DPR Ingatkan Pemerintah Jangan Langgar UU Terkait BP Batam
A
A
A
JAKARTA - Komisi VI DPR meminta pemerinta membatalkan rencana peleburan Badan Pengelola (BP) Batam dengan Wali kota Batam. Jika pemerintah berkeras untuk melebur BP Batam, hal tersebut melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 23 tentang Pemerintahan yang melarang wali kota merangkap jabatan.
Selain itu ada juga UU Nomor 53 Tahun 1999, yang dengan jelas membagi wewenang dua lembaga tersebut. Hal ini diungkapkan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidiq melalui siaran pers, Jumat (21/12/2018).
Anggota Fraksi Partai Golkar ini meminta pemerintah duduk bersama dengan DPR dalam mengambil keputusan terkait BP Batam. Karena UU menyebut BP Batam dikelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di komisi VI.
Lebih lanjut Bowo Sidiq menduga, ada ketidakpuasan dari pihak pemerintah daerah terhadap kewenangan yang dimiliki oleh BP Batam sehingga terjadi gesekan antara BP Batam dan Wali kota Batam.
"Sebagai mitra koalisi, kami mengingatkan pemerintah untuk tidak melanggar undang-undang. Sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan DPR mengevaluasi semua permasalahan terkait Batam sehingga senua keputusan yang diambil tidak menabrak undang-undang," kata Bowo.
Bowo sidiq juga mengapresiasi kinerja yang telah dilakukan BP Batam dibawah kepemimpinan kepala BP Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo, yang dianggap telah memimpin BP Batam dan menjalin komunikasi yang baik dengan pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Batam.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi VI, Bambang Haryo. Politikus Partai Gerindra ini mencurigai adanya kepentingan pemerintah yang tidak diakomodir oleh BP Batam, sehingga pemerintah berencana mengeluarkan sebuah keputusan yang bertentangan dengan UU.
Lebih lanjut Bambang Haryo mengingatkan pemerintah, bahwa pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Batam bertujuan untuk meningkatkan daya saing Batam sebagai sebuah kawasan Industri dan Perdaganan yang terkoneksi langsung dengan Pelabuhan.
"Sehingga diharapkan dapat menyaingi Singapura. Keputusan melebur BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam, jelas merugikan daya Saing Bangsa Indonesia dalam dunia industri dan perdagangan. Apalagi di tahun 2020 penerapan Kawasan Ekonomi Khusus diterapkan," ucapnya.
Selain itu ada juga UU Nomor 53 Tahun 1999, yang dengan jelas membagi wewenang dua lembaga tersebut. Hal ini diungkapkan anggota Komisi VI DPR Bowo Sidiq melalui siaran pers, Jumat (21/12/2018).
Anggota Fraksi Partai Golkar ini meminta pemerintah duduk bersama dengan DPR dalam mengambil keputusan terkait BP Batam. Karena UU menyebut BP Batam dikelola oleh lembaga setingkat menteri yang menjadi mitra di komisi VI.
Lebih lanjut Bowo Sidiq menduga, ada ketidakpuasan dari pihak pemerintah daerah terhadap kewenangan yang dimiliki oleh BP Batam sehingga terjadi gesekan antara BP Batam dan Wali kota Batam.
"Sebagai mitra koalisi, kami mengingatkan pemerintah untuk tidak melanggar undang-undang. Sebaiknya pemerintah duduk bersama dengan DPR mengevaluasi semua permasalahan terkait Batam sehingga senua keputusan yang diambil tidak menabrak undang-undang," kata Bowo.
Bowo sidiq juga mengapresiasi kinerja yang telah dilakukan BP Batam dibawah kepemimpinan kepala BP Batam, Lukita Dinarsyah Tuwo, yang dianggap telah memimpin BP Batam dan menjalin komunikasi yang baik dengan pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Batam.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi VI, Bambang Haryo. Politikus Partai Gerindra ini mencurigai adanya kepentingan pemerintah yang tidak diakomodir oleh BP Batam, sehingga pemerintah berencana mengeluarkan sebuah keputusan yang bertentangan dengan UU.
Lebih lanjut Bambang Haryo mengingatkan pemerintah, bahwa pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Batam bertujuan untuk meningkatkan daya saing Batam sebagai sebuah kawasan Industri dan Perdaganan yang terkoneksi langsung dengan Pelabuhan.
"Sehingga diharapkan dapat menyaingi Singapura. Keputusan melebur BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam, jelas merugikan daya Saing Bangsa Indonesia dalam dunia industri dan perdagangan. Apalagi di tahun 2020 penerapan Kawasan Ekonomi Khusus diterapkan," ucapnya.
(maf)