Berpartisipasi di Pemilu, Lembaga Survei Wajib Daftar ke KPU
A
A
A
JAKARTA - Munculnya lembaga survei pada saat momen pemilihan umum (pemilu) sudah menjadi hal lumrah. Namun, lembaga survei yang menyajikan data pemilu sudah sepatutnya melapor ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)
"Boleh bikin lembaga survei, bebas saja. Tapi jika ada lembaga survei yang ikut andil umumkan hasil pemilu wajib hukumnya lapor ke KPU untuk dicek kredibilitas dan independensinya," ujar Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno saat dihubungi SINDOnews, Jumat (8/2/2019).
(Baca juga: Pemilu 2019 Jadi Tahun Pertaruhan Kredibilitas Lembaga Survei)
Adi menjelaskan dalam Undang-Undang Pemilu jelas mengatur bahwa rakyat yang ingin berpartisipasi mengumumkan hasil survei atau polling harus mendaftarkan diri ke KPU paling telat 30 hari sebelum penceblosan.
"Ini dilakukan untuk memverifikasi lembaga survei yang umumkan hasil pemilu biar tak partisan dan bukan timses calon tertentu," jelasnya.
Adi melanjutkan jika ada yang merasa dirugikan oleh hasil survei maka lembaga survei bersangkutan bisa dilaporkan ke KPU. Selanjutnya KPU akan membentuk dewan etik untuk mengadili apakah lembaga survei yang meresahkan itu divonis bersalah atau tidak.
"Sanksinya bisa berupa sanksi teguran tertulis atau larangan melakukan survei kembali," ungkapnya.
(Baca juga: Jokowi-Ma’ruf Amin Unggul di Lima Basis Suara)
Adi menyebut ketentuan tersebut sebenarnya untuk mengantisipasi fenomena menjamurnya lembaga survei mengumukan hasil temuan jelang pemilu. Seakan sudah membudaya jelang pencoblosan marak lembaga survei.
Selain itu, survei seringkali efektif memengaruhi psikologi pemilih karena dianggap ilmiah dan objektif. "Biasanya pemilih rasional akan menjadikan survei sebagai hasil preferensi datang ke TPS untuk pilih calon. Tentu survei yang kredibel, objektif, dan tak partisan yang jadi rujukan. Bukan survei abal-abal," tandasnya.
"Boleh bikin lembaga survei, bebas saja. Tapi jika ada lembaga survei yang ikut andil umumkan hasil pemilu wajib hukumnya lapor ke KPU untuk dicek kredibilitas dan independensinya," ujar Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno saat dihubungi SINDOnews, Jumat (8/2/2019).
(Baca juga: Pemilu 2019 Jadi Tahun Pertaruhan Kredibilitas Lembaga Survei)
Adi menjelaskan dalam Undang-Undang Pemilu jelas mengatur bahwa rakyat yang ingin berpartisipasi mengumumkan hasil survei atau polling harus mendaftarkan diri ke KPU paling telat 30 hari sebelum penceblosan.
"Ini dilakukan untuk memverifikasi lembaga survei yang umumkan hasil pemilu biar tak partisan dan bukan timses calon tertentu," jelasnya.
Adi melanjutkan jika ada yang merasa dirugikan oleh hasil survei maka lembaga survei bersangkutan bisa dilaporkan ke KPU. Selanjutnya KPU akan membentuk dewan etik untuk mengadili apakah lembaga survei yang meresahkan itu divonis bersalah atau tidak.
"Sanksinya bisa berupa sanksi teguran tertulis atau larangan melakukan survei kembali," ungkapnya.
(Baca juga: Jokowi-Ma’ruf Amin Unggul di Lima Basis Suara)
Adi menyebut ketentuan tersebut sebenarnya untuk mengantisipasi fenomena menjamurnya lembaga survei mengumukan hasil temuan jelang pemilu. Seakan sudah membudaya jelang pencoblosan marak lembaga survei.
Selain itu, survei seringkali efektif memengaruhi psikologi pemilih karena dianggap ilmiah dan objektif. "Biasanya pemilih rasional akan menjadikan survei sebagai hasil preferensi datang ke TPS untuk pilih calon. Tentu survei yang kredibel, objektif, dan tak partisan yang jadi rujukan. Bukan survei abal-abal," tandasnya.
(kri)