17.000 Haji Khusus Berangkat ke Tanah Suci Melalui 325 PIHK
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 325 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) tahun ini akan memberangkatkan 17.000 calon jamaah haji (calhaj) ke Tanah Suci. Mereka diingatkan untuk tidak menelantarkan jamaah selama masa rombongan haji berada di Arab Saudi.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) M Arfi Hatim mengatakan, penelantaran jamaah haji merupakan pelanggaran berat yang bisa berakibat dengan pencabutan izin PIHK.
"Dua tahun yang lalu, pada 2017, kami mencabut satu izin PIHK. Pencabutan itu berdasarkan temuan kami," katanya usai memberikan pembekalan kepada petugas haji Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (26/4/2019) malam.
Menurut Arfi, untuk mempermudah fungsi pengawasan PIHK, pihaknya tengah melakukan finalisasi sistem pelaporan online berbasis web dan Android. Sistem pelaporan ini terhubung dengan Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).
Sehingga Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus mengetahui pergerakan jamaah dari Jeddah ke Mekkah, dan dari Mekkah ke Madina atau sebaliknya. "Misalnya dia (PIHK) program akhir langsung ke hotel transit dan lain sebagainya, kita kan bisa memonitor pergerakannya," ujar Arfi.
Tahun-tahun sebelumnya, sistem pelaporan masih manual. Masing-masing PIHK membawa buku pelaporan, yang kemudian disobek ketika keberangkatan dan kedatangan. Pengawasan terhadap PIHK perlu dilakukan untuk melindungi jamaah haji dan hak-haknya terpenuhi.
Untuk memastikan bahwa PIHK memberikan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Jika ditemukan adanya pelanggaran maka Kemenag akan melakukan klarifikasi dengan PIHK dan jamaah haji. Jika ada yang dilanggar, maka akan diberikan sanksi.
"Sanksinya adalah administrasi. Pertama, peringatan tertulis, kedua pembekuan izin, dan terberat pencabutan izin operasional sebagai PIHK," tandas Arfi.
Meski ongkos naik haji (ONH) plus cukup tinggi, antara USD10.000-USD15.000 (Rp140 juta-Rp210 juta) tapi animo masyarakat Indonesia cukup tinggi untuk beribadah haji melalui jalur khusus ini.
Itu dibuktikan dengan masa tunggu antrean haji khusus yang mencapai 6 tahun. Tentu masa ini lebih pendek dibanding masa tunggu antrean haji reguler yang rata-rata 18 tahun. "Sesuai dengan UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) yang baru, haji khusus akan mendapatkan 8% dari total kuota nasional," katanya.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) M Arfi Hatim mengatakan, penelantaran jamaah haji merupakan pelanggaran berat yang bisa berakibat dengan pencabutan izin PIHK.
"Dua tahun yang lalu, pada 2017, kami mencabut satu izin PIHK. Pencabutan itu berdasarkan temuan kami," katanya usai memberikan pembekalan kepada petugas haji Arab Saudi di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (26/4/2019) malam.
Menurut Arfi, untuk mempermudah fungsi pengawasan PIHK, pihaknya tengah melakukan finalisasi sistem pelaporan online berbasis web dan Android. Sistem pelaporan ini terhubung dengan Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).
Sehingga Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus mengetahui pergerakan jamaah dari Jeddah ke Mekkah, dan dari Mekkah ke Madina atau sebaliknya. "Misalnya dia (PIHK) program akhir langsung ke hotel transit dan lain sebagainya, kita kan bisa memonitor pergerakannya," ujar Arfi.
Tahun-tahun sebelumnya, sistem pelaporan masih manual. Masing-masing PIHK membawa buku pelaporan, yang kemudian disobek ketika keberangkatan dan kedatangan. Pengawasan terhadap PIHK perlu dilakukan untuk melindungi jamaah haji dan hak-haknya terpenuhi.
Untuk memastikan bahwa PIHK memberikan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Jika ditemukan adanya pelanggaran maka Kemenag akan melakukan klarifikasi dengan PIHK dan jamaah haji. Jika ada yang dilanggar, maka akan diberikan sanksi.
"Sanksinya adalah administrasi. Pertama, peringatan tertulis, kedua pembekuan izin, dan terberat pencabutan izin operasional sebagai PIHK," tandas Arfi.
Meski ongkos naik haji (ONH) plus cukup tinggi, antara USD10.000-USD15.000 (Rp140 juta-Rp210 juta) tapi animo masyarakat Indonesia cukup tinggi untuk beribadah haji melalui jalur khusus ini.
Itu dibuktikan dengan masa tunggu antrean haji khusus yang mencapai 6 tahun. Tentu masa ini lebih pendek dibanding masa tunggu antrean haji reguler yang rata-rata 18 tahun. "Sesuai dengan UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) yang baru, haji khusus akan mendapatkan 8% dari total kuota nasional," katanya.
(maf)