Redam Narasi Negatif lewat 'Siskamling' Medsos

Selasa, 29 Januari 2019 - 15:08 WIB
Redam Narasi Negatif...
Redam Narasi Negatif lewat 'Siskamling' Medsos
A A A
JAKARTA - Saat ini media sosial (medsos) telah menjadi tempat interaksi dan komunikasi masyarakat, selain di dunia nyata.

Ironisnya, saat ini medsos lebih banyak dipenuhi narasi kebencian dan berita bohong (hoaks). Untuk itu, menjaga lingkungan sosial tidak hanya perlu dilakukan di dunia nyata, tetapi juga dunia maya.

"Siskamling" medsos merupakan ajakan bagi para netizen atau warganet cerdas dan peduli untuk menjaga lingkungan dunia maya dengan memantau, melaporkan dan mereduksi narasi kebencian yang dapat menganggu interaksi dan komunikasi yang nyaman dan damai.

Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Syaiful Bakhri mengungkapkan, "siskamling" medsos efektif bila masyarakat memiliki pendidikan yang baik, baik pendidikan umum maupun agama.

Dengan begitu, kata dia, masyarakat bisa menyusun narasi-narasi kebenaran dan kedamaian untuk menurunkan tensi masyarakat dengan modal keilmuan, kebajikan, dan pesan moral dalam kitab suci.

“Saya rasa itu akan sangat efektif untuk meredam narasi-narasi yang tidak baik di medsos, terutama di hiruk pikuk tahun politik sekarang ini,” ujar Syaiful.

Menurut pria yang juga salah satu Kelompok Ahli BNPT ini, lembaga pendidikan dengan kemuliaan para guru dan dosen, dapat berperan sebagai garda utama dalam mencerdaskan kehidupan penggunaan media sosial yang edukatif dan tidak provokatif.Dengan demikian, kata dia, akan terjaga harmonisasi yang selaras ditengah gejolak emosi masyarakat yang tak terkendali
Dia meyakini, pendidikan melalui cara-cara dan metodeloginya dapat meredam keresahan yang terjadi. Para tokoh, elite politik, hingga masyarakat dapat tersadarkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah capaian masyarakat adil dan makmur sejahtera lahir batin.

Syaiful menambahkan, medsos sejatinya tetap menjadi model masyarakat sebagai pengguna aktif yang cerdas, walaupun disadari tingkat pendidikan masyarakat Indonesia masih sangat bervariasi.Selain itu, sambung dia, kemajemukan masyarakat Indonesia dengan ciri khas watak kedaerahan juga cukup sulit untuk menghilangkan emosi terutama tentang isu politik seperti sekarang ini.

“Masyarakat terbiasa dengan pandangan bebas dalam menyampaikan gelora batinnya dalam bentuk kata-kata dan kalimat yang cenderung negatif. Awalnya membandingkan kemudian memaksakan kehendak yang berakibat kehilangan budaya kesantunan dan bahkan berujung pada perbuatan melawan hukum melalui ujaran kebencian,” terang Syaiful.

Sejauh ini, lanjutnya, berbagai undang undang (UU) telah dibuat untuk melarang sikap dan tindakan penghinaan di depan umum, persangkaan bohong dan perbuatan tidak menyenangkan lainnya.Menurut dia, UU itu dibuat karena banyaknya konten di medsos yang dilakukan secara individu untuk menyebarkan kebencian dan berita bohong yang bisa menimbulkan keresahan secara sistemik.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3297 seconds (0.1#10.140)