi untuk mematangkan rencana memindahkan ibu kota negara dan menjadikan Jakarta sebagai pusat perekonomian Indonesia. Menurut Hasto, kebutuhan pemindahan ibu kota juga mempertimbangkan arah masa depan Indonesia, di mana pada 2030 Indonesia diprediksi menjadi kekuatan perekonomian keempat di dunia.
Direktur Indostrategi Arif Nurul Imam berpendapat, rencana Presiden Jokowi memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa merupakan hal positif karena memunculkan pusat ekonomi baru. Namun, yang perlu dipikirkan adalah kapan bisa dilaksanakan program tersebut. Ini sangat penting karena menyangkut pembiayaan yang tidak sedikit.
Dosen Fisipol UGM Hempri Suyatna mewanti-wanti untuk memindahkan ibu kota negara tidaklah mudah. Ini lantaran berkaitan dengan akses dan fasilitas pemerintahan yang layak. "Jadi, pemerintah harus berpikir ulang karena masih banyak hal urgen yang harus diselesaikan," ungkapnya.
Pengamat tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna juga menilai pemindahan ibu kota harus dimatangkan. Jangan sampai hal ini sekadar wacana atau spekulasi. “Harus dimatangkan dan benar-benar dilaksanakan,” kata Yayat.
Yayat menilai ibu kota nantinya harus didukung infrastruktur memadai, seperti bandar udara, jalanan pendukung ke pusat kota, ataupun lainnya. “Dan yang terakhir, perlu dukungan politik anggota DPR untuk merevisi Undang-Undang Ibu Kota Negara di Jakarta,” ucapnya.
Pengamat perencanaan kota dan wilayah UGM Sudaryono menilai tepat atas rencana pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa atau berada di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) 2, terutama di antara perairan antara Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Selain menjadi bagian dari geopolitik, ekonomi, dan pertahanan, pemindahan ini juga sebagai antisipasi dengan rencana Thailand yang akan membuat sodetan atau terusan di Pattani.
Menurut Sudaryono, dari geopolitik, morfologi, dan topografi tersebut, perairan sepanjang Kalimantan Timur berpotensi menjadi ibu kota negara tersebut, sekaligus sebagai strategi pertahanan, sebab jika nantinya terusan Pattani di Thailand sudah jadi maka jalur lalu lintas
laut dari atas Malaysia atau wilayah tengah langsung melewati ALKI 2 tersebut. Baik yang akan menuju ke kawasan Pasifik maupun Australia.
Dari kajian Bappenas, selain Kalimantan Timur, wilayah yang bisa dijadikan kandidat ibu kota adalah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Untuk menyiapkan Kalimantan sebagai ibu kota negara, pada Januari lalu, sejumlah rektor yang tergabung dalam anggota Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat (BKS-PTN Barat) juga membahas isu ini. (Dita Angga/Abdul Rochim/Suharjono/ Priyo Setyawan/Yan Yusuf)
(nfl)