Komisi Pemberantasan Korupsi Sita Rp47 Miliar dari 75 Pejabat
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan hampir 100 pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diduga menerima uang suap mencapai lebih dari Rp47 miliar dari sejumlah pengusaha terkait dengan berbagai proyek SPAM.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, sampai akhir Maret 2019, penyidik telah menyita uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah dan 13 mata uang asing dari 75 pejabat Kementerian ? PUPR ?terkait proyek-proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Dari 75 pejabat tersebut, 69 orang di antaranya merupakan pejabat yang telah mengembalikan uang ke KPK.
Rincian uang yang disita, ungkapnya, Rp33.466.729.500, USD481.600 (berdasarkan kurs BI tertanggal 1 April setara Rp6.887.843.200), 305.312 dolar Singapura (setara Rp3.227.566.117,4), 20.500 dolar Australia (setara Rp208.957.320), 147.240 dolar Hong Kong (setara Rp268.275.697,2), 30.825 Uero (setara Rp494.996.789,25), 4.000 Poundsterling (setara Rp74.524.880), 345.712 ringgit Malaysia (setara Rp1.213.341.949,3), 85.100 yuan Tiongkok (setara Rp181.135.350), 6.775.000 wong Korea Selatan (setara Rp85.568.250), 158.470 bath Thailand (setara Rp71.473.139,4), 901.000 yuan Jepang (setara Rp115.944.734,5), 38.000.000 dong Vietnam (setara Rp23.560.000), dan 1.800 shekel Israel (setara Rp7,1 juta).
“Semuanya sudah kami sita. Untuk valuta-valuta asing tadi kami sita dari safe deposit box salah satu pejabat Kementerian PUPR. KPK menduga pembagian uang dan penerimaan uang para pejabat Kementerian PUPR terjadi masal pada puluhan pejabat di sana terkait proyek sistem penyediaan air minum di Kementerian PUPR. Jadi, dari sini kita mengetahui bahwa aliran dana dan dugaan suap terhadap pejabat-pejabat Kementerian PUPR itu cukup masif,” tandas Febri di Jakarta, kemarin.
Jika dijumlahkan seluruh uang yang disita tersebut mencapai lebih dari Rp47 miliar. Febri mengatakan, penyitaan seluruh uang tersebut di atas terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap pengurusan proyek-proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan proyek-proyek pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) TA 2017-2018? dengan empat orang tersangka penerima suap.
Mereka adalah Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
“Jadi, cukup banyak pejabat-pejabat di Kementerian PUPR yang diduga sudah menerima aliran dana. Kami mengidentifikasi masih ada pejabat lain di Kementerian PUPR sudah pernah menerima aliran dana selain 75 tersebut,” tandasnya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengatakan, KPK sangat menyesalkan penerimaan uang oleh puluhan pejabat tersebut. Ada dua alasan kenapa hal tersebut perlu disesalkan. Pertama, ini terkait proyek yang sangat berhubungan dengan kepentingan publik yang proyek-proyek SPAM.
Kedua, seolah-olah pada saat penerimaan itu pengawasan dan pengendalian internal Kementerian PUPR tidak berjalan. Bagi KPK, kasus ini dan penerimaan uang oleh para pejabat Kementerian PUPR harus menjadi pelajaran penting di masa depan baik bagi Kementerian PUPR maupun kementerian, lembaga, dan instansi lain.
“Agar memaksimalkan pengawasan dan pengendalian internal agar hal-hal seperti ini tidak perlu terjadi, sampai aliran dana mengalir pada puluhan orang pejabat,” paparnya. Febri mengungkapkan, kepada para pejabat Kementerian PUPR selain 75 pejabat tadi, KPK kembali mengingatkan agar bersikap kooperatif dan mengembalikan atas uang-uang yang sebelumnya pernah diterima.
Sebab, sikap kooperatif tersebut merupakan langkah terbaik dan akan menjadi faktor yang meringankan dalam proses hukum.
“Penerimaan-penerimaan uang-uang yang kami sita dari 75 orang termasuk 69 orang yang mengembalikan itu ada yang berasal dari perusahaan-perusahaan lain selain dari PT WKE (PT Wijaya Kusuma Emindo) dan PT TSP (PT Tashida Sejahtera Perkasa),” ungkapnya.
Sebelumnya dalam persidangan empat terdakwa pemberi suap dari PT WKE dan PT TSP pada Senin (1/4), mereka menyampaikan ada penerimaan uang dengan total lebih dari Rp5,93 miliar kepada sekitar 10 orang pejabat Kementerian PUPR.
Empat saksi yang mengungkap penerimaan tersebut yakni Project Manager PT WKE Jemi Paundanan, staf Satuan Kerja SPAM Darurat Direktorat Jenderal Cipta Karya Dwi Wardana, Bendahara Satuan Kerja SPAM Strategis Ditjend Cipta Karya Asri Budiarti, dan Kasatker SPAM Sulawesi Tenggara 2015-2016 Ditjen Cipta Karya yang sekarang Kepala Bidang Cipta Karya Provinsi Sulawesi Tenggara Panca W Tolla.
Panca W Tolla mengaku, dirinya memang menjabat sebagai kepala Satker SPAM Sulawesi Tenggara periode 2015-2016. Sebagai kasatker, Panca bertanggungjawab pada Direktur Pengembangan SPAM Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR. Saat Panca bertugas, yang menjabat PPK yakni Firman Aksara dan bendahara yakni Mudar Faqih.
Panca mengatakan, pada 2015 dan 2016, PT WKE mengerjakan dua proyek. “Dari pekerjaan itu, ada saya terima total Rp1 miliar dan Rp50 juta. Itu saya terima secara bertahap beberapa kali. Kami (saya) anggap itu ucapan terima kasih. Dana itu dipakai untuk operasional karena kegiatan ini tanpa operasional pemeliharaan jaringan. Uangnya sudah kami (saya) kembalikan (ke KPK) tanggal 15 Maret kemarin,” ungkap Panca.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, sampai akhir Maret 2019, penyidik telah menyita uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah dan 13 mata uang asing dari 75 pejabat Kementerian ? PUPR ?terkait proyek-proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Dari 75 pejabat tersebut, 69 orang di antaranya merupakan pejabat yang telah mengembalikan uang ke KPK.
Rincian uang yang disita, ungkapnya, Rp33.466.729.500, USD481.600 (berdasarkan kurs BI tertanggal 1 April setara Rp6.887.843.200), 305.312 dolar Singapura (setara Rp3.227.566.117,4), 20.500 dolar Australia (setara Rp208.957.320), 147.240 dolar Hong Kong (setara Rp268.275.697,2), 30.825 Uero (setara Rp494.996.789,25), 4.000 Poundsterling (setara Rp74.524.880), 345.712 ringgit Malaysia (setara Rp1.213.341.949,3), 85.100 yuan Tiongkok (setara Rp181.135.350), 6.775.000 wong Korea Selatan (setara Rp85.568.250), 158.470 bath Thailand (setara Rp71.473.139,4), 901.000 yuan Jepang (setara Rp115.944.734,5), 38.000.000 dong Vietnam (setara Rp23.560.000), dan 1.800 shekel Israel (setara Rp7,1 juta).
“Semuanya sudah kami sita. Untuk valuta-valuta asing tadi kami sita dari safe deposit box salah satu pejabat Kementerian PUPR. KPK menduga pembagian uang dan penerimaan uang para pejabat Kementerian PUPR terjadi masal pada puluhan pejabat di sana terkait proyek sistem penyediaan air minum di Kementerian PUPR. Jadi, dari sini kita mengetahui bahwa aliran dana dan dugaan suap terhadap pejabat-pejabat Kementerian PUPR itu cukup masif,” tandas Febri di Jakarta, kemarin.
Jika dijumlahkan seluruh uang yang disita tersebut mencapai lebih dari Rp47 miliar. Febri mengatakan, penyitaan seluruh uang tersebut di atas terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap pengurusan proyek-proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan proyek-proyek pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) TA 2017-2018? dengan empat orang tersangka penerima suap.
Mereka adalah Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis/Pejabat Pembuat Komitmen PPK SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
“Jadi, cukup banyak pejabat-pejabat di Kementerian PUPR yang diduga sudah menerima aliran dana. Kami mengidentifikasi masih ada pejabat lain di Kementerian PUPR sudah pernah menerima aliran dana selain 75 tersebut,” tandasnya.
Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengatakan, KPK sangat menyesalkan penerimaan uang oleh puluhan pejabat tersebut. Ada dua alasan kenapa hal tersebut perlu disesalkan. Pertama, ini terkait proyek yang sangat berhubungan dengan kepentingan publik yang proyek-proyek SPAM.
Kedua, seolah-olah pada saat penerimaan itu pengawasan dan pengendalian internal Kementerian PUPR tidak berjalan. Bagi KPK, kasus ini dan penerimaan uang oleh para pejabat Kementerian PUPR harus menjadi pelajaran penting di masa depan baik bagi Kementerian PUPR maupun kementerian, lembaga, dan instansi lain.
“Agar memaksimalkan pengawasan dan pengendalian internal agar hal-hal seperti ini tidak perlu terjadi, sampai aliran dana mengalir pada puluhan orang pejabat,” paparnya. Febri mengungkapkan, kepada para pejabat Kementerian PUPR selain 75 pejabat tadi, KPK kembali mengingatkan agar bersikap kooperatif dan mengembalikan atas uang-uang yang sebelumnya pernah diterima.
Sebab, sikap kooperatif tersebut merupakan langkah terbaik dan akan menjadi faktor yang meringankan dalam proses hukum.
“Penerimaan-penerimaan uang-uang yang kami sita dari 75 orang termasuk 69 orang yang mengembalikan itu ada yang berasal dari perusahaan-perusahaan lain selain dari PT WKE (PT Wijaya Kusuma Emindo) dan PT TSP (PT Tashida Sejahtera Perkasa),” ungkapnya.
Sebelumnya dalam persidangan empat terdakwa pemberi suap dari PT WKE dan PT TSP pada Senin (1/4), mereka menyampaikan ada penerimaan uang dengan total lebih dari Rp5,93 miliar kepada sekitar 10 orang pejabat Kementerian PUPR.
Empat saksi yang mengungkap penerimaan tersebut yakni Project Manager PT WKE Jemi Paundanan, staf Satuan Kerja SPAM Darurat Direktorat Jenderal Cipta Karya Dwi Wardana, Bendahara Satuan Kerja SPAM Strategis Ditjend Cipta Karya Asri Budiarti, dan Kasatker SPAM Sulawesi Tenggara 2015-2016 Ditjen Cipta Karya yang sekarang Kepala Bidang Cipta Karya Provinsi Sulawesi Tenggara Panca W Tolla.
Panca W Tolla mengaku, dirinya memang menjabat sebagai kepala Satker SPAM Sulawesi Tenggara periode 2015-2016. Sebagai kasatker, Panca bertanggungjawab pada Direktur Pengembangan SPAM Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR. Saat Panca bertugas, yang menjabat PPK yakni Firman Aksara dan bendahara yakni Mudar Faqih.
Panca mengatakan, pada 2015 dan 2016, PT WKE mengerjakan dua proyek. “Dari pekerjaan itu, ada saya terima total Rp1 miliar dan Rp50 juta. Itu saya terima secara bertahap beberapa kali. Kami (saya) anggap itu ucapan terima kasih. Dana itu dipakai untuk operasional karena kegiatan ini tanpa operasional pemeliharaan jaringan. Uangnya sudah kami (saya) kembalikan (ke KPK) tanggal 15 Maret kemarin,” ungkap Panca.
(don)