Berkas Rampung, Bupati Bekasi Siap Disidangkan di PN Tipikor Bandung
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas penyidikan Bupati nonaktif Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait kasus dugaan suap izin proyek pembangunan Meikarta.
Selain Neneng, KPK juga telah merampungkan empat berkas penyidikan lainnya untuk tersangka J (Jamaludin) Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, lalu Sahat MBJ Nahor (SMN) Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, dan Neneng Rahmi (NR) Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
"Sore ini, Jumat (8/2) dilakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka untuk 5 orang tersangka dalam kasus dengan TPK Suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi ke penuntutan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/2/2019).
"Persidangan rencananya akan dilakukan di PN Tipikor Bandung," sambungnya.
Sejak penetapan sebagai tersangka dalam Operasi Tangkap Tangan pada 14 Oktober 2018, KPK telah memeriksa 22 saksi untuk tiga tersangka, dengan unsur mantan Gubernur Jawa Barat, Anggota DPRD Bekasi, Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi, Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kabupaten Bekasi dan Swasta.
Dalam perkara suap izin proyek Meikarta KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yakni Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro, Konsultan Lippo Group, Taryudi, Konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama, pegawai Lippo Group, Henry Jasmen diduga sebagai pemberi.
Sedangkan, Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin, Kadis PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludin, Kadis Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Nahat MBJ Nahor, Kadis DPMPTSP Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati, Kabid Tata Ruang PUPR Pemkab Bekasi, Neneng Rahmi diduga sebagai penerima.
KPK menduga Pemkab Bekasi telah memuluskan sejumlah perizinan pada fase pertama lahan seluas 84,6 hektare untuk pembanguan Meikarta.
Atas jasanya itu Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga telah menerima fee sebesar Rp13 miliar, tetapi terealisasi hanya sebesar Rp7 miliar melalui sejumlah kepada dinas. Uang tersebut diduga diberikan dari pihak Lippo Group yakni Billy Sindoro bersama sejumlah konsultan Lippo Group.
Selain Neneng, KPK juga telah merampungkan empat berkas penyidikan lainnya untuk tersangka J (Jamaludin) Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, lalu Sahat MBJ Nahor (SMN) Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati (DT) Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi, dan Neneng Rahmi (NR) Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
"Sore ini, Jumat (8/2) dilakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka untuk 5 orang tersangka dalam kasus dengan TPK Suap terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi ke penuntutan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/2/2019).
"Persidangan rencananya akan dilakukan di PN Tipikor Bandung," sambungnya.
Sejak penetapan sebagai tersangka dalam Operasi Tangkap Tangan pada 14 Oktober 2018, KPK telah memeriksa 22 saksi untuk tiga tersangka, dengan unsur mantan Gubernur Jawa Barat, Anggota DPRD Bekasi, Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi, Pegawai Negeri Sipil di Pemerintahan Kabupaten Bekasi dan Swasta.
Dalam perkara suap izin proyek Meikarta KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yakni Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro, Konsultan Lippo Group, Taryudi, Konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama, pegawai Lippo Group, Henry Jasmen diduga sebagai pemberi.
Sedangkan, Bupati Bekasi, Neneng Hasanah Yasin, Kadis PUPR Pemkab Bekasi, Jamaludin, Kadis Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Nahat MBJ Nahor, Kadis DPMPTSP Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati, Kabid Tata Ruang PUPR Pemkab Bekasi, Neneng Rahmi diduga sebagai penerima.
KPK menduga Pemkab Bekasi telah memuluskan sejumlah perizinan pada fase pertama lahan seluas 84,6 hektare untuk pembanguan Meikarta.
Atas jasanya itu Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga telah menerima fee sebesar Rp13 miliar, tetapi terealisasi hanya sebesar Rp7 miliar melalui sejumlah kepada dinas. Uang tersebut diduga diberikan dari pihak Lippo Group yakni Billy Sindoro bersama sejumlah konsultan Lippo Group.
(pur)