Ini Jurusan yang Perlu Dikembangkan di Era Revolusi 4.0
A
A
A
Industri di era 4.0 sangat membutuhkan tenaga-tenaga yang menguasai IT. Agar mendapat kesempatan bekerja di industri yang serba digital ini, maka diperlukan jurusan kekinian untuk menjawab tantangan tersebut. Menristekdikti Mohammad Nasir mengatakan, kesiapan infrastruktur pendidikan terutama di perguruan tinggi memang sangat perlu disiapkan.
Sebab bukan hanya untuk menutupi kebutuhan dunia industri, melainkan untuk memenuhi perilaku generasi milenial yang berubah di dunia kerja saat ini. Generasi milenial, ujar Nasir, di dalam dunia kerja sangat menyukai menciptakan inovasi-inovasi baru. Mereka tertantang untuk berkembang karena generasi ini tidak mau bekerja di dalam status quo.
“Karena milenial ini pergerakannya tidak lagi pergerakan dengan deret hitung, tapi sudah eksponensial. Melompat-lompat sangat tinggi sekali. Maka lompatan ini harus diantisipasi dengan kesiapan infrastruktur,” katanya kepada KORAN SINDO. Mckinsey Global Institute meramalkan bahwa pada 2030 nanti 800 juta pekerjaan akan hilang karena beralih dengan teknologi.
Industri-industri pun pastinya akan bersiap membutuhkan tenaga-tenaga yang menguasai IT di masa depan. Menanggapi hal ini, Menristekdikti menyampaikan bahwa Kemenristekdikti mendorong semua perguruan tinggi mengembangkan jurusan di bidang sains dan teknologi khususnya bidang informatika.
Nasir mengatakan, perguruan tinggi pun menanggapi kebutuhan SDM yang piawai di bidang IT dengan responsif. Misalnya Institut Teknologi Bandung (ITB) mendirikan pusat penelitian yang dinamakan ITB Artificial Intelligence (AI) and Cloud Computing Innovation Center. Pusat riset ini pun selanjutnya akan dikembangkan lagi menjadi satu program studi baru, yakni prodi AI dan prodi komputasi awan.
Sedangkan Universitas Indonesia (UI) akan membuka pusat penelitian AI. Hal sama dilakukan Institut Teknologi Surabaya (ITS) akan membuka prodi yang sama. “Tidak hanya membangun infrastruktur, membangun SDM yang unggul dan berdaya saing di bidang iptek dalam menghadapi Industri 4.0 dan Society 5.0 merupakan fokus pemerintah tahun 2019,” ujarnya.
Nasir mengatakan melahirkan SDM yang mengerti IT itu sangat penting untuk menunjang industri, terutama perusahaan berbasis teknologi. Adanya fakta bahwa dari empat unicorn Indonesia, hanya satu unicorn membuka pusat penelitian di Indonesia menjadi alarm penting bagi negara. “Kenapa mereka tidak ada di Indonesia (pusat penelitian) karena mereka kesulitan mencari SDM yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” katanya.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) ini menyampaikan, pemerintah pun menjalin komunikasi dengan startup-startup unicorn tersebut agar bisa memberikan masukan dan saran pada pemerintah. Misalnya saja prodi-prodi atau kurikulum seperti apa yang mesti dibuat untuk menunjang kebutuhan mereka. Dia menilai perguruan tinggi memang harus digerakkan untuk terus berinovasi sesuai perkembangan zaman.
Jangan sampai perguruan tinggi tidak mau berkembang karena asyik dengan dunianya sendiri. “Apalagi dia sudah statusnya sudah mapan dan tidak mau berinovasi. Ini saya tidak mau. Ini harus kita dorong sebab tantangan ke depan bergerak lebih cepat,” katanya.
Nasir mengatakan, tidak hanya di bidang IT saja yang didorong pemerintah, namun juga teknologi lain, seperti halnya nano teknologi, teknologi kebencanaan, kemaritiman, pangan dan pertanian, terutama untuk memperkuat swasembada pangan. Menristekdikti mengapresiasi dunia industri yang sudah membuka sekolah sendiri untuk menunjang kebutuhan SDM-nya. Seperti politeknik bidang manufaktur, bidang pertekstilan, atau akademi perteveisian yang dibangun pihak swasta.
Sementara di Kemendikbud pun sudah bersiap menyongsong era 4.0. Misalnya pada International Symposium on Open, Distance and E-Learning 2018 (ISODEL), yang diselenggarakan di Bali menghasilkan 22 kesimpulan dan 20 rekomendasi untuk mewujudkan pendidikan 4.0 di Indonesia. Kesimpulan yang mengemuka ialah tentang proses dan model belajar perubahan di era pendidikan 4.0 adalah harus ada proses bermain, belajar, dan bekerja di dalam satu waktu yang sama.
Selain itu, juga strategi dan teknik belajar harus fokus pada pelajar dengan memanfaatkan teknologi digital dan pendekatan inovatif. Keterampilan TIK juga harus diajarkan di tingkat dasar karena TIK memiliki peran memperkuat keterampilan sains dan teknologi, permesinan, serta matematika. Selanjutnya juga diperlukan konten baru yang dibutuhkan siswa tanpa perlu mengubah kurikulum atau menambahkan pelajaran baru.
ISODEL juga memberikan rekomendasi untuk guru terdiri dari peningkatan kompetensi sesuai dengan standar, terutama dalam literasi digital untuk e-learning, e-administrasi, dan e-career. Guru juga harus aktif dalam komunitas guru melalui Kelompok Kerja Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, atau asosiasi guru khususnya di bidang TIK.
Kemudian rekomendasi untuk pemerintah daerah, yakni penerbitan kebijakan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 untuk pendidikan. Alokasi anggaran pendidikan sesuai dengan peraturan dan fokus pada penyediaan infrastruktur dan akses TIK. Selain itu, juga mengembangkan program yang memberikan lebih banyak kesempatan bagi para guru untuk meningkatkan kompetensi sesuai dengan tuntutan zaman, yakni Revolusi Industri 4.0 untuk pendidikan.
Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Kapustekkom) Kemendikbud Gogot Suharwoto mengatakan, Revolusi Industri 4.0 tidak hanya mendekati, tetapi sudah terjadi dan menjadi bagian dari kehidupan. “Pertanyaannya adalah bagaimana kita di sektor pendidikan mulai dari guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, pemerintah pusat dan daerah, serta pemangku kepentingan lainnya, agar dapat menyesuaikan dengan perubahan zaman yang cepat,” katanya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan, penguasaan teknologi digital adalah salah satu hal masih terbilang minim di Indonesia. Hal inilah harus diantisipasi dan diselesaikan pemerintah menjelang bonus demografi yang akan terjadi pada 2030 nanti.
Kalau kemajuan teknologi tidak dibarengi dengan keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi tersebut, maka Indonesia dikhawatirkan hanya akan menjadi penonton dan pangsa pasar produk asing.
“Perkembangan teknologi digital memunculkan banyak peluang ekonomi bagi masyarakat. Misalnya saja kini sudah banyak orang memanfaatkan platform sosial media untuk berjualan atau menawarkan jasa. Ke depan hal ini akan semakin berkembang dan menampilkan banyak peluang,” katanya
Sebab bukan hanya untuk menutupi kebutuhan dunia industri, melainkan untuk memenuhi perilaku generasi milenial yang berubah di dunia kerja saat ini. Generasi milenial, ujar Nasir, di dalam dunia kerja sangat menyukai menciptakan inovasi-inovasi baru. Mereka tertantang untuk berkembang karena generasi ini tidak mau bekerja di dalam status quo.
“Karena milenial ini pergerakannya tidak lagi pergerakan dengan deret hitung, tapi sudah eksponensial. Melompat-lompat sangat tinggi sekali. Maka lompatan ini harus diantisipasi dengan kesiapan infrastruktur,” katanya kepada KORAN SINDO. Mckinsey Global Institute meramalkan bahwa pada 2030 nanti 800 juta pekerjaan akan hilang karena beralih dengan teknologi.
Industri-industri pun pastinya akan bersiap membutuhkan tenaga-tenaga yang menguasai IT di masa depan. Menanggapi hal ini, Menristekdikti menyampaikan bahwa Kemenristekdikti mendorong semua perguruan tinggi mengembangkan jurusan di bidang sains dan teknologi khususnya bidang informatika.
Nasir mengatakan, perguruan tinggi pun menanggapi kebutuhan SDM yang piawai di bidang IT dengan responsif. Misalnya Institut Teknologi Bandung (ITB) mendirikan pusat penelitian yang dinamakan ITB Artificial Intelligence (AI) and Cloud Computing Innovation Center. Pusat riset ini pun selanjutnya akan dikembangkan lagi menjadi satu program studi baru, yakni prodi AI dan prodi komputasi awan.
Sedangkan Universitas Indonesia (UI) akan membuka pusat penelitian AI. Hal sama dilakukan Institut Teknologi Surabaya (ITS) akan membuka prodi yang sama. “Tidak hanya membangun infrastruktur, membangun SDM yang unggul dan berdaya saing di bidang iptek dalam menghadapi Industri 4.0 dan Society 5.0 merupakan fokus pemerintah tahun 2019,” ujarnya.
Nasir mengatakan melahirkan SDM yang mengerti IT itu sangat penting untuk menunjang industri, terutama perusahaan berbasis teknologi. Adanya fakta bahwa dari empat unicorn Indonesia, hanya satu unicorn membuka pusat penelitian di Indonesia menjadi alarm penting bagi negara. “Kenapa mereka tidak ada di Indonesia (pusat penelitian) karena mereka kesulitan mencari SDM yang sesuai dengan kebutuhan mereka,” katanya.
Mantan Rektor Universitas Diponegoro (Undip) ini menyampaikan, pemerintah pun menjalin komunikasi dengan startup-startup unicorn tersebut agar bisa memberikan masukan dan saran pada pemerintah. Misalnya saja prodi-prodi atau kurikulum seperti apa yang mesti dibuat untuk menunjang kebutuhan mereka. Dia menilai perguruan tinggi memang harus digerakkan untuk terus berinovasi sesuai perkembangan zaman.
Jangan sampai perguruan tinggi tidak mau berkembang karena asyik dengan dunianya sendiri. “Apalagi dia sudah statusnya sudah mapan dan tidak mau berinovasi. Ini saya tidak mau. Ini harus kita dorong sebab tantangan ke depan bergerak lebih cepat,” katanya.
Nasir mengatakan, tidak hanya di bidang IT saja yang didorong pemerintah, namun juga teknologi lain, seperti halnya nano teknologi, teknologi kebencanaan, kemaritiman, pangan dan pertanian, terutama untuk memperkuat swasembada pangan. Menristekdikti mengapresiasi dunia industri yang sudah membuka sekolah sendiri untuk menunjang kebutuhan SDM-nya. Seperti politeknik bidang manufaktur, bidang pertekstilan, atau akademi perteveisian yang dibangun pihak swasta.
Sementara di Kemendikbud pun sudah bersiap menyongsong era 4.0. Misalnya pada International Symposium on Open, Distance and E-Learning 2018 (ISODEL), yang diselenggarakan di Bali menghasilkan 22 kesimpulan dan 20 rekomendasi untuk mewujudkan pendidikan 4.0 di Indonesia. Kesimpulan yang mengemuka ialah tentang proses dan model belajar perubahan di era pendidikan 4.0 adalah harus ada proses bermain, belajar, dan bekerja di dalam satu waktu yang sama.
Selain itu, juga strategi dan teknik belajar harus fokus pada pelajar dengan memanfaatkan teknologi digital dan pendekatan inovatif. Keterampilan TIK juga harus diajarkan di tingkat dasar karena TIK memiliki peran memperkuat keterampilan sains dan teknologi, permesinan, serta matematika. Selanjutnya juga diperlukan konten baru yang dibutuhkan siswa tanpa perlu mengubah kurikulum atau menambahkan pelajaran baru.
ISODEL juga memberikan rekomendasi untuk guru terdiri dari peningkatan kompetensi sesuai dengan standar, terutama dalam literasi digital untuk e-learning, e-administrasi, dan e-career. Guru juga harus aktif dalam komunitas guru melalui Kelompok Kerja Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, atau asosiasi guru khususnya di bidang TIK.
Kemudian rekomendasi untuk pemerintah daerah, yakni penerbitan kebijakan yang mendukung Revolusi Industri 4.0 untuk pendidikan. Alokasi anggaran pendidikan sesuai dengan peraturan dan fokus pada penyediaan infrastruktur dan akses TIK. Selain itu, juga mengembangkan program yang memberikan lebih banyak kesempatan bagi para guru untuk meningkatkan kompetensi sesuai dengan tuntutan zaman, yakni Revolusi Industri 4.0 untuk pendidikan.
Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Kapustekkom) Kemendikbud Gogot Suharwoto mengatakan, Revolusi Industri 4.0 tidak hanya mendekati, tetapi sudah terjadi dan menjadi bagian dari kehidupan. “Pertanyaannya adalah bagaimana kita di sektor pendidikan mulai dari guru, kepala sekolah, dinas pendidikan, pemerintah pusat dan daerah, serta pemangku kepentingan lainnya, agar dapat menyesuaikan dengan perubahan zaman yang cepat,” katanya.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Novani Karina Saputri mengatakan, penguasaan teknologi digital adalah salah satu hal masih terbilang minim di Indonesia. Hal inilah harus diantisipasi dan diselesaikan pemerintah menjelang bonus demografi yang akan terjadi pada 2030 nanti.
Kalau kemajuan teknologi tidak dibarengi dengan keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi tersebut, maka Indonesia dikhawatirkan hanya akan menjadi penonton dan pangsa pasar produk asing.
“Perkembangan teknologi digital memunculkan banyak peluang ekonomi bagi masyarakat. Misalnya saja kini sudah banyak orang memanfaatkan platform sosial media untuk berjualan atau menawarkan jasa. Ke depan hal ini akan semakin berkembang dan menampilkan banyak peluang,” katanya
(don)