Lisda Sundari Intens Perjuangkan Anak Jauh dari Rokok
A
A
A
Anak dan rokok seharusnya menjadi dua hal yang saling berjauhan. Namun miris, kini jumlah perokok anak justru semakin bertambah. Adalah Lisda Sundari yang intens memperjuangkan agar anak jauh dari rokok. Impiannya sederhana, yaitu kelak perokok usia anak-anak dapat berkurang. Menurut Lisda, dibutuhkan komitmen besar dan keberanian dalam memperjuangkan hak anak.
Bekerja di lembaga swadaya sekalipun tidaklah mudah. Butuh keseriusan dan cara jitu agar isu yang diperjuangkan didengar oleh pemerintah serta pencegahan yang selama ini digerakkan berhasil dilakukan. Melalui Yayasan Lentera Anak yang dipimpin dan didirikannya bersama sejumlah rekan, Lisda mengajak anak muda untuk berperan aktif dengan menjadi aktivis. Seperti apa kiprahnya? Inilah cerita Lisda mengenai Yayasan Lentera Anak serta aksi-aksi yang dilakukan.
Bagaimana Yayasan Lentera Anak berdiri?
Lentera Anak ada sejak 2011, namun belum berbadan hukum. Kegiatannya informal, belum serius terhadap satu masalah. Baru pada 2013 kami mulai berbadan hukum dan dikukuhkan menjadi wadah tempat kami mengabdi. Karena kami sebelumnya juga memiliki latar belakang relawan dan bekerja di lembaga yang menangani masalah anak.
Apa konsep Lentera Anak?
Apa yang kami lakukan sekarang berdasarkan pengamatan yang kami lihat sudah lama. Selama ini pendekatan sejumlah lembaga ada yang dilakukan seperti cara kerja pemadam kebakaran. Begitu ada kejadian, sebuah masalah, baru direspons.
Masuk pemberitaan media, tapi setelah itu dampaknya tidak berpengaruh pada kebijakan atau berdampak lebih besar. Kita sibuk mengurusi banyak masalah, hanya menyelesaikan layaknya pemadam kebakaran. Setelah itu tidak ada kelanjutannya. Kami berusaha bertindak dari mulai pencegahan.
Apakah Lentera Anak sudah fokus pada masalah anak sedari awal hadir dan fokus apalagi yang menjadi perhatian Anda?
Iya, memang kami selalu membahas tentang anak. Di dalam permasalahan anak ini kami akhirnya sampai pada satu pilihan, yakni kami harus mengejar sesuatu yang masih sepi. Kami berjuang di jalan sepi. Kalau mengenai kekerasan anak, kekerasan seksual pada anak, itu sudah terlalu ramai. Sudah banyak yang concern pada kasus seperti itu. Sudah ada kebijakan yang mengatur itu. Biarlah kami berada di isu yang senyap, yakni rokok karena kami melihat fenomena anak perokok terus meningkat setiap tahun.
Sejak 2011 sudah fokus pada rokok, terlebih dulu ada kasus anak di Sumatera Selatan usia dua tahun yang sehari menghabiskan empat bungkus rokok. Fenomena ini sampai dikenal hingga mancanegara. Banyak yang melihat ini lucu, tapi sebetulnya kan miris.
Kasus itu semakin meneguhkan kami untuk fokus pada masalah rokok dan anak. Inilah jalan yang dimaksud masih sepi, senyap. Pemerintah mengatur undang-undang tembakau saja masih abu-abu. Bukan berarti tidak ada.
LSM lain juga beberapa ada yang fokus pada rokok dan anak. Masih butuh banyak pemain yang serius dengan isu ini. Isu rokok ini juga yang membuat kami berbadan hukum. Kami menilai isu rokok cukup berisiko. Bukan hanya berbadan hukum, juga sistem intern kami harus kuat.
Dengan cara apa Lentera Anak melakukan vokasi kepada masyarakat?
Selama ini kita kalau berbicara mengenai rokok selalu menggunakan orang dewasa. Bagaimana orang dewasa menjunjung perlindungan anak dari bahaya merokok. Kami melihat harus ada cara lain dalam melakukan pendekatan, bukan lagi orang dewasa yang menyuarakan perlindungan anak dari rokok.
Namun, bagaimana memberdayakan anak untuk menyuarakan bahwa dirinya menolak menjadi target. Banyak kegiatan kami yang memberdayakan anak, buat pelatihan dengan mereka, kampanye, dan lain-lain.
Kami sepakat bahwa anak muda, remaja, itu adalah target market industri rokok. Mereka yang bakal meneruskan usaha rokok, yang di masa depan menjadi konsumen. Kami meyakini, jika yang bersuara anak muda, akan jauh lebih kuat. Mereka dengan mudah dapat menyampaikan pesan ini kepada sesama generasi mereka.
Apakah dengan menggunakan suara anak, tujuan Lentera Anak dapat tercapai, khususnya yang menyangkut kebijakan?
Pada awalnya banyak yang tidak percaya apakah suara anak muda ini dapat mengubah kebijakan. Karena sesungguhnya kalau kita membahas mengenai rokok, yang juga harus dibenahi adalah undang-undang. Suara anak muda mungkin bagi para pemangku kebijakan tidak didengar.
Namun, kami mencoba belajar dari negara lain. Suara anak muda juga kuat untuk dapat memengaruhi kebijakan. Dalam Undang- Undang Perlindungan Anak disebutkan pada salah satu poinnya, anak punya hak berpartisipasi dalam mengungkapkan pendapat. Itu jadi dasar kami.
Memang benar pemerintah belum terbiasa mendengar suara anak, tapi Indonesia punya payung hukum untuk melindungi anak-anak berpendapat. Apalagi sekarang SDG’s (sustainable development goals ) memberikan peluang untuk anak bersuara.
Pada 2-3 tahun terakhir sedang tren anak muda diberikan kesempatan untuk berbicara. Lembaga pemerintah juga sekarang punya forum anak muda untuk mengemukakan ide dan pendapatnya. Kami dulu sempat dianggap sebelah mata, tapi terbukti sebenarnya pemerintah mendengarkan suara anak.
Kami punya contoh konkret bagaimana anak muda me - lalui caranya sendiri mampu membuat perubahan. Anak bukan hanya dijadikan sebagai boneka untuk sebuah kampanye, tapi mereka menjadi subjek. Jadi, kami menguatkan isu di kalangan anak muda, mengajarkan mereka untuk mengubah noise menjadi voice .
Jadi, kalau mereka bermasalah dengan asap rokok, rokok murah, keberatan dengan banyak iklan rokok yang bertebaran di mana-mana, mereka harus diperkuat agar kegelisahan hati mereka itu bukan hanya menjadi bahan diskusi, hanya menjadi gosip di kalangan mereka, tetapi ini bisa menjadi suara yang dapat didengar oleh pemerintah.
Apa saja aksi yang pernah dilakukan Lentera Anak?
Pada Juli 2016 kami mengumpulkan sekitar 10.000 surat dari berbagai kota di Indonesia, siap untuk disampaikan kepada Presiden sebagai dukungan dari masyarakat agar Presiden Joko Widodo segera menyelamatkan bangsa Indonesia dari dampak rokok dengan aksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control).
Sebanyak 10.000 surat ini divisualkan menjadi pesawat kertas yang beterbangan dari berbagai penjuru kota di Indonesia dan mendarat di Istana Merdeka. Ke-10.000 surat ini dikumpulkan sejak April 2016 oleh 20 orang Pembaharu Muda dari 17 kota di Indonesia.
Mereka melakukan edukasi, kampanye, dan mengumpulkan surat untuk Presiden di komunitas, organisasi, sekolah, kampus, taman kota, event car free day, dan lain-lain. Kemudian kampanye ini menyebar dan surat-surat berdatangan dari tempat lain seperti Banda Aceh hingga Jayapura.
Suratsurat juga terkumpul secara online dan melalui PO Box 1124 JKS 12011. Beragam surat tersebut menyampaikan harapan dan dukungan kepada Presiden Joko Widodo agar membuat aturan yang ketat terhadap pengendalian tembakau, melalui aksesi terhadap FCTC untuk melindungi generasi kini dan mendatang.
Dengan mengaksesi FCTC, kami berharap pemerintah berkomitmen membuat aturan yang lebih ketat dalam pengendalian tembakau. Penjualan rokok dibatasi hanya di tempat-tempat tertentu dan harga rokok dinaikkan supaya tidak mudah dibeli oleh masyarakat.
Penjual dilarang menjual rokok kepada anak-anak dan pelanggaran terhadap hal ini harus diberikan sanksi yang keras. Setelah hadirnya surat untuk Presiden itu memang ada sejumlah kebijakan yang dibuat Presiden. Memang tidak banyak berubah, tapi kami patut bersyukur pada zaman pemerintahan sekarang akhirnya dibahas mengenai tembakau.
Sebelumnya belum pernah dibahas hingga setingkat menteri. Pasca aksi ini, ada komitmen yang diungkapkan Presiden, yaitu menaikkan cukai tembakau impor, menaikkan cukai rokok, juga memperjelas kawasan tanpa rokok sebagai syarat kota layak anak.
Meskipun pada 2018 ada data dari Kementerian Kesehatan yang menyebut bahwa jumlah prevalensi perokok anak meningkat. Artinya, komitmen seperti itu sudah cukup dan kini memang harus ada kebijakan tegas dari pemerintah.
Aksi surat itu juga berdampak sekali dengan banyaknya kawasan tanpa rokok karena setiap daerah mengincar predikat Kota Layak Anak yang diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPA). Syaratnya, kota tersebut harus banyak kawasan tanpa rokok dan bersih dari iklan rokok.
Jadi, tujuan Lentera Anak adalah mengajak anak muda untuk mengikuti kampanye yang Lentera Anak lakukan?
Kami berharap pemerintah bisa lebih mendengar suara anak. Apa yang mereka sampaikan merupakan masalah yang mereka alami sendiri dan permasalahan sehari-hari. Tinggal bagaimana kita membantu mereka untuk bersuara atas masalah mereka agar didengar oleh pemerintah.
Seperti seorang anak dari Sawahlunto, Sumatera Barat. Kami dampingi anak itu untuk bertemu wali kota. Mereka menunjukkan hasil tangkapan mereka di sejumlah titik yang masih ada iklan rokok. Wali kota ternyata terkejut dan baru menyadari ternyata itu iklan rokok.
Karena iklan rokok selalu memunculkan gambar yang indah, seperti pemandangan anak, aktivitas anak muda. Anak muda sudah seperti informan yang sering mengirim foto wilayah mana saja yang ada iklan rokok. Kami percaya, banyak pemimpin daerah yang sebenarnya punya kepekaan, tapi selama ini tidak mendapat masukan informasi mengenai masalah ini.
Bekerja di lembaga swadaya sekalipun tidaklah mudah. Butuh keseriusan dan cara jitu agar isu yang diperjuangkan didengar oleh pemerintah serta pencegahan yang selama ini digerakkan berhasil dilakukan. Melalui Yayasan Lentera Anak yang dipimpin dan didirikannya bersama sejumlah rekan, Lisda mengajak anak muda untuk berperan aktif dengan menjadi aktivis. Seperti apa kiprahnya? Inilah cerita Lisda mengenai Yayasan Lentera Anak serta aksi-aksi yang dilakukan.
Bagaimana Yayasan Lentera Anak berdiri?
Lentera Anak ada sejak 2011, namun belum berbadan hukum. Kegiatannya informal, belum serius terhadap satu masalah. Baru pada 2013 kami mulai berbadan hukum dan dikukuhkan menjadi wadah tempat kami mengabdi. Karena kami sebelumnya juga memiliki latar belakang relawan dan bekerja di lembaga yang menangani masalah anak.
Apa konsep Lentera Anak?
Apa yang kami lakukan sekarang berdasarkan pengamatan yang kami lihat sudah lama. Selama ini pendekatan sejumlah lembaga ada yang dilakukan seperti cara kerja pemadam kebakaran. Begitu ada kejadian, sebuah masalah, baru direspons.
Masuk pemberitaan media, tapi setelah itu dampaknya tidak berpengaruh pada kebijakan atau berdampak lebih besar. Kita sibuk mengurusi banyak masalah, hanya menyelesaikan layaknya pemadam kebakaran. Setelah itu tidak ada kelanjutannya. Kami berusaha bertindak dari mulai pencegahan.
Apakah Lentera Anak sudah fokus pada masalah anak sedari awal hadir dan fokus apalagi yang menjadi perhatian Anda?
Iya, memang kami selalu membahas tentang anak. Di dalam permasalahan anak ini kami akhirnya sampai pada satu pilihan, yakni kami harus mengejar sesuatu yang masih sepi. Kami berjuang di jalan sepi. Kalau mengenai kekerasan anak, kekerasan seksual pada anak, itu sudah terlalu ramai. Sudah banyak yang concern pada kasus seperti itu. Sudah ada kebijakan yang mengatur itu. Biarlah kami berada di isu yang senyap, yakni rokok karena kami melihat fenomena anak perokok terus meningkat setiap tahun.
Sejak 2011 sudah fokus pada rokok, terlebih dulu ada kasus anak di Sumatera Selatan usia dua tahun yang sehari menghabiskan empat bungkus rokok. Fenomena ini sampai dikenal hingga mancanegara. Banyak yang melihat ini lucu, tapi sebetulnya kan miris.
Kasus itu semakin meneguhkan kami untuk fokus pada masalah rokok dan anak. Inilah jalan yang dimaksud masih sepi, senyap. Pemerintah mengatur undang-undang tembakau saja masih abu-abu. Bukan berarti tidak ada.
LSM lain juga beberapa ada yang fokus pada rokok dan anak. Masih butuh banyak pemain yang serius dengan isu ini. Isu rokok ini juga yang membuat kami berbadan hukum. Kami menilai isu rokok cukup berisiko. Bukan hanya berbadan hukum, juga sistem intern kami harus kuat.
Dengan cara apa Lentera Anak melakukan vokasi kepada masyarakat?
Selama ini kita kalau berbicara mengenai rokok selalu menggunakan orang dewasa. Bagaimana orang dewasa menjunjung perlindungan anak dari bahaya merokok. Kami melihat harus ada cara lain dalam melakukan pendekatan, bukan lagi orang dewasa yang menyuarakan perlindungan anak dari rokok.
Namun, bagaimana memberdayakan anak untuk menyuarakan bahwa dirinya menolak menjadi target. Banyak kegiatan kami yang memberdayakan anak, buat pelatihan dengan mereka, kampanye, dan lain-lain.
Kami sepakat bahwa anak muda, remaja, itu adalah target market industri rokok. Mereka yang bakal meneruskan usaha rokok, yang di masa depan menjadi konsumen. Kami meyakini, jika yang bersuara anak muda, akan jauh lebih kuat. Mereka dengan mudah dapat menyampaikan pesan ini kepada sesama generasi mereka.
Apakah dengan menggunakan suara anak, tujuan Lentera Anak dapat tercapai, khususnya yang menyangkut kebijakan?
Pada awalnya banyak yang tidak percaya apakah suara anak muda ini dapat mengubah kebijakan. Karena sesungguhnya kalau kita membahas mengenai rokok, yang juga harus dibenahi adalah undang-undang. Suara anak muda mungkin bagi para pemangku kebijakan tidak didengar.
Namun, kami mencoba belajar dari negara lain. Suara anak muda juga kuat untuk dapat memengaruhi kebijakan. Dalam Undang- Undang Perlindungan Anak disebutkan pada salah satu poinnya, anak punya hak berpartisipasi dalam mengungkapkan pendapat. Itu jadi dasar kami.
Memang benar pemerintah belum terbiasa mendengar suara anak, tapi Indonesia punya payung hukum untuk melindungi anak-anak berpendapat. Apalagi sekarang SDG’s (sustainable development goals ) memberikan peluang untuk anak bersuara.
Pada 2-3 tahun terakhir sedang tren anak muda diberikan kesempatan untuk berbicara. Lembaga pemerintah juga sekarang punya forum anak muda untuk mengemukakan ide dan pendapatnya. Kami dulu sempat dianggap sebelah mata, tapi terbukti sebenarnya pemerintah mendengarkan suara anak.
Kami punya contoh konkret bagaimana anak muda me - lalui caranya sendiri mampu membuat perubahan. Anak bukan hanya dijadikan sebagai boneka untuk sebuah kampanye, tapi mereka menjadi subjek. Jadi, kami menguatkan isu di kalangan anak muda, mengajarkan mereka untuk mengubah noise menjadi voice .
Jadi, kalau mereka bermasalah dengan asap rokok, rokok murah, keberatan dengan banyak iklan rokok yang bertebaran di mana-mana, mereka harus diperkuat agar kegelisahan hati mereka itu bukan hanya menjadi bahan diskusi, hanya menjadi gosip di kalangan mereka, tetapi ini bisa menjadi suara yang dapat didengar oleh pemerintah.
Apa saja aksi yang pernah dilakukan Lentera Anak?
Pada Juli 2016 kami mengumpulkan sekitar 10.000 surat dari berbagai kota di Indonesia, siap untuk disampaikan kepada Presiden sebagai dukungan dari masyarakat agar Presiden Joko Widodo segera menyelamatkan bangsa Indonesia dari dampak rokok dengan aksesi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control).
Sebanyak 10.000 surat ini divisualkan menjadi pesawat kertas yang beterbangan dari berbagai penjuru kota di Indonesia dan mendarat di Istana Merdeka. Ke-10.000 surat ini dikumpulkan sejak April 2016 oleh 20 orang Pembaharu Muda dari 17 kota di Indonesia.
Mereka melakukan edukasi, kampanye, dan mengumpulkan surat untuk Presiden di komunitas, organisasi, sekolah, kampus, taman kota, event car free day, dan lain-lain. Kemudian kampanye ini menyebar dan surat-surat berdatangan dari tempat lain seperti Banda Aceh hingga Jayapura.
Suratsurat juga terkumpul secara online dan melalui PO Box 1124 JKS 12011. Beragam surat tersebut menyampaikan harapan dan dukungan kepada Presiden Joko Widodo agar membuat aturan yang ketat terhadap pengendalian tembakau, melalui aksesi terhadap FCTC untuk melindungi generasi kini dan mendatang.
Dengan mengaksesi FCTC, kami berharap pemerintah berkomitmen membuat aturan yang lebih ketat dalam pengendalian tembakau. Penjualan rokok dibatasi hanya di tempat-tempat tertentu dan harga rokok dinaikkan supaya tidak mudah dibeli oleh masyarakat.
Penjual dilarang menjual rokok kepada anak-anak dan pelanggaran terhadap hal ini harus diberikan sanksi yang keras. Setelah hadirnya surat untuk Presiden itu memang ada sejumlah kebijakan yang dibuat Presiden. Memang tidak banyak berubah, tapi kami patut bersyukur pada zaman pemerintahan sekarang akhirnya dibahas mengenai tembakau.
Sebelumnya belum pernah dibahas hingga setingkat menteri. Pasca aksi ini, ada komitmen yang diungkapkan Presiden, yaitu menaikkan cukai tembakau impor, menaikkan cukai rokok, juga memperjelas kawasan tanpa rokok sebagai syarat kota layak anak.
Meskipun pada 2018 ada data dari Kementerian Kesehatan yang menyebut bahwa jumlah prevalensi perokok anak meningkat. Artinya, komitmen seperti itu sudah cukup dan kini memang harus ada kebijakan tegas dari pemerintah.
Aksi surat itu juga berdampak sekali dengan banyaknya kawasan tanpa rokok karena setiap daerah mengincar predikat Kota Layak Anak yang diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPA). Syaratnya, kota tersebut harus banyak kawasan tanpa rokok dan bersih dari iklan rokok.
Jadi, tujuan Lentera Anak adalah mengajak anak muda untuk mengikuti kampanye yang Lentera Anak lakukan?
Kami berharap pemerintah bisa lebih mendengar suara anak. Apa yang mereka sampaikan merupakan masalah yang mereka alami sendiri dan permasalahan sehari-hari. Tinggal bagaimana kita membantu mereka untuk bersuara atas masalah mereka agar didengar oleh pemerintah.
Seperti seorang anak dari Sawahlunto, Sumatera Barat. Kami dampingi anak itu untuk bertemu wali kota. Mereka menunjukkan hasil tangkapan mereka di sejumlah titik yang masih ada iklan rokok. Wali kota ternyata terkejut dan baru menyadari ternyata itu iklan rokok.
Karena iklan rokok selalu memunculkan gambar yang indah, seperti pemandangan anak, aktivitas anak muda. Anak muda sudah seperti informan yang sering mengirim foto wilayah mana saja yang ada iklan rokok. Kami percaya, banyak pemimpin daerah yang sebenarnya punya kepekaan, tapi selama ini tidak mendapat masukan informasi mengenai masalah ini.
(don)