Pendidikan Vokasi Dinilai Tak Efektif Pangkas Angka Pengangguran
A
A
A
JAKARTA - Program pendidikan vokasi dianggap tidak efektif dalam memangkas jumlah pengangguran di Indonesia. Bahkan, lulusan pendidikan vokasi justru dinilai masih menjadi penyumbang angka pengangguran tertinggi.
Maka itu, program vokasi yang jadi unggulan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dikritisi oleh Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ledia Hanifa. Ledia mengatakan, di periode ini pemerintah mensosialisasikan pendidikan vokasi, baik di SMA dengan SMK atau di perguruan tinggi dengan bidang vokasinya.
"Kita melihat bahwa yang katanya dahsyat itu, sebetulnya berapa persen yang terserap langsung di pekerjaan? Pada kenyataannya 11 persen dari pengangguran itu adalah lulusan SMK," kata Ledia dalam acara pojok Jubir bertajuk 'Anggaran Pendidikan vs Kualitas Angkatan Kerja Indonesia' di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (4/3/2019).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, tingginya angka pengangguran lulusan SMK menjadi indikator bahwa tidak ada kesinambungan antara sekolah dan dunia kerja. Sebab, pemerintah dianggap gagal menghadirkan guru-guru produktif yang memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
"Secara pendidikan memang kita masih sangat rendah, dan sejumlah persoalan di SMK karena tidak tersedianya cukup guru-guru produktif yang memberikan arahan dan pendidikan agar dia langsung diterima di dunia kerja," kata anggota Komisi X DPR RI ini.
Dia melanjutkan, rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat menjadi ancaman di masa datang. Pasalnya, saat negara-negara lain menghadapi bonus demografi degan memberikan pendidikan berkualitas kepada warganya, pemerintah justru absen dari dunia pendidikan.
"Angkatan kerja kita hanya akan menjadi pegawai-pegawai non-formal. Dan kalau kita bicara tentang bonus demografi, kita malah justru dikhawatirkan mendapatkan bencana demografi karena kualitas pendidikan yang masih sangat minim," pungkasnya.
Maka itu, program vokasi yang jadi unggulan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dikritisi oleh Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ledia Hanifa. Ledia mengatakan, di periode ini pemerintah mensosialisasikan pendidikan vokasi, baik di SMA dengan SMK atau di perguruan tinggi dengan bidang vokasinya.
"Kita melihat bahwa yang katanya dahsyat itu, sebetulnya berapa persen yang terserap langsung di pekerjaan? Pada kenyataannya 11 persen dari pengangguran itu adalah lulusan SMK," kata Ledia dalam acara pojok Jubir bertajuk 'Anggaran Pendidikan vs Kualitas Angkatan Kerja Indonesia' di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (4/3/2019).
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, tingginya angka pengangguran lulusan SMK menjadi indikator bahwa tidak ada kesinambungan antara sekolah dan dunia kerja. Sebab, pemerintah dianggap gagal menghadirkan guru-guru produktif yang memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
"Secara pendidikan memang kita masih sangat rendah, dan sejumlah persoalan di SMK karena tidak tersedianya cukup guru-guru produktif yang memberikan arahan dan pendidikan agar dia langsung diterima di dunia kerja," kata anggota Komisi X DPR RI ini.
Dia melanjutkan, rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dapat menjadi ancaman di masa datang. Pasalnya, saat negara-negara lain menghadapi bonus demografi degan memberikan pendidikan berkualitas kepada warganya, pemerintah justru absen dari dunia pendidikan.
"Angkatan kerja kita hanya akan menjadi pegawai-pegawai non-formal. Dan kalau kita bicara tentang bonus demografi, kita malah justru dikhawatirkan mendapatkan bencana demografi karena kualitas pendidikan yang masih sangat minim," pungkasnya.
(pur)