Komisi Pemilihan Umum Evaluasi Besaran Honor Petugas KPPS
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana melakukan evaluasi terhadap besaran honor yang diterima personel penyelenggara pemilu. Honor petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) dinilai tidak sebanding dengan beban kerja mereka.
Personel penyelenggara pemilu harus menggelar lima jenis pemilihan secara serentak pada 17 April lalu, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten kota. Mereka harus mendistribusikan undangan memilih, menyelenggarakan pemungutan suara hingga melakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara.
Akibatnya ratusan petugas KPPS bertumbangan, jatuh sakit karena kelelahan. Bahkan ada ratusan dari mereka meninggal dunia. Kondisi ini menjadi bahan evaluasi KPU. Salah satu poin yang turut dievaluasi nanti adalah besaran upah untuk petugas KPPS. “Tentu saja perlu kami evaluasi. Kami pertimbangkan kembali dalam pemilu berikutnya harus ada honor yang layak bagi penyelenggara pemilu di tingkat bawah,” kata Komisioner KPU Ilham Saputra di Jakarta kemarin.
Menurut dia, KPU sebenarnya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menaikkan upah petugas penyelenggara pemilu melalui anggaran Pemilu 2019 yang totalnya sekitar Rp25 triliun. Sebagian besar dari anggaran itu dialokasikan untuk honor bagi petugas di TPS. “Salah satu faktor yang membuat anggaran pemilu besar itu adalah honor untuk penyelenggara. Kami sebenarnya berusaha maksimal untuk menaikkannya, tapi kan anggarannya juga terbatas,” ujarnya.
Seperti dijelaskan Pasal 51 hingga Pasal 72 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, penyelenggara pemilu ad hoc terdiri atas tiga kelompok. Mereka adalah panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
PPK dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat kecamatan. Setiap kecamatan memiliki tiga anggota PPK. Sementara PPS dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat kelurahan/desa. Setiap kelurahan/desa memiliki tiga anggota PPS. Sementara KPPS dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di tiap-tiap TPS. Jumlah mereka tujuh orang per TPS.
PPK dan PPS dibentuk oleh KPU kabupaten kota paling lama enam bulan sebelum penyelenggaraan pemilu dan dibubarkan paling lambat dua bulan setelah pemungutan suara. Sementara KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU kabupaten/kota. Menurut data KPU, jumlah personel PPK seluruh Indonesia sebanyak 36.005 orang dan jumlah personel PPS sebanyak 250.212 orang.
Sementara jumlah personel KPPS secara nasional sebanyak 7.385.500 orang. Komisioner KPU Viryan Aziz mengungkapkan, jumlah KPPS yang meninggal dunia bertambah terus. Jika Rabu (24/4) sore diketahui ada 144 yang meninggal dunia dan 883 orang yang sakit, data terbaru menyebutkan jumlah personel penyelenggara pemilu yang meninggal mencapai 225 orang.
Mereka meninggal karena diduga bekerja nonstop untuk rekapitulasi hasil pemilu. "Sampai pukul 18.00 WIB, sudah 225 orang yang wafat dari penyelenggara pemilu. Kemudian 1.470 orang sakit karena terus bekerja dan dengan penuh dedikasi memastikan seluruh proses pemilu ini berjalan luber dan jurdil di semua TPS. Total ada 1.695 yang mengalami musibah," ucapnya di Gedung KPU Jakarta.
Menurut dia, banyaknya korban meninggal dan sakit karena pekerjaan petugas KPPS tak hanya saat hari pencoblosan, melainkan akumulatif sejak pembagian C6. "Memang ini pekerjaan yang cukup menyita energi dan waktu sehingga saking berdedikasinya mereka, kesehatannya tidak diperhatikan," ungkapnya.
BPN Kunjungi KPU
Sementara itu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres-Cawapres Prabowo Subainto-Sandiaga Salahuddin Uno mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kedatangan BPN untuk menyampaikan dukacita atas meninggalnya penyelenggara pemilu dalam tugas. Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi, Ahmad Muzani, mengatakan, pertemuannya dengan KPU juga ingin mengetahui mengapa sampai banyak korban jiwa dalam pemilu kali ini.
Padahal tujuan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu 2019 digelar serentak adalah untuk menghemat anggaran negara. "Kami parpol pengusung pasangan Prabowo-Sandi datang menyampaikan dukacita, belasungkawa serta simpati atas banyaknya penyelenggara pemilu yang wafat," ujar Muzani di Gedung KPU, Jakarta, kemarin.
Menurutnya, dari keterangan KPU, pemerintah telah menyetujui pemberian santunan bagi petugas pemilu yang sakit dan wafat tersebut. "Kini upaya yang dilakukan adalah memberikan santunan kepada mereka yang meninggal dunia ataupun kepada mereka yang masih di rumah sakit," ucapnya.
Selain menyatakan dukacita, Muzani mengungkapkan pihaknya ingin mengecek dan memantau proses penghitungan suara yang dilakukan KPU. Ia mengatakan, BPN menilai suara rakyat yang telah disalurkan melalui pemilu kemarin penting untuk dikawal dan jangan sampai ada penyelewengan jumlah suara. "Suara rakyat Indonesia dalam pemilu adalah bentuk kedaulatan rakyat yang harus dihargai dan dijaga berapa pun jumlahnya," ujar dia.
Ketua KPU Arief Budiman pun menyampaikan ucapan terima kasih atas kunjungan BPN pada hari ini. KPU, lanjutnya, akan menampung seluruh masukan dan aspirasi yang disampaikan BPN. "Kami tetap melaksanakan pemilu dengan jujur dan adil. Masukannya kami catat dan respons dengan baik untuk ditindaklanjuti," imbuhnya.
Personel penyelenggara pemilu harus menggelar lima jenis pemilihan secara serentak pada 17 April lalu, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten kota. Mereka harus mendistribusikan undangan memilih, menyelenggarakan pemungutan suara hingga melakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara.
Akibatnya ratusan petugas KPPS bertumbangan, jatuh sakit karena kelelahan. Bahkan ada ratusan dari mereka meninggal dunia. Kondisi ini menjadi bahan evaluasi KPU. Salah satu poin yang turut dievaluasi nanti adalah besaran upah untuk petugas KPPS. “Tentu saja perlu kami evaluasi. Kami pertimbangkan kembali dalam pemilu berikutnya harus ada honor yang layak bagi penyelenggara pemilu di tingkat bawah,” kata Komisioner KPU Ilham Saputra di Jakarta kemarin.
Menurut dia, KPU sebenarnya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menaikkan upah petugas penyelenggara pemilu melalui anggaran Pemilu 2019 yang totalnya sekitar Rp25 triliun. Sebagian besar dari anggaran itu dialokasikan untuk honor bagi petugas di TPS. “Salah satu faktor yang membuat anggaran pemilu besar itu adalah honor untuk penyelenggara. Kami sebenarnya berusaha maksimal untuk menaikkannya, tapi kan anggarannya juga terbatas,” ujarnya.
Seperti dijelaskan Pasal 51 hingga Pasal 72 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, penyelenggara pemilu ad hoc terdiri atas tiga kelompok. Mereka adalah panitia pemilihan kecamatan (PPK), panitia pemungutan suara (PPS), dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).
PPK dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat kecamatan. Setiap kecamatan memiliki tiga anggota PPK. Sementara PPS dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di tingkat kelurahan/desa. Setiap kelurahan/desa memiliki tiga anggota PPS. Sementara KPPS dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu di tiap-tiap TPS. Jumlah mereka tujuh orang per TPS.
PPK dan PPS dibentuk oleh KPU kabupaten kota paling lama enam bulan sebelum penyelenggaraan pemilu dan dibubarkan paling lambat dua bulan setelah pemungutan suara. Sementara KPPS diangkat dan diberhentikan oleh PPS atas nama ketua KPU kabupaten/kota. Menurut data KPU, jumlah personel PPK seluruh Indonesia sebanyak 36.005 orang dan jumlah personel PPS sebanyak 250.212 orang.
Sementara jumlah personel KPPS secara nasional sebanyak 7.385.500 orang. Komisioner KPU Viryan Aziz mengungkapkan, jumlah KPPS yang meninggal dunia bertambah terus. Jika Rabu (24/4) sore diketahui ada 144 yang meninggal dunia dan 883 orang yang sakit, data terbaru menyebutkan jumlah personel penyelenggara pemilu yang meninggal mencapai 225 orang.
Mereka meninggal karena diduga bekerja nonstop untuk rekapitulasi hasil pemilu. "Sampai pukul 18.00 WIB, sudah 225 orang yang wafat dari penyelenggara pemilu. Kemudian 1.470 orang sakit karena terus bekerja dan dengan penuh dedikasi memastikan seluruh proses pemilu ini berjalan luber dan jurdil di semua TPS. Total ada 1.695 yang mengalami musibah," ucapnya di Gedung KPU Jakarta.
Menurut dia, banyaknya korban meninggal dan sakit karena pekerjaan petugas KPPS tak hanya saat hari pencoblosan, melainkan akumulatif sejak pembagian C6. "Memang ini pekerjaan yang cukup menyita energi dan waktu sehingga saking berdedikasinya mereka, kesehatannya tidak diperhatikan," ungkapnya.
BPN Kunjungi KPU
Sementara itu Badan Pemenangan Nasional (BPN) Capres-Cawapres Prabowo Subainto-Sandiaga Salahuddin Uno mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kedatangan BPN untuk menyampaikan dukacita atas meninggalnya penyelenggara pemilu dalam tugas. Wakil Ketua BPN Prabowo-Sandi, Ahmad Muzani, mengatakan, pertemuannya dengan KPU juga ingin mengetahui mengapa sampai banyak korban jiwa dalam pemilu kali ini.
Padahal tujuan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu 2019 digelar serentak adalah untuk menghemat anggaran negara. "Kami parpol pengusung pasangan Prabowo-Sandi datang menyampaikan dukacita, belasungkawa serta simpati atas banyaknya penyelenggara pemilu yang wafat," ujar Muzani di Gedung KPU, Jakarta, kemarin.
Menurutnya, dari keterangan KPU, pemerintah telah menyetujui pemberian santunan bagi petugas pemilu yang sakit dan wafat tersebut. "Kini upaya yang dilakukan adalah memberikan santunan kepada mereka yang meninggal dunia ataupun kepada mereka yang masih di rumah sakit," ucapnya.
Selain menyatakan dukacita, Muzani mengungkapkan pihaknya ingin mengecek dan memantau proses penghitungan suara yang dilakukan KPU. Ia mengatakan, BPN menilai suara rakyat yang telah disalurkan melalui pemilu kemarin penting untuk dikawal dan jangan sampai ada penyelewengan jumlah suara. "Suara rakyat Indonesia dalam pemilu adalah bentuk kedaulatan rakyat yang harus dihargai dan dijaga berapa pun jumlahnya," ujar dia.
Ketua KPU Arief Budiman pun menyampaikan ucapan terima kasih atas kunjungan BPN pada hari ini. KPU, lanjutnya, akan menampung seluruh masukan dan aspirasi yang disampaikan BPN. "Kami tetap melaksanakan pemilu dengan jujur dan adil. Masukannya kami catat dan respons dengan baik untuk ditindaklanjuti," imbuhnya.
(don)