BMKG dan BPPT Mulai Kembangkan Sensor Bawah Laut

Rabu, 23 Januari 2019 - 10:01 WIB
BMKG dan BPPT Mulai...
BMKG dan BPPT Mulai Kembangkan Sensor Bawah Laut
A A A
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah mengembangkan sistem deteksi dini tsunami lewat teknologi terbaru, yaitu sensor bawah laut.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, teknologi deteksi dini melalui sensor bawah laut ini dapat mengetahui kejadian tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik, longsoran bawah laut, maupun longsoran gunung berapi seperti yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau. Dia mengatakan, BPPT bersama BMKG sudah menyiapkan sensor bawah laut sejak 2018. Saat ini yang sedang uji coba itu baru Amerika dan Jepang, dan Indonesia juga akan berusaha melakukan itu.

”Pengembangan teknologi sensor bawah laut tersebut masih dalam tahap usulan, dan paling tidak membutuhkan waktu satu tahun untuk perancangan dan satu tahun untuk uji coba. Jadi, paling tidak perlu dua tahun, Amerika sudah berapa tahun juga belum. Jadi, ini suatu tantangan,” kata Dwikorita di Kantor Kemenko PMK Jakarta kemarin.

Dia menjelaskan, sistem deteksi dini tsunami yang ada di Indonesia saat ini dirancang sejak 10 tahun lalu setelah bencana tsunami Aceh pada 2004 yang disebabkan oleh gempa tektonik. Karena itu, sistem deteksi tsunami yang ada sekarang hanya bisa mendeteksi tsunami yang disebabkan gempa tektonik, dan belum bisa mendeteksi tsunami akibat longsoran bawah laut atau longsoran gunung api.

Dia menambahkan, saat ini fenomena alam sudah berubah dan menunjukkan anomali. Sistem deteksi dini tsunami Indonesia saat ini seperti yang ada di Jepang dengan memberi peringatan akan terjadi tsunami dalam waktu tiga menit. Namun, gelombang tsunami yang terjadi di Palu pada 2018 mencapai pantai hanya dalam kurun waktu dua menit. Teknologi sistem deteksi dengan sensor bawah laut diharapkan bisa mengatasi permasalahan tersebut dengan informasi yang diberikan secara langsung.

”Sistem deteksi dini melalui sensor bawah laut bekerja untuk mengukur perubahan tekanan hidrostatis laut secara seketika. Alhasil, informasi akan terjadinya tsunami bisa dikirimkan langsung ke pusat kontrol untuk disebarluaskan kepada masyarakat,” kata Dwikorita.

Pule Penahan Tsunami
Selain akan mengembangkan sensor bawah laut, pemerintah lewat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga merencanakan penanaman Pohon Pule sebagai penahan gelombang tsunami secara alami. Hal itu guna meminimalkan jumlah korban akibat bencana.

”Kami coba mencarikan penyelesaian mengatasinya juga dengan alam. Alam di sini adalah menyiapkan vegetasi, yaitu tanaman. Tanaman yang kita pilih yang cocok dengan kawasan tersebut misalnya pohon yang kita temukan di daerah Carita. Itu juga ada pohon sejenis yang ditemukan di Bali, Lombok, dan Ambon, yaitu Pule,” kata Kepala BNPB Doni Monardo kemarin.

Doni mengatakan, pohon Pule atau pohon Pulai ini bisa memiliki ketinggian mencapai 30 hingga 40 meter. Pohon Pule tertinggi saat ini ada di Lamtamal, Ambon, dengan tinggi sekitar 30-40 meter dan diameter sekitar dua meter lebih.

Berdasarkan kajian dan penelitian dari pakar tsunami, pohon tersebut terbukti bisa memperlambat laju gelombang tsunami sehingga mengurangi tekanan atau daya rusak yang dihasilkan dari terjangan air laut. Pohon-pohon tersebut bisa memperlambat 80% laju gelombang tsunami ke darat. (Binti Mufarida/Antara)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0015 seconds (0.1#10.140)