KH Ma'ruf Pernah Jadi Anggota Termuda DPRD DKI di Pemilu 1971
A
A
A
JAKARTA - Calon Wakil Presiden (Cawapres) 01 KH Ma'ruf Amin adalah figur besar. Beragam prestasi hebat sudah ditorehkannya sejak muda. Akrab disapa Abah Kiai Ma’ruf, dia juga membidangi beragam tanggung jawab. Semua dilaluinya secara luar biasa.
Masyarakat sangat familiar mengenal Abah Kiai Ma'ruf sebagai ulama besar. Pria kelahiran 11 Maret 1943 tersebut menjabat Rais Aam PBNU periode 2015-2020.
Pada jarak waktu yang sama, dia juga menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2015-2020. Beragam prestasi hebat ini sebenarnya sudah terlihat dari figur Abah Kiai Ma'ruf muda.
"Abah Kiai Ma'ruf ini figur yang luar biasa. Rendah hati dan ramah. Panutan bagi banyak orang. Beliau juga sangat amanah. Wajar bila tanggung jawab besar sudah diembannya sejak masih muda," ungkap Ketua Dewan Pembina Master C19 Portal KMA Ahmad Syauqi, Rabu (13/2/2019).
Fakta mencatat, Abah Kiai Ma'ruf Amin terpilih sebagai anggota termuda DPRD DKI Jakarta dari hasil Pemilu 1971. Abah Kiai Ma'ruf ini masuk melalui Partai Nahdlatul Ulama (PNU).
Pada saat itu, usianya masih 28 tahun. Menariknya, dia memimpin persidangan perdana DPRD DKI mendampingi anggota tertua, Sjamsidae Murdono (Golkar). Sejak dilantik 14 Oktober 1971, Abah Kiai Ma’ruf sudah diingatkan banyak hal.
Intinya, kepentingan umum harus diutamakan di atas keperluan lainnya. Apalagi, posisinya wakil dari seluruh rakyat DKI Jakarta. Hal ini juga yang ditekankan oleh Gubernur Ali Sadikin yang melantiknya, mewakili Menteri Dalam Negeri.
"Komitmen besar selalu dikedepankan Abah Kiai Ma’ruf. Kebijakan-kebijakan yang ditawarkan selalu pro rakyat. Mengakomodir kepentingan masyarakat luas. Tidak memandang latar belakang tertentu saja. Semua untuk kemaslahatan bersama. Dan, masyarakat selalu menerimanya dengan terbuka," jelas Gus Oqi, sapaan akrab dari Ahmad Syauqi.
Keberpihakan kepada rakyat pun mengantarkannya kembali menjadi anggota DPRD DKI Jakarta. Kali ini Abah Kiai Ma’ruf memenangi kontestasi Pemilu 1977. Lalu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menjadi kendaraan politiknya. Waktu itu, PPP menjadi fusi dari partai-partai Islam.
Bersama PPP, Kiai Ma’ruf pun duduk sebagai Pimpinan Komisi A. Komisi ini membidangi urusan pemerintahan.
"Wawasannya di dunia politik sangat bagus. Berkolaborasi dengan eksekutif DKI Jakarta waktu itu, ada banyak kemajuan yang dibuat. Dengan posisinya sebagai Cawapres 01 untuk Pilpres 2019, kami tentu gembira. Sebab, dengan program yang ditawarkan akan membuat Indonesia semakin maju lagi," tegas Gus Oqi.
Langkah besar lalu diambil Abah Kiai Ma'ruf, apalagi setelah Nahdlatul Ulama (NU) kembali menjadi organisasi keagamaan. Kiai Ma’ruf pun melanjutkan khidmahnya bersama NU. Di sana, Ma’ruf ini menggerakkan forum diskusi keagamaan (Bahtsul Masail).
Dalam perkembangannya, Bahtsul Masail ini menjadi fondasi intelektualitas NU. Aktivitas ini mengukuhkannya sebagai ulama yang disegani. Sosoknya sebagai kiai ternyata tidak kalah dengan pamornya sebagai politisi.
"Kami berharap besar kepada Abah Kiai Ma'ruf ini sebagai Cawapres 01. Kami sangat percaya, beliau ini tetap amanah dan khidmah sehingga Indonesia semakin sejahtera. Dengan kapabilitasnya, akan ada banyak perubahan positif bagi Indonesia untuk 5 tahun ke depan," jelas Gus Oqi yang juga Putra Abah Kiai Ma'ruf tersebut.
Kolaborasinya bersama Capres Joko Widodo (Jokowi) pun menjadi formulasi terbaik. Contoh harapan cerah ini bisa dilihat dari konsep ekonomi yang akan digulirkannya. Abah Kyai Ma’ruf ini tetap konsisten dengan teori Arus Baru Ekonomi Indonesia.
Konsep ini memiliki nafas ekonomi berkeadilan. Formulasi ini bisa memangkas disparitas antara kaya dan miskin secara signifikan.
"Paslon 01 Capres Joko Widodo-Cawapres KH Ma'ruf Amin ini merupakan paket terbaik. Sinergi ideal bagi kemajuan negeri ini. Kapabilitas Pak Joko Widodo dalam membangun Indonesia di periode pertama sangat luar biasa. Untuk itu, sudah seharusnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo dilanjutkan," tandas Gus Oqi.
Masyarakat sangat familiar mengenal Abah Kiai Ma'ruf sebagai ulama besar. Pria kelahiran 11 Maret 1943 tersebut menjabat Rais Aam PBNU periode 2015-2020.
Pada jarak waktu yang sama, dia juga menjabat Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) periode 2015-2020. Beragam prestasi hebat ini sebenarnya sudah terlihat dari figur Abah Kiai Ma'ruf muda.
"Abah Kiai Ma'ruf ini figur yang luar biasa. Rendah hati dan ramah. Panutan bagi banyak orang. Beliau juga sangat amanah. Wajar bila tanggung jawab besar sudah diembannya sejak masih muda," ungkap Ketua Dewan Pembina Master C19 Portal KMA Ahmad Syauqi, Rabu (13/2/2019).
Fakta mencatat, Abah Kiai Ma'ruf Amin terpilih sebagai anggota termuda DPRD DKI Jakarta dari hasil Pemilu 1971. Abah Kiai Ma'ruf ini masuk melalui Partai Nahdlatul Ulama (PNU).
Pada saat itu, usianya masih 28 tahun. Menariknya, dia memimpin persidangan perdana DPRD DKI mendampingi anggota tertua, Sjamsidae Murdono (Golkar). Sejak dilantik 14 Oktober 1971, Abah Kiai Ma’ruf sudah diingatkan banyak hal.
Intinya, kepentingan umum harus diutamakan di atas keperluan lainnya. Apalagi, posisinya wakil dari seluruh rakyat DKI Jakarta. Hal ini juga yang ditekankan oleh Gubernur Ali Sadikin yang melantiknya, mewakili Menteri Dalam Negeri.
"Komitmen besar selalu dikedepankan Abah Kiai Ma’ruf. Kebijakan-kebijakan yang ditawarkan selalu pro rakyat. Mengakomodir kepentingan masyarakat luas. Tidak memandang latar belakang tertentu saja. Semua untuk kemaslahatan bersama. Dan, masyarakat selalu menerimanya dengan terbuka," jelas Gus Oqi, sapaan akrab dari Ahmad Syauqi.
Keberpihakan kepada rakyat pun mengantarkannya kembali menjadi anggota DPRD DKI Jakarta. Kali ini Abah Kiai Ma’ruf memenangi kontestasi Pemilu 1977. Lalu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menjadi kendaraan politiknya. Waktu itu, PPP menjadi fusi dari partai-partai Islam.
Bersama PPP, Kiai Ma’ruf pun duduk sebagai Pimpinan Komisi A. Komisi ini membidangi urusan pemerintahan.
"Wawasannya di dunia politik sangat bagus. Berkolaborasi dengan eksekutif DKI Jakarta waktu itu, ada banyak kemajuan yang dibuat. Dengan posisinya sebagai Cawapres 01 untuk Pilpres 2019, kami tentu gembira. Sebab, dengan program yang ditawarkan akan membuat Indonesia semakin maju lagi," tegas Gus Oqi.
Langkah besar lalu diambil Abah Kiai Ma'ruf, apalagi setelah Nahdlatul Ulama (NU) kembali menjadi organisasi keagamaan. Kiai Ma’ruf pun melanjutkan khidmahnya bersama NU. Di sana, Ma’ruf ini menggerakkan forum diskusi keagamaan (Bahtsul Masail).
Dalam perkembangannya, Bahtsul Masail ini menjadi fondasi intelektualitas NU. Aktivitas ini mengukuhkannya sebagai ulama yang disegani. Sosoknya sebagai kiai ternyata tidak kalah dengan pamornya sebagai politisi.
"Kami berharap besar kepada Abah Kiai Ma'ruf ini sebagai Cawapres 01. Kami sangat percaya, beliau ini tetap amanah dan khidmah sehingga Indonesia semakin sejahtera. Dengan kapabilitasnya, akan ada banyak perubahan positif bagi Indonesia untuk 5 tahun ke depan," jelas Gus Oqi yang juga Putra Abah Kiai Ma'ruf tersebut.
Kolaborasinya bersama Capres Joko Widodo (Jokowi) pun menjadi formulasi terbaik. Contoh harapan cerah ini bisa dilihat dari konsep ekonomi yang akan digulirkannya. Abah Kyai Ma’ruf ini tetap konsisten dengan teori Arus Baru Ekonomi Indonesia.
Konsep ini memiliki nafas ekonomi berkeadilan. Formulasi ini bisa memangkas disparitas antara kaya dan miskin secara signifikan.
"Paslon 01 Capres Joko Widodo-Cawapres KH Ma'ruf Amin ini merupakan paket terbaik. Sinergi ideal bagi kemajuan negeri ini. Kapabilitas Pak Joko Widodo dalam membangun Indonesia di periode pertama sangat luar biasa. Untuk itu, sudah seharusnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo dilanjutkan," tandas Gus Oqi.
(maf)