ICW Dorong Penuntasan PNS Terlibat Tipikor
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendukung langkah pemerintah untuk menuntaskan status pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat tindak pidana korupsi (tipikor).
ICW pun mendorong pemerintah agar cepat menuntaskannya mengingat masih banyak PNS yang terlibat tipikor dan belum diberhentikan. Seharusnya ada 2.357 PNS tipikor yang diberhentikan sejak tahun lalu. Namun, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), baru 1.114 PNS yang diberhentikan atau baru separuh yang sudah diputuskan diberhentikan.
”ICW dan change.org sudah melakukan audiensi dengan mendagri dan diterima oleh sekjen. Audiensi terkait dengan advokasi ihwal PNS korupsi yang belum dipecat. Ini merupakan bagian dari advokasi sejak awal yang ingin mendesak agar PNS korupsi segera dipecat,” kata peneliti ICW Tibiko Zabar di Kantor Kemendagri, Jakarta, akhir pekan lalu.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai salah satu yang menandatangani su rat keputusan bersama (SKB) percepatan pemberhentian PNS tipikor harus mengambil langkah sebab masih ada separuh dari 2.357 PNS yang belum diberhentikan. ”Kemendagri melalui sek jen memberikan respons positif. Kita punya kesamaan tujuan mendorong adanya percepatan terhadap PNS korupsi,” ungkapnya.
Menurut dia, dorongan ini bukan hanya berasal dari ICW, melainkan juga dari publik yang mendesak agar hal ini segera dituntaskan. Hal ini terlihat dari petisi melalui change.org yang hingga saat ini jumlahnya lebih dari 780.000 petisi. Pihaknya pun akan terus mengawal hal ini sampai tenggat akhir April nanti.
”Ini menunjukkan publik memiliki kepedulian yang tinggi. Rasa kegeraman bagaimana terpidana korupsi yang sudah mencuri uang, namun negara tetap menggaji mereka. Ini berpotensi menimbulkan kerugian negara yang kalau tidak diselesaikan akan terus membesar dari waktu ke waktu,” tandasnya.
Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan, memasuki bulan April ini, sudah sekitar 1.114 PNS yang terlibat kasus tipikor sudah diberhentikan. Instansi pusat maupun daerah pun diberikan waktu sampai akhir April ini untuk segera melakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap para PNS yang masih tersisa.
Ridwan mengatakan, dari jumlah PNS yang sudah diberhentikan itu, 58 di antaranya merupakan PNS dari instansi pusat. Sisanya 1.056 orang merupakan PNS instansi daerah. BKN pun masih terus mendorong agar PTDH dapat segera dilakukan. ”Banyak PPK (pejabat pembina kepegawaian) yang sebenarnya sudah siap mem-PTDH, namun mereka masih menunggu judicial review dan proses PTUN. Padahal, sebenarnya tidak perlu menunggu apa pun,” ungkapnya.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) pun telah mengeluarkan surat edaran (SE) terkait dengan PTDH PNS Tipikor. Jika sampai akhir April tidak juga dilakukan pemberhentian terhadap PNS tipikor, maka pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan pejabat yang berwenang (PyB) bakal terancam sanksi.
”Terhadap PPK dan PyB yang tidak melaksanakan penjatuhan PTDH dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan,” tandas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin dalam SE tersebut. SE tersebut dibuat agar pelaksanaan proses pemberhentian dapat dilakukan lebih mudah. Pemberhentian terhitung mulai tanggal (TMT) ditetapkan keputusan PTDH sebagai PNS. Selain itu, bagi PNS tipikor yang sebelumnya menjalani sanksi hukuman disiplin, harus segera dicabut untuk kemudian dilakukan PTDH.
Sementara itu, untuk PNS tipikor yang telah ditetapkan pemberhentian dengan hormat (PDH) karena mencapai usia pensiun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Apabila keputusan tersebut ditetapkan sebelum putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka tetap berlaku.
Namun, jika PDH setelah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka harus segera dicabut untuk kemudian ditetapkan keputusan PTDH. Dalam SE itu juga disebutkan bahwa daerah dapat mengunduh salinan putusan pengadilan melalui laman Direktori Mahkamah Agung atau Sistem lnformasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada pengadilan negeri setempat. (Dita Angga)
ICW pun mendorong pemerintah agar cepat menuntaskannya mengingat masih banyak PNS yang terlibat tipikor dan belum diberhentikan. Seharusnya ada 2.357 PNS tipikor yang diberhentikan sejak tahun lalu. Namun, berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara (BKN), baru 1.114 PNS yang diberhentikan atau baru separuh yang sudah diputuskan diberhentikan.
”ICW dan change.org sudah melakukan audiensi dengan mendagri dan diterima oleh sekjen. Audiensi terkait dengan advokasi ihwal PNS korupsi yang belum dipecat. Ini merupakan bagian dari advokasi sejak awal yang ingin mendesak agar PNS korupsi segera dipecat,” kata peneliti ICW Tibiko Zabar di Kantor Kemendagri, Jakarta, akhir pekan lalu.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai salah satu yang menandatangani su rat keputusan bersama (SKB) percepatan pemberhentian PNS tipikor harus mengambil langkah sebab masih ada separuh dari 2.357 PNS yang belum diberhentikan. ”Kemendagri melalui sek jen memberikan respons positif. Kita punya kesamaan tujuan mendorong adanya percepatan terhadap PNS korupsi,” ungkapnya.
Menurut dia, dorongan ini bukan hanya berasal dari ICW, melainkan juga dari publik yang mendesak agar hal ini segera dituntaskan. Hal ini terlihat dari petisi melalui change.org yang hingga saat ini jumlahnya lebih dari 780.000 petisi. Pihaknya pun akan terus mengawal hal ini sampai tenggat akhir April nanti.
”Ini menunjukkan publik memiliki kepedulian yang tinggi. Rasa kegeraman bagaimana terpidana korupsi yang sudah mencuri uang, namun negara tetap menggaji mereka. Ini berpotensi menimbulkan kerugian negara yang kalau tidak diselesaikan akan terus membesar dari waktu ke waktu,” tandasnya.
Kepala Biro (Karo) Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan, memasuki bulan April ini, sudah sekitar 1.114 PNS yang terlibat kasus tipikor sudah diberhentikan. Instansi pusat maupun daerah pun diberikan waktu sampai akhir April ini untuk segera melakukan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap para PNS yang masih tersisa.
Ridwan mengatakan, dari jumlah PNS yang sudah diberhentikan itu, 58 di antaranya merupakan PNS dari instansi pusat. Sisanya 1.056 orang merupakan PNS instansi daerah. BKN pun masih terus mendorong agar PTDH dapat segera dilakukan. ”Banyak PPK (pejabat pembina kepegawaian) yang sebenarnya sudah siap mem-PTDH, namun mereka masih menunggu judicial review dan proses PTUN. Padahal, sebenarnya tidak perlu menunggu apa pun,” ungkapnya.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) pun telah mengeluarkan surat edaran (SE) terkait dengan PTDH PNS Tipikor. Jika sampai akhir April tidak juga dilakukan pemberhentian terhadap PNS tipikor, maka pejabat pembina kepegawaian (PPK) dan pejabat yang berwenang (PyB) bakal terancam sanksi.
”Terhadap PPK dan PyB yang tidak melaksanakan penjatuhan PTDH dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian sementara tanpa memperoleh hak-hak jabatan,” tandas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Syafruddin dalam SE tersebut. SE tersebut dibuat agar pelaksanaan proses pemberhentian dapat dilakukan lebih mudah. Pemberhentian terhitung mulai tanggal (TMT) ditetapkan keputusan PTDH sebagai PNS. Selain itu, bagi PNS tipikor yang sebelumnya menjalani sanksi hukuman disiplin, harus segera dicabut untuk kemudian dilakukan PTDH.
Sementara itu, untuk PNS tipikor yang telah ditetapkan pemberhentian dengan hormat (PDH) karena mencapai usia pensiun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Apabila keputusan tersebut ditetapkan sebelum putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka tetap berlaku.
Namun, jika PDH setelah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka harus segera dicabut untuk kemudian ditetapkan keputusan PTDH. Dalam SE itu juga disebutkan bahwa daerah dapat mengunduh salinan putusan pengadilan melalui laman Direktori Mahkamah Agung atau Sistem lnformasi Penelusuran Perkara (SIPP) pada pengadilan negeri setempat. (Dita Angga)
(nfl)