Iluni UI: Siapa Pun Presidennya Harus Berkomitmen Kuat Berantas Korupsi

Kamis, 07 Februari 2019 - 16:22 WIB
Iluni UI: Siapa Pun Presidennya Harus Berkomitmen Kuat Berantas Korupsi
Iluni UI: Siapa Pun Presidennya Harus Berkomitmen Kuat Berantas Korupsi
A A A
JAKARTA - Tindak pidana korupsi di Indonesia dinilai sudah sangat menghawatirkan. Kerugian negara akibat kejahatan ini apabila dinominalkan ke dalam rupiah, setiap tahun rata-rata di atas Rp19,7 triliun.

Dampaknya yang sangat merugikan rakyat dan bangsa Indonesia, tindakan kejahatan ini digolongkan sebagai kejahatan sangat luar biasa (extra ordinary crimes) dengan pencegahan dan pemberantasannya juga harus extra luar biasa antara lain menggunakan undang-undang (UU) dan perangkat tersendiri.

Beberapa langkah penting dinilai perlu diambil untuk pemberantasan dan pencegahan tindakan kejahatan korupsi antara lain, revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juga perlu perbaikan kualitas partai politik (parpol) sebagai salah satu sendi utama penegakan hukum dan anti korupsi. Pembiayaan parpol oleh negara perlu ditingkatkan, tapi sanksinya bila secara sistematis terlibat korupsi adalah dibubarkan.

Hal tersebut mengemuka dalam Diskusi Seri Kedua dari rangkaian diskusi yang diselenggarakan Policy Centre (Polcen) Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) untuk menyambut pemilihan presiden yang berkualitas, jujur dan adil, serta membuat Indonesia naik kelas.

Diskusi Seri II yang dibuka Ketua Umum Iluni UI Arief Budhi Hardono ini berlangsung di Gedung Rektorat Kampus UI Salemba Jakarta Pusat, Selasa, 6 Februari 2019.

Diskusi yang dipandu Ketua Polcen Iluni UI yang juga Direktur Program Indef, Berly Martawardaya ini menghadirkan pembicara antara lain, Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak; Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi- Ma’ruf yang juga Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani; dan aktivis antikorupsi dari Indonesian Corruption Watch (ICW) Tama S Langkung.

“Salah satu tema yang kami angkat dalam serial diskusi menyambut Pemilihan Presiden yang Berkualitas demi mewujudkan pesta demokrasi sebagai adu gagasan subtantif tentang permasalahan strategis bangsa ini adalah pencegahan korupsi. Karena alumni UI yang terhimpun dalam Iluni UI melihat tindak kejahatan korupsi sangat berbahaya dan menghambat pertumbuhan ekonomi, menghambat kesejahteraan rakyat sekaligus pembangunan nasional," tutur Ketua Umum Iluni UI, Arief Budhi dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Kamis (7/2/2019).

Dia berharap seluruh capres dan siapa pun yang memenangi Pilpres 2019 mempunyai komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi dan mencipatkan pemerintah yang bersih sekaligus bersungguh-sungguh melayani rakyat.

Sementara menurut aktivis antikorupsi, Tama S Langkun, desain KPK di tahun 2018 adalah untuk meningkatkan atau fokus di pemberantasan korupsi dengan cara operasi tangkap tangan ( OTT).
Dari kepala daerah yang ditangkap, kata dia, hanya 39 yang berangkat dari bukti pendahuluan (case building) dan sisanya OTT. Analisanya menemukan bahwa dari beberapa kepala daerah yang ditangkap, ada beberapa yang dalam pendampingan dari KPK sehingga belum optimal pendampingannya.

”Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan penegakan hukum dan antikorupsi adalah penguatan regulasi diantaranya dengan ratifikasi UN Conventions Against Corruption (UN CAC), peningkatan sanksi pada pelaku koruptor diantaranya dengan perampasan aset dan perbaikan sistem lembaga pemasyarakatan,” tutur Tama.

Adapun Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf yang juga Sekjen PPP Arsul Sani mengkritisi apa yang dilakukan KPK dalam melakukan kegiatannya pemberantasan korupsi melalui OTT. Alasanya, OTT yang dilakukan KPK lebih banyak yang korupsinya kecil. Hal ini tidak sebanding dengan biaya operasional KPK itu sendiri.

“Perlu dikritisi juga KPK melakukan banyak OTT dengan nilai suap tidak tinggi padahal anggaran per kasus di KPK adalah Rp400 juta,” papar Arsul Sani.

Dari segi struktur pembiayaan, kata Arsul, Pemerintah Jokowi telah meningkatkan alokasi anggaran menjadi 854 milyar di APBN 2018 dari 627 miliar di APBN 2014. KPK juga perlu diberi wewenang untuk mengunakan penyidik lembaga lain.

Namun demikian, Sekjen PPP ini mendukung adanya penguatan peran dari KPK. Untuk itu, UU KPK perlu direvisi.

“Salah satu langkah penting penguatan antikorupsi adalah revisi UU KPK. Tapi untuk merespons kekhawatiran masyarakat akan terjadi pelemahan KPK maka perlu diumumkan dulu hal-hal yang akan direvisi atau di tambahkan dan dijaga komitmennya,” tuturnya.

Sementara itu, Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga Uno, Dahniel Anzar Simanjuntak, berpendapat KPK perlu fokus di penindakan dengan lembaga negara lain khususnya yang dibawah koordinasi presiden untuk menguatkan pencegahan korupsi.

Selain itu juga perlu penguatan penghargaan dan sanksi atau reward and punishment aparatur negara, termasuk kenaikan gaji khususnya penegak hukum dan perberat sanksi bagi siapa pun yang melanggar aturan dan melakukan tindakan korupsi.

“BPN Prabowo-Sandi mendorong KPK bekerja dengan sistem zonasi (barat tengah dan timur) sehingga meningkatkan efektivitas. Penyidik KPK tidak lagi juga berdinas di polisi sehingga bisa fokus dan tidak terpecah loyalitasnya,” tutur mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0488 seconds (0.1#10.140)