Pilpres dan Tinju

Sabtu, 20 April 2019 - 07:31 WIB
Pilpres dan Tinju
Pilpres dan Tinju
A A A
Komaruddin Hidayat
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

ADA unsur persamaan dan perbedaan antara kontestasi pemilihan presiden dan kejuaraan tinju. Keduanya, masing-masing jagonya berusaha memenangkan pertandingan dengan merobohkan lawan.

Dalam panggung tinju, kadang sampai muka babak-belur dan berdarah. Ketika 12 ronde berakhir dan tak ada yang menang KO, berarti kemenangannya ditentukan dengan angka, maka petinju langsung mengangkat tangan mengklaim dirinya sebagai pemenang.

Mungkin itu ekspresi saking inginnya menjadi pemenang, atau untuk menghibur pendukungnya, atau mempengaruhi wasit. Namun, setelah dalam waktu yang singkat wasit mengumpulkan angka penilaian dan ketua tim mengumumkan pemenangnya, maka kedua petinju langsung mendekat berpelukan, meskipun badan masih berkeringat. Pertandingan berakhir, persahabatan tetap terjaga dan penonton pun bubar.

Tetapi dalam kontestasi pilpres tidaklah demikian. Dalam pilpres, proses dan tahapan konsolidasi, kampanye, dan psy-war berlangsung cukup lama. Masing-masing pendukung secara militan mencari dukungan massa berbulan-bulan. Semakin lama prosesnya, semakin mahal ongkosnya, dan semakin bernafsu untuk memenangkan pertandingan.

Jika kalah maka semakin sakit juga akibat yang dirasakan. Dalam pertandingan olahraga, kadang ada unsur ideologi yang terlibat, misalnya petinju kulit putih lawan kulit hitam, sehingga pendukung yang militan bagaikan sport jantung ketika menonton pertandingan.

Tetapi semua itu hanya berlangsung dalam hitungan jam, setelahnya dilupakan. Dalam politik yang melibatkan emosi, identitas dan ideologi keagamaan, persaingan dan perseteruan antarkubu yang bersaing, kadang bisa berlangsung lama dan laten.

Dari persaingan, berkembang menjadi perseteruan. Pengalaman di negara-negara Arab memberikan pelajaran mahal, mereka bertanding hanya siap menang, tetapi tidak siap kalah yang berujung pada bentrok senjata.

Akhirnya negara dan pemerintahan kacau, rakyat menderita, prestasi peradaban yang dirintis dan dibanggakan ratusan tahun musnah berantakan. Negara tetangga juga dibuat repot.

Kita baru saja melaksanakan hajatan nasional berupa pemilu. Pengamat asing bilang, It is the biggest one day election in the world. Hanya dalam sehari pemilih mencoblos lima kertas suara (ballot), pesertanya mendekati 200 juta tersebar ke sekian ribu pulau.

Belum lagi pemilih di luar negeri. Maka sangat logis di sana-sini terjadi kekurangan. Namun secara umum, pemilu ini berlangsung aman, damai, dan riang. Partisipasi warga sangat mengesankan.

Rakyat sudah letih mengikuti proses pemilu ini, mereka ingin segera mengakhirinya dengan sukses. Perpecahan sosial yang muncul akibat beda pilihan capres ingin segera diakhiri. Rakyat ingin kembali ke habitat semula yang cair, rukun, bebas bercanda apa saja. Bebas mengacungkan jari yang mana saja.

Karena demokrasi itu hakikatnya milik dan hajat rakyat yang difasilitasi oleh parpol, maka ketika rakyat melihat perilaku sekelompok orang yang tidak sabar mengikuti proses tahapan perhitungan suara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), lalu melontarkan provokasi dan hasutan, maka rakyat merasa kaget dan kecewa. Mereka merasa risih dan resah, di saat ingin memasuki tahap pasca pemilu yang damai, setelah berbulan-bulan rakyat terbelah dan dibelah oleh elite-elite politik.

Jika petinju yang senang adu fisik begitu cepat damai dan rekonsiliasi, mestinya para politisi itu lebih elegan dan santun mengawal proses pemilu ini sampai akhir. Siapa pun yang nantinya dinyatakan menang oleh KPU, kita terima dan dukung untuk bekerja memenuhi janji-janjinya selama kampanye demi meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menaikkan harkat dan martabat bangsa dalam pergaulan dunia.

Kini kita tunggu kebesaran dan ketulusan hati para politisi yang ikut bertanding dalam pemilu 17 April kemarin untuk menunjukkan sikapnya sebagai politisi-negarawan. Terlebih lagi ketika berpolitik membawa simbol dan identitas keagamaan, tunjukkan bahwa agama itu pilar kedamaian, kecerdasan, dan peradaban.
(poe)
Berita Terkait
Sejarah Pemilu di Indonesia...
Sejarah Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa, Info Penting untuk Tugas Sekolah
Penelitian: Partai Perindo...
Penelitian: Partai Perindo Sukses Curi Perhatian Masyarakat pada Pemilu 2019
Megawati Usul Tak Diubah,...
Megawati Usul Tak Diubah, Inilah Nomor Urut Parpol Peserta Pemilu 2019
LKPD 2019 Kota Salatiga...
LKPD 2019 Kota Salatiga Raih Opini WTP
Penyerahan Data Pemilu...
Penyerahan Data Pemilu 2019
Survei: 62,2% Pendukung...
Survei: 62,2% Pendukung di 2019 Tetap Loyal Pilih Prabowo di Pilpres 2024
Berita Terkini
Eksepsi dalam Perkara...
Eksepsi dalam Perkara Tipikor Atas Nama Tom Lembong
3 jam yang lalu
PMI Kirim Bantuan Kemanusiaan...
PMI Kirim Bantuan Kemanusiaan Senilai Rp800 Juta untuk Korban Gempa Myanmar
4 jam yang lalu
Arus Balik Lebaran Dimulai,...
Arus Balik Lebaran Dimulai, Tol Japek Arah Jakarta Macet Malam Ini
5 jam yang lalu
Arus Balik Lebaran,...
Arus Balik Lebaran, Jasamarga Berlakukan Diskon Tarif Tol Mulai Besok
6 jam yang lalu
H+1 Lebaran, Arus Balik...
H+1 Lebaran, Arus Balik Kendaraan lewat GT Cikampek Utama Mulai Meningkat
7 jam yang lalu
2 Pati Bintang 3 Polri...
2 Pati Bintang 3 Polri Dimutasi Sehari Sebelum Lebaran, Keduanya Baru Naik Pangkat Jadi Komjen
8 jam yang lalu
Infografis
2 Negara NATO akan Kirim...
2 Negara NATO akan Kirim Jet Tempur dan Kapal Perang ke Ukraina
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved