Pengungkapan Peredaran Narkoba Didominasi Bersumber dari Lapas
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) merayakan hari jadinya yang ke 55 tahun. Namun, di usianya yang lebih dari setengah abad, belum ada pencapaian maksimal.
Pasalnya, pengendalian narkoba, jual beli kamar, hingga sipir yang menjadi kaki tangan bandar masih terus ditemukan. Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mengaku masih sangat terganggu dengan apa yang selama ini ada di lapas.
Pasalnya, peredaran narkoba masih didominasi oleh narapidana yang saat ini berada didalamnya. "Hampir 90 persen hasil pengungkapan yang kami lakukan, semua bersumber dari dalam lapas," kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Arman Depari, Sabtu (25/4/2019).
Menurut Arman, selama ini juga pihaknya sudah melaporkan siapa saja bandar-bandar besar ke dirjen PAS. Namun bukannya diberikan pengawasan ekstra, napi itu malah dibiarkan kembali mengendalikan peredaran narkotika.
"Dengan maraknya peredaran dan juga penyeludupan yang dikendalikan oleh napi, bisa kita simpulkan bahwa memang pengawasan agak lemah, dan barang kali pengawasan terabaikan," ungkapnya.
Banyaknya masalah di dalam pemasyarakatan ditanggapi pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah, bahwa lembaga ini tak mendukung Indonesia bebas dari narkoba. Pasalnya, Dirjen PAS sejauh ini tidak senada gerakannya dengan BNN, TNI, Polri dan Bea Cukai yang proaktif menanggulangi peredaran narkoba.
"Persoalannya itu pengawasan di lapas yang lemah. Karena selama ini Dirjen PAS itu lebih bersifat elitis, bukan orang yang punya kompetensi di situ," ungkapnya.
Trubus menilai temuan ponsel yang memudahkan napi narkoba memesan barang haram adalah bukti kelalaian Dirjen PAS. Bahkan, Trubus menduga terjadi transaksi di lapas sehingga napi narkoba bisa memiliki sel yang istimewa.
"Selama ini Dirjen PAS juga dianggap tutup mata ketika hanya memberikan sanksi administrasi kepada sipir-sipir yang bermasalah seperti menerima suap," terangnya.
Atas masalah yang ada di lembaga tersebut, anggota komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan mengatakan, pihaknya akan segera melakukan rapat dengar pendapat dan rapat kerja dengan kemenkumham. Hal itu khusus membahas lapas dan menjadi prioritas utama di komisi III.
"Ini ada yang salah, harus ada langkah-langkah yang serius dilakukan," tuturnya.
Selama ini kata Hinca, pihaknya sudah memberikan waktu dan kesempatan untuk menjalankan revitalisasi. Namun, hingga saat ini hasil yang didapat belum juga membuahkan hasil dan lapas masih menjadi hilir peredaran narkotika.
"Saya kira dirjen PAS harus minggir, harus digantikan yang baru. Ini soal bangsa, ini bukan soal uji coba," tegasnya.
Lain lagi dengan mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra yang menilai, lambannya penanganan lapas. Pasalnya, sejak saat ia menjabat sebagai menteri 15 tahun lalu, jumlah lapas dan rutan tak bertambah.
"Hanya itu-itu saja, padahal setiap harinya banyak yang masuk," kata Yusril, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, saat ini anggaran di Kementerian Hukum dan HAM yang nilainya mencapai Rp9 triliun, harusnya ada penambahan lapas atau rutan. Dahulu, ketika dirinya menjabat, dengan anggaran Rp500 miliar, ia bisa membangun lapas Cipinang dan Salemba.
"Kenapa sekarang tidak bisa bangun dengan anggaran yang besar? Makanya selalu muncul masalah," ujar Yusril.
Untuk itu Yusril menilai, seharusnya disiapkan seseorang yang paham betul dengan masalah lapas dan rutan. Orang itu spesialis menangani penjara dan tamatan aktif dari pengelolaan penjara, karena dia yang harus mengerti masalah penjara.
"Kalau tidak bisa dirubah pemimpinnya, ya akan seperti ini terus. Nanti akan muncul jual beli kamar, kericuhan dan sebagainya," ungkapnya.
Pasalnya, pengendalian narkoba, jual beli kamar, hingga sipir yang menjadi kaki tangan bandar masih terus ditemukan. Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mengaku masih sangat terganggu dengan apa yang selama ini ada di lapas.
Pasalnya, peredaran narkoba masih didominasi oleh narapidana yang saat ini berada didalamnya. "Hampir 90 persen hasil pengungkapan yang kami lakukan, semua bersumber dari dalam lapas," kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Arman Depari, Sabtu (25/4/2019).
Menurut Arman, selama ini juga pihaknya sudah melaporkan siapa saja bandar-bandar besar ke dirjen PAS. Namun bukannya diberikan pengawasan ekstra, napi itu malah dibiarkan kembali mengendalikan peredaran narkotika.
"Dengan maraknya peredaran dan juga penyeludupan yang dikendalikan oleh napi, bisa kita simpulkan bahwa memang pengawasan agak lemah, dan barang kali pengawasan terabaikan," ungkapnya.
Banyaknya masalah di dalam pemasyarakatan ditanggapi pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah, bahwa lembaga ini tak mendukung Indonesia bebas dari narkoba. Pasalnya, Dirjen PAS sejauh ini tidak senada gerakannya dengan BNN, TNI, Polri dan Bea Cukai yang proaktif menanggulangi peredaran narkoba.
"Persoalannya itu pengawasan di lapas yang lemah. Karena selama ini Dirjen PAS itu lebih bersifat elitis, bukan orang yang punya kompetensi di situ," ungkapnya.
Trubus menilai temuan ponsel yang memudahkan napi narkoba memesan barang haram adalah bukti kelalaian Dirjen PAS. Bahkan, Trubus menduga terjadi transaksi di lapas sehingga napi narkoba bisa memiliki sel yang istimewa.
"Selama ini Dirjen PAS juga dianggap tutup mata ketika hanya memberikan sanksi administrasi kepada sipir-sipir yang bermasalah seperti menerima suap," terangnya.
Atas masalah yang ada di lembaga tersebut, anggota komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan mengatakan, pihaknya akan segera melakukan rapat dengar pendapat dan rapat kerja dengan kemenkumham. Hal itu khusus membahas lapas dan menjadi prioritas utama di komisi III.
"Ini ada yang salah, harus ada langkah-langkah yang serius dilakukan," tuturnya.
Selama ini kata Hinca, pihaknya sudah memberikan waktu dan kesempatan untuk menjalankan revitalisasi. Namun, hingga saat ini hasil yang didapat belum juga membuahkan hasil dan lapas masih menjadi hilir peredaran narkotika.
"Saya kira dirjen PAS harus minggir, harus digantikan yang baru. Ini soal bangsa, ini bukan soal uji coba," tegasnya.
Lain lagi dengan mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra yang menilai, lambannya penanganan lapas. Pasalnya, sejak saat ia menjabat sebagai menteri 15 tahun lalu, jumlah lapas dan rutan tak bertambah.
"Hanya itu-itu saja, padahal setiap harinya banyak yang masuk," kata Yusril, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, saat ini anggaran di Kementerian Hukum dan HAM yang nilainya mencapai Rp9 triliun, harusnya ada penambahan lapas atau rutan. Dahulu, ketika dirinya menjabat, dengan anggaran Rp500 miliar, ia bisa membangun lapas Cipinang dan Salemba.
"Kenapa sekarang tidak bisa bangun dengan anggaran yang besar? Makanya selalu muncul masalah," ujar Yusril.
Untuk itu Yusril menilai, seharusnya disiapkan seseorang yang paham betul dengan masalah lapas dan rutan. Orang itu spesialis menangani penjara dan tamatan aktif dari pengelolaan penjara, karena dia yang harus mengerti masalah penjara.
"Kalau tidak bisa dirubah pemimpinnya, ya akan seperti ini terus. Nanti akan muncul jual beli kamar, kericuhan dan sebagainya," ungkapnya.
(maf)