Kasus Suap PUPR, 13 Pejabat Ini Kembalikan Uang ke KPK Senilai Rp3 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima pengembalian Rp 3 miliar terkait kasus dugaan suap proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) Kementerian PUPR. Uang tersebut dikembalikan oleh 13 orang pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek SPAM.
"Sekitar 13 orang PPK di sejumlah proyek di Kementerian PUPR, proyek-proyek SPAM di Kementrian PUPR, di beberapa daerah yang mengembalikan uang, nilainya sekitar Rp 3 miliar yang kami sita dalam proses penyidikan ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/2/2019).
KPK, kata Febri, menghargai sikap koperatif tersebut, sekaligus KPK mengingatkan pada pihak lain yang telah menerima uang sebelumnya agar mengembalikan dalam proses hukum ini.
Febri menyebut, pengembalian tersebut pasti akan dihargai secara hukum sebagai faktor yang meringankan.
"Dan kami ingatkan juga pada pihak lain yang diduga mendapat kan aliran dana terkait proyek SPAM di sejumlah daerah ini agar segera mengembalikan uang tersebut dalam proses hukum yang berjalan di KPK," jelas Febri.
"Itu akan lebih baik bagi pihak penerima tersebut karena akan dilihat sebagai faktor yang meringankan," sambungnya.
Febri juga mengungkapkan dengan pengembalian tersebut sekaligus memperkuat bukti-bukti bahwa diduga suap tidak hanya terjadi pada 4 atau 5 proyek SPAM, seperti yang di tangani KPK saat tangkap tangan tapi juga terjadi di sejumlah proyek SPAM yang lain.
"Ini yang kami sebut cukup banyak proyek proyek air minum justru ada dugaan korupsi di sana dan proyek ini di bawah Kementerian PUPR," ungkapnya.
Sebelumnya KPK telah mengidentifikasi setidaknya ada 20 proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang di dalamnya diduga terdapat praktik korupsi.
"Telah teridentifikasi setidaknya ada 20 proyek di KemenPUPR yang diduga terdapat praktik suap terhadap pejabat di KemenPUPR," ujar Febri Diansyah kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018 itu, KPK menetapkan 8 orang tersangka di antaranya 4 petinggi perusahaan diduga sebagai pihak pemberi suap yakni Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kesuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily sundarsih (LSU); Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo (YUL).
Kemudian 4 orang pejabat Kementerian PUPR yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suapnya di antaranya Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE); PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN); dan PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).
Anggiat, Meina, Teuku, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuran, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Kemudian, 2 proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Adapun rinciannya yakni Anggiat menerima Rp350 juta dan USD5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur. Meina menerima Rp1,42 miliar dan SGD22.100 untuk pembangunan Katulampa. Dan Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Tersangka Donny Sofyan Arifin menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Atas uang tersebut, lelang diatur untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar dan PT TSP untuk nilai di bawahnya.
Adapun selama tahun 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Adapun proyek terbesar adalah pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung senilai Rp210 miliar.
PT WKE dan PT TSP diminta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala satker dan 3 persen untuk PPK.
Pada praktiknya, kedua perusahaan ini diminta meberikan sejumlah uang pada proses lelang dan sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek.
"Sekitar 13 orang PPK di sejumlah proyek di Kementerian PUPR, proyek-proyek SPAM di Kementrian PUPR, di beberapa daerah yang mengembalikan uang, nilainya sekitar Rp 3 miliar yang kami sita dalam proses penyidikan ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/2/2019).
KPK, kata Febri, menghargai sikap koperatif tersebut, sekaligus KPK mengingatkan pada pihak lain yang telah menerima uang sebelumnya agar mengembalikan dalam proses hukum ini.
Febri menyebut, pengembalian tersebut pasti akan dihargai secara hukum sebagai faktor yang meringankan.
"Dan kami ingatkan juga pada pihak lain yang diduga mendapat kan aliran dana terkait proyek SPAM di sejumlah daerah ini agar segera mengembalikan uang tersebut dalam proses hukum yang berjalan di KPK," jelas Febri.
"Itu akan lebih baik bagi pihak penerima tersebut karena akan dilihat sebagai faktor yang meringankan," sambungnya.
Febri juga mengungkapkan dengan pengembalian tersebut sekaligus memperkuat bukti-bukti bahwa diduga suap tidak hanya terjadi pada 4 atau 5 proyek SPAM, seperti yang di tangani KPK saat tangkap tangan tapi juga terjadi di sejumlah proyek SPAM yang lain.
"Ini yang kami sebut cukup banyak proyek proyek air minum justru ada dugaan korupsi di sana dan proyek ini di bawah Kementerian PUPR," ungkapnya.
Sebelumnya KPK telah mengidentifikasi setidaknya ada 20 proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang di dalamnya diduga terdapat praktik korupsi.
"Telah teridentifikasi setidaknya ada 20 proyek di KemenPUPR yang diduga terdapat praktik suap terhadap pejabat di KemenPUPR," ujar Febri Diansyah kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (21/1/2019).
Dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018 itu, KPK menetapkan 8 orang tersangka di antaranya 4 petinggi perusahaan diduga sebagai pihak pemberi suap yakni Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kesuma Emindo (PT WKE), Budi Suharto (BSU); Direktur PT WKE, Lily sundarsih (LSU); Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (TSP), Irene Irma (IIR); dan Direktur PT TSP, Yuliana Enganita Dibyo (YUL).
Kemudian 4 orang pejabat Kementerian PUPR yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suapnya di antaranya Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE); PPK SPAM Katulampa, Meina Woro Kustinah (MWR); Kepala Satker SPAM Darurat, Teuku Moch Nazar (TMN); dan PPK SPAM Toba 1, Donny Sofyan Arifin (DSA).
Anggiat, Meina, Teuku, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuran, Lampung, Toba 1 dan Katulampa.
Kemudian, 2 proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Adapun rinciannya yakni Anggiat menerima Rp350 juta dan USD5.000 untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur. Meina menerima Rp1,42 miliar dan SGD22.100 untuk pembangunan Katulampa. Dan Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Tersangka Donny Sofyan Arifin menerima Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Atas uang tersebut, lelang diatur untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar dan PT TSP untuk nilai di bawahnya.
Adapun selama tahun 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Adapun proyek terbesar adalah pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung senilai Rp210 miliar.
PT WKE dan PT TSP diminta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala satker dan 3 persen untuk PPK.
Pada praktiknya, kedua perusahaan ini diminta meberikan sejumlah uang pada proses lelang dan sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek.
(pur)