Divonis Bersalah, Kuasa Hukum Billy Sindoro Pertimbangkan Banding
A
A
A
BANDUNG - Tim penasihat hukum Billy Sindoro sangat menyayangkan persidangan kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta berlangsung dengan stigma 'pasti bersalah'. Padahal seharusnya majelis hakim yang memimpin persidangan bisa melepaskan diri dari stigma itu.
Penasihat Hukum Billy Sindoro, Ervin Lubis mengatakan kliennya sepantasnya menjalani sidang dengan stigma 'belum tentu bersalah' dan fakta-fakta persidangan sangat jelas membuktikan Billy Sindoro tidak memiliki peran (melakukan suap).
Billy, kata Ervin, bahkan tidak terlibat dan tidak mengambil alih proses pengurusan perizinan proyek Meikarta sehingga Billy Sindoro seharusnya dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan.
Ervin mengatakan kliennya selayaknya bebas dari semua dakwaan dan tuntutan. Pasalnya, tidak ada fakta persidangan yang membuktikan dakwaan yang diarahkan kepada kliennya itu.
"Peran Billy Sindoro dalam proses pemberian uang kepada pejabat dan aparat Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar tidak pernah terbukti karena semua saksi kunci menyatakan tidak pernah melihat, bertemu, berbicara dengan Billy Sindoro tentang pemberian/penyediaan uang untuk pejabat dan aparat," ujar Ervin seusai persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (5/3/2019).
"Alat bukti yang diajukan dalam persidangan tidak ada yang membuktikan hal itu (Billy melakukan suap). Oleh karenanya, demi mencari keadilan, kami mengarahkan klien kami, Billy Sindoro untuk mempertimbangkan banding," jelas dia.
Ervin menuturkan Billy ditangkap dan dijadikan tersangka bukan karena operasi tangkap tangan (OTT) KPK melainkan karena keterangan "de auditu" dari Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen. (Baca juga: Nama James Riady Kembali Disebut di Sidang Perkara Suap Meikarta)
Keterangan "de auditu" adalah keterangan yang hanya didasarkan pada informasi dari mereka berdua, yang tidak pernah bisa dibuktikan ada perintah atau instruksi riil dari Billy Sindoro.
"Keterangan tersebut telah diperjelas dan ditegaskan saat Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen menjadi saksi di persidangan. Fakta ini seharusnya menjadi pertimbangan Majelis untuk membebaskan Billy Sindoro," tutur Ervin yang membela Billy bersama tim A Satria Pammusurang, Alfried Marsel, dan Muhammad Iqbal.
Ervin mengungkapkan butir-butir kesimpulan sidang antara lain bahwa Billy Sindoro adalah mantan eksekutif di Siloam Hospitals dan sudah pensiun pada 2015, bukan eksekutif di proyek Meikarta (PT Mahkota Sentosa Utama) maupun di PT Lippo Cikarang dan PT Lippo Karawaci.
Tim perizinan Meikarta, lanjut Ervin, hanya ada satu yaitu di bawah kepemimpinan Edi Soesianto yang tidak dikenal oleh Billy Sindoro. Bahwa ada tim lain, yaitu konsultan independen yang membantu pengurusan izin Meikarta, pimpinannya adalah Fitradjaja Purnama.
"Harap diingat, di persidangan terbukti, sebagai konsultan, Fitradjaja dan Henry Jasmen tidak di bawah perintah Billy Sindoro. Keduanya bahkan menjelaskan tidak memiliki hubungan kerja dengan Billy Sindoro,” tandas Ervin.
Dia menegaskan sebanyak 93 saksi yang telah diperiksa penyidik dan 53 orang saksi dan alat bukti yang dihadirkan di persidangan tidak satu pun membuktikan keterlibatan Billy Sindoro dalam proses pemberian uang untuk pengurusan perizinan Meikarta.
Menurutnya Billy Sindoro tidak pernah tahu dan tidak menduga bahwa pengurusan perizinan Meikarta yang dilakukan oleh Fitradjaja Purnama dan Henry Jasmen akan berujung pada pemberian uang kepada pejabat dan aparat terkait.
Tiga konsultan independen itu, Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi, terbukti memiliki peran dan melakukan pemberian uang sebagaimana didakwakan. Namun mereka mengungkapkan terpaksa memberikan uang/janji kepada sejumlah pejabat dan aparat terkait karena ada tindakan pemerasan.
Sebaliknya, Billy Sindoro dalam persidangan tidak terbukti memberikan uang atau menjanjikan sesuatu kepada pejabat dan aparat, dan tidak mengarahkan/memerintahkan siapapun untuk melakukan pemberian uang kepada pejabat dan aparat, terkait perizinan Meikarta.
"Sehingga, dakwaan tentang keterlibatan Billy Sindoro dalam pemberian uang Rp16,2 Miliar dan SGD270 ribu sangat jelas tidak terbukti,” kata Ervin Lubis.
Diketahui, majelis hakim memvonis empat terdakwa pemberi suap dalam kasus suap perizinan Meikarta divonis dengan hukuman bervariasi. Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair 1 tahun penjara.
Fitradjaja dan Taryudi divonis 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair 1 bulan. Sedangkan terdakwa Henry Jasmen divonis 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan.
Penasihat Hukum Billy Sindoro, Ervin Lubis mengatakan kliennya sepantasnya menjalani sidang dengan stigma 'belum tentu bersalah' dan fakta-fakta persidangan sangat jelas membuktikan Billy Sindoro tidak memiliki peran (melakukan suap).
Billy, kata Ervin, bahkan tidak terlibat dan tidak mengambil alih proses pengurusan perizinan proyek Meikarta sehingga Billy Sindoro seharusnya dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan.
Ervin mengatakan kliennya selayaknya bebas dari semua dakwaan dan tuntutan. Pasalnya, tidak ada fakta persidangan yang membuktikan dakwaan yang diarahkan kepada kliennya itu.
"Peran Billy Sindoro dalam proses pemberian uang kepada pejabat dan aparat Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar tidak pernah terbukti karena semua saksi kunci menyatakan tidak pernah melihat, bertemu, berbicara dengan Billy Sindoro tentang pemberian/penyediaan uang untuk pejabat dan aparat," ujar Ervin seusai persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (5/3/2019).
"Alat bukti yang diajukan dalam persidangan tidak ada yang membuktikan hal itu (Billy melakukan suap). Oleh karenanya, demi mencari keadilan, kami mengarahkan klien kami, Billy Sindoro untuk mempertimbangkan banding," jelas dia.
Ervin menuturkan Billy ditangkap dan dijadikan tersangka bukan karena operasi tangkap tangan (OTT) KPK melainkan karena keterangan "de auditu" dari Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen. (Baca juga: Nama James Riady Kembali Disebut di Sidang Perkara Suap Meikarta)
Keterangan "de auditu" adalah keterangan yang hanya didasarkan pada informasi dari mereka berdua, yang tidak pernah bisa dibuktikan ada perintah atau instruksi riil dari Billy Sindoro.
"Keterangan tersebut telah diperjelas dan ditegaskan saat Fitradjaja Purnama dan Hendry Jasmen menjadi saksi di persidangan. Fakta ini seharusnya menjadi pertimbangan Majelis untuk membebaskan Billy Sindoro," tutur Ervin yang membela Billy bersama tim A Satria Pammusurang, Alfried Marsel, dan Muhammad Iqbal.
Ervin mengungkapkan butir-butir kesimpulan sidang antara lain bahwa Billy Sindoro adalah mantan eksekutif di Siloam Hospitals dan sudah pensiun pada 2015, bukan eksekutif di proyek Meikarta (PT Mahkota Sentosa Utama) maupun di PT Lippo Cikarang dan PT Lippo Karawaci.
Tim perizinan Meikarta, lanjut Ervin, hanya ada satu yaitu di bawah kepemimpinan Edi Soesianto yang tidak dikenal oleh Billy Sindoro. Bahwa ada tim lain, yaitu konsultan independen yang membantu pengurusan izin Meikarta, pimpinannya adalah Fitradjaja Purnama.
"Harap diingat, di persidangan terbukti, sebagai konsultan, Fitradjaja dan Henry Jasmen tidak di bawah perintah Billy Sindoro. Keduanya bahkan menjelaskan tidak memiliki hubungan kerja dengan Billy Sindoro,” tandas Ervin.
Dia menegaskan sebanyak 93 saksi yang telah diperiksa penyidik dan 53 orang saksi dan alat bukti yang dihadirkan di persidangan tidak satu pun membuktikan keterlibatan Billy Sindoro dalam proses pemberian uang untuk pengurusan perizinan Meikarta.
Menurutnya Billy Sindoro tidak pernah tahu dan tidak menduga bahwa pengurusan perizinan Meikarta yang dilakukan oleh Fitradjaja Purnama dan Henry Jasmen akan berujung pada pemberian uang kepada pejabat dan aparat terkait.
Tiga konsultan independen itu, Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi, terbukti memiliki peran dan melakukan pemberian uang sebagaimana didakwakan. Namun mereka mengungkapkan terpaksa memberikan uang/janji kepada sejumlah pejabat dan aparat terkait karena ada tindakan pemerasan.
Sebaliknya, Billy Sindoro dalam persidangan tidak terbukti memberikan uang atau menjanjikan sesuatu kepada pejabat dan aparat, dan tidak mengarahkan/memerintahkan siapapun untuk melakukan pemberian uang kepada pejabat dan aparat, terkait perizinan Meikarta.
"Sehingga, dakwaan tentang keterlibatan Billy Sindoro dalam pemberian uang Rp16,2 Miliar dan SGD270 ribu sangat jelas tidak terbukti,” kata Ervin Lubis.
Diketahui, majelis hakim memvonis empat terdakwa pemberi suap dalam kasus suap perizinan Meikarta divonis dengan hukuman bervariasi. Majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsidair 1 tahun penjara.
Fitradjaja dan Taryudi divonis 1 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair 1 bulan. Sedangkan terdakwa Henry Jasmen divonis 3 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsidair 1 bulan kurungan.
(kri)