Makam Dibongkar akibat Beda Pilih Caleg, PBNU: Koyak Rasa Kemanusiaan
A
A
A
JAKARTA - Pemindahan dua jenazah yang telah dimakamkan karena keluarganya berbeda pilihan politik dengan sang pemilik tanah terkait pemilihan caleg menimbulkan keprihatinan masyarakat.
Peristiwa yang terjadi di Gorontalo itu dinilai telah mengoyak rasa kemanusiaan.
"Politik yang seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan justru mematikan rasa kemanusiaan itu sendiri," kata Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Minggu (13/1/2019).
Robikin menilai peristiwa itu menunjukkan masih adanya sikap yang memahami politik hanya sebagai sarana mendapatkan kekuasaan.
"Seakan tak peduli dampak yang ditimbulkan. Hubungan kekerabatan pecah, persahabatan retak, tetangga dikategorikan sebagai lawan. Semua disandarkan satu hal, yakni kesamaan pilihan politik," tuturnya. (Baca juga: Pembongkaran Dua Makam di Gorontalo Terkait dengan Caleg Nasdem Ini )
Dia mengatakan, jika fenomena ini tidak dihentikan maka akan merusak kohesivitas sosial dan harmoni masyarakat. Ujungnya, ketahanan sosial dan persatuan serta kesatuan bangsa menjadi taruhannya.
Dia menilai kesan penghalalan segala cara dalam meraih kekuasaan politik tidak hanya terjadi dalam perebutan kursi legislatif sebagaimana kasus pemindahan jenazah ke kuburan lain yang terjadi di Gorontalo.
"Namun juga dalam pilpres. Politisasi agama, penggunaan fake news dan hoaks sebagai mesin elektoral dapat disebut sebagai contohnya," tandasnya.
Robikin menegaskan semestinya pemilu menjadi kegembiraan nasional. "Semoga peristiwa memilukan pemindahan kuburan akibat beda pilihan politik di Gorontalo menjadi satu-satunya kejadian dan tak terulang di kemudian hari. Toh, politik adalah sarana pemanusiaan manusia," tutur Robikin.
Peristiwa yang terjadi di Gorontalo itu dinilai telah mengoyak rasa kemanusiaan.
"Politik yang seharusnya menjadi sarana untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan justru mematikan rasa kemanusiaan itu sendiri," kata Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews, Minggu (13/1/2019).
Robikin menilai peristiwa itu menunjukkan masih adanya sikap yang memahami politik hanya sebagai sarana mendapatkan kekuasaan.
"Seakan tak peduli dampak yang ditimbulkan. Hubungan kekerabatan pecah, persahabatan retak, tetangga dikategorikan sebagai lawan. Semua disandarkan satu hal, yakni kesamaan pilihan politik," tuturnya. (Baca juga: Pembongkaran Dua Makam di Gorontalo Terkait dengan Caleg Nasdem Ini )
Dia mengatakan, jika fenomena ini tidak dihentikan maka akan merusak kohesivitas sosial dan harmoni masyarakat. Ujungnya, ketahanan sosial dan persatuan serta kesatuan bangsa menjadi taruhannya.
Dia menilai kesan penghalalan segala cara dalam meraih kekuasaan politik tidak hanya terjadi dalam perebutan kursi legislatif sebagaimana kasus pemindahan jenazah ke kuburan lain yang terjadi di Gorontalo.
"Namun juga dalam pilpres. Politisasi agama, penggunaan fake news dan hoaks sebagai mesin elektoral dapat disebut sebagai contohnya," tandasnya.
Robikin menegaskan semestinya pemilu menjadi kegembiraan nasional. "Semoga peristiwa memilukan pemindahan kuburan akibat beda pilihan politik di Gorontalo menjadi satu-satunya kejadian dan tak terulang di kemudian hari. Toh, politik adalah sarana pemanusiaan manusia," tutur Robikin.
(dam)