Cyrus Network Ungkap Kampanye Pilpres di Udara Masuki Masa Jenuh
A
A
A
JAKARTA - Hajatan Pilpres tinggal 46 hari lagi. Perang opini dan strategi di segala lini, baik di udara maupun di darat sudah mulai dilaksanakan. Ada lini yang sudah terlihat mencapai titik jenuh, hanya terlihat sekadar riuh, tapi orangnya hanya itu-itu saja.
Sebaran informasinya juga hanya berputar di orang-orang yang itu-itu juga. Namun ada yang sebaliknya, secara wilayah sangat luas, populasinya sangat banyak, tapi belum disentuh secara optimal, bahkan jauh dari optimal.
Survei Cyrus Network memperlihatkan, bahwa hanya sekitar 40% pemilih yang terkoneksi dengan informasi di telapak tangan mereka. Baik itu media sosial maupun aplikasi pesan berantai seperti WhatsApp dan Line.
Hal ini terungkap dalam Diskusi dan Pemaparan Survei "Pertarungan Darat dan Udara Capres-Cawapres 2019" di Hotel Akmani, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (28/2/2019).
Dengan pembicara Hasan Nasbi CEO Cyrus Network, Andre Rosiade Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Bahlil Lahadalia Direktur Penggalangan Pemilih Muda TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, dan Philips J Vermonte Executive Director CSIS.
Sisanya, 60% populasi belum bersentuhan dengan sumber-sumber informasi seperti ini. Facebook dan WhatsApp adalah dua media sosialisasi paling powerful sejauh ini. Facebook diakses oleh 32% populasi dan WhatsApp dimiliki oleh 33% populasi pemilih.
Sementara Twitter yang tampaknya selalu paling heboh, hanya diakses oleh 4% populasi saja. Tapi anehnya, ini yang justru menjadi favorit para politikus dan timses di Indonesia.
"Kampanye politik di media sosial memang terlihat ramai dan panas, begitu juga di pesan berantai. Tapi populasi orang yang terlibat tidak berkembang dan jenuh," ucap CEO Cyrus Network Hasan Nasbi.
"Hanya 40% pengguna Facebook yang mengaku aktif menyebar pesan politik di Facebook. Begitu pula WhatsApp. Hanya 28% dari pengguna WhatsApp yang mengaku aktif menyebar pesan politik di aplikasinya. Sisanya, sudah tidak melakukan dan tidak peduli lagi," tambahnya.
Setelah kira-kira hampir lima tahun tensi politik yang amat tinggi, ternyata tidak sampai 50% penguna media sosial ataupun aplikasi pesan yang terlibat secara aktif menyebarkan pesan-pesan politik.
Begitu juga yang berpartisipasi aktif untuk meluruskan hoaks dan fitnah yang bertebaran melalui telapak tangan. Hanya sekian persen yang aktif meluruskan, sisanya cenderung apatis, membiarkan atau tidak peduli sama sekali.
"Ini bukti bahwa keriuhan politik di media sosial dan pesan berantai sudah tidak berkembang lagi. Tidak menambah audience atau menambah suara. Hanya sekadar mempertahankan isu saja," kata Hasan.
(Baca juga: Prabowo Anggap Defisit BPJS Kesehatan Rp20 Triliun Masalah Kecil)
Terlebih lagi data temuan survei juga menunjukkan bahwa saat ini pendukung kedua belah pihak cenderung menyeleksi siapa yang bisa berteman dan berinteraksi dengan mereka. Menurut temuan survei, 77% pendukung Jokowi-Amin menyatakan teman-temannya di media sosial maupun aplikasi pesan adalah sesama pendukung Jokowi-Amin.
Begitu Juga dengan pendukung Prabowo-Sandi, 74% mereka juga merasa lebih banyak bersama-sama dengan yang seaspirasi di media sosial maupun aplikasi pesan. "Terlihat orang yang aktif di media sosial, merasa kelompoknya ini yang paling dominan" kata Hasan.
Jadi, dari 40% ceruk yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan suara, di tengah ketegangan politik, jika hanya setengahnya yang bisa dioptimalkan, itu artinya hanya sekitar 20% dari total keseluruhan populasi.
Lalu di mana ceruk yang belum optimal? Kelompok masyarakat yang tidak terkoneksi dengan riuh rendah kampanye politik di telapak tangan. Jumlahnya 60% populasi. Mereka juga tidak dalam kondisi terlalu tegang dan tersegregasi, karena tidak banyak terpapar kebencian dan Hoaks.
Namun, justru segmen ini yang paling belum tersentuh propaganda politik melalui kampanye darat di luar spanduk dan baliho.
"Baru sekitar 12% responden yang merasa ada kegiatan timses Jokowi-Amin di daerah mereka. Sementara baru sekitar 6,5% responden yang merasa ada kegiatan Prabowo-Sandi di daerah mereka," kata Hasan.
Begitu juga dengan kunjungan relawan door to door, baru sebesar 10% responden yang merasa dikunjungi oleh relawan capres Jokowi-Amin, dan 6% yang dikunjungi relawan Prabowo Sandi.
Masih menyisakan begitu banyak ruang-ruang kosong yang bisa dioptimalkan. Padahal efektifitas kunjungan dan kegiatan darat ini tampak sangat tinggi. 73% orang yang merasa pernah dikunjungi relawan Jokowi-Maruf mengaku akan memilih Capres tersebut.
Begitu juga 56% responden yang pernah dikunjungi oleh relawan Capres Prabowo-Sandi mengaku akan memilih capres tersebut.
"Sungguh disayangkan, kerja dari tim pemenangan kedua pasang calon justru belum menyentuh ceruk terbesar dari proporsi pemilih yang ada. Pekerjaan rumah terbesar dan terpenting bagi kedua timses ke depannya, justru memaksimalkan ceruk perang darat ini," pungkasnya.
Sebaran informasinya juga hanya berputar di orang-orang yang itu-itu juga. Namun ada yang sebaliknya, secara wilayah sangat luas, populasinya sangat banyak, tapi belum disentuh secara optimal, bahkan jauh dari optimal.
Survei Cyrus Network memperlihatkan, bahwa hanya sekitar 40% pemilih yang terkoneksi dengan informasi di telapak tangan mereka. Baik itu media sosial maupun aplikasi pesan berantai seperti WhatsApp dan Line.
Hal ini terungkap dalam Diskusi dan Pemaparan Survei "Pertarungan Darat dan Udara Capres-Cawapres 2019" di Hotel Akmani, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (28/2/2019).
Dengan pembicara Hasan Nasbi CEO Cyrus Network, Andre Rosiade Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Bahlil Lahadalia Direktur Penggalangan Pemilih Muda TKN Jokowi-Ma'ruf Amin, dan Philips J Vermonte Executive Director CSIS.
Sisanya, 60% populasi belum bersentuhan dengan sumber-sumber informasi seperti ini. Facebook dan WhatsApp adalah dua media sosialisasi paling powerful sejauh ini. Facebook diakses oleh 32% populasi dan WhatsApp dimiliki oleh 33% populasi pemilih.
Sementara Twitter yang tampaknya selalu paling heboh, hanya diakses oleh 4% populasi saja. Tapi anehnya, ini yang justru menjadi favorit para politikus dan timses di Indonesia.
"Kampanye politik di media sosial memang terlihat ramai dan panas, begitu juga di pesan berantai. Tapi populasi orang yang terlibat tidak berkembang dan jenuh," ucap CEO Cyrus Network Hasan Nasbi.
"Hanya 40% pengguna Facebook yang mengaku aktif menyebar pesan politik di Facebook. Begitu pula WhatsApp. Hanya 28% dari pengguna WhatsApp yang mengaku aktif menyebar pesan politik di aplikasinya. Sisanya, sudah tidak melakukan dan tidak peduli lagi," tambahnya.
Setelah kira-kira hampir lima tahun tensi politik yang amat tinggi, ternyata tidak sampai 50% penguna media sosial ataupun aplikasi pesan yang terlibat secara aktif menyebarkan pesan-pesan politik.
Begitu juga yang berpartisipasi aktif untuk meluruskan hoaks dan fitnah yang bertebaran melalui telapak tangan. Hanya sekian persen yang aktif meluruskan, sisanya cenderung apatis, membiarkan atau tidak peduli sama sekali.
"Ini bukti bahwa keriuhan politik di media sosial dan pesan berantai sudah tidak berkembang lagi. Tidak menambah audience atau menambah suara. Hanya sekadar mempertahankan isu saja," kata Hasan.
(Baca juga: Prabowo Anggap Defisit BPJS Kesehatan Rp20 Triliun Masalah Kecil)
Terlebih lagi data temuan survei juga menunjukkan bahwa saat ini pendukung kedua belah pihak cenderung menyeleksi siapa yang bisa berteman dan berinteraksi dengan mereka. Menurut temuan survei, 77% pendukung Jokowi-Amin menyatakan teman-temannya di media sosial maupun aplikasi pesan adalah sesama pendukung Jokowi-Amin.
Begitu Juga dengan pendukung Prabowo-Sandi, 74% mereka juga merasa lebih banyak bersama-sama dengan yang seaspirasi di media sosial maupun aplikasi pesan. "Terlihat orang yang aktif di media sosial, merasa kelompoknya ini yang paling dominan" kata Hasan.
Jadi, dari 40% ceruk yang bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan suara, di tengah ketegangan politik, jika hanya setengahnya yang bisa dioptimalkan, itu artinya hanya sekitar 20% dari total keseluruhan populasi.
Lalu di mana ceruk yang belum optimal? Kelompok masyarakat yang tidak terkoneksi dengan riuh rendah kampanye politik di telapak tangan. Jumlahnya 60% populasi. Mereka juga tidak dalam kondisi terlalu tegang dan tersegregasi, karena tidak banyak terpapar kebencian dan Hoaks.
Namun, justru segmen ini yang paling belum tersentuh propaganda politik melalui kampanye darat di luar spanduk dan baliho.
"Baru sekitar 12% responden yang merasa ada kegiatan timses Jokowi-Amin di daerah mereka. Sementara baru sekitar 6,5% responden yang merasa ada kegiatan Prabowo-Sandi di daerah mereka," kata Hasan.
Begitu juga dengan kunjungan relawan door to door, baru sebesar 10% responden yang merasa dikunjungi oleh relawan capres Jokowi-Amin, dan 6% yang dikunjungi relawan Prabowo Sandi.
Masih menyisakan begitu banyak ruang-ruang kosong yang bisa dioptimalkan. Padahal efektifitas kunjungan dan kegiatan darat ini tampak sangat tinggi. 73% orang yang merasa pernah dikunjungi relawan Jokowi-Maruf mengaku akan memilih Capres tersebut.
Begitu juga 56% responden yang pernah dikunjungi oleh relawan Capres Prabowo-Sandi mengaku akan memilih capres tersebut.
"Sungguh disayangkan, kerja dari tim pemenangan kedua pasang calon justru belum menyentuh ceruk terbesar dari proporsi pemilih yang ada. Pekerjaan rumah terbesar dan terpenting bagi kedua timses ke depannya, justru memaksimalkan ceruk perang darat ini," pungkasnya.
(maf)