Basis Suara NU Jadi Rebutan

Jum'at, 30 November 2018 - 12:02 WIB
Basis Suara NU Jadi Rebutan
Basis Suara NU Jadi Rebutan
A A A
JAKARTA - Nahdlatul Ulama (NU) lagi-lagi menjadi “kue manis” yang diperebutkan kedua belah kubu dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Meski NU secara kelembagaan tidak berpolitik praktis, banyaknya jumlah pemilih Nahdliyin membuat NU selalu “seksi” untuk diperebutkan. Seberapa besar sebenarnya jumlah warga NU sehingga suaranya layak diperebutkan dalam mendukung pasangan capres cawapres? Mengacu data Sensus Penduduk 2010 yang di keluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia beragama Islam sebesar 87,18%.

Dengan menggunakan data ini, maka pada 2016 penduduk Indonesia yang beragama Islam berjumlah 223,18 juta jiwa. Angka yang beredar di media menyebutkan bahwa warga Nahdliyin berkisar di angka 60-120 juta jiwa.

Dalam buku “NU DAN KEINDONESIAAN” karya Mohammad Sobary, mantan Ketua Umum PBNU Almarhum KH Hasyim Muzadi pernah menyatakan jumlah warga NU sekitar 60 juta. Namun, Gus Dur menaksir lebih dari 50% orang Indonesia adalah warga NU atau sekitar 120 juta.

Survei yang dilakukan Alvara Research Center pada Oktober 2018 lalu menyebutkan ada tiga karakteristik dalam melihat NU. Pertama, dari sisi ritual, mayoritas muslim di Indonesia atau 80% menyatakan mengikuti ritual keagamaan ala NU.

Misalnya, mereka mau untuk menggelar tahlil atau Maulid Nabi Muhammad SAW. Indikator kedua, ketika publik ditanya afiliasi keormasan atau merasa memiliki kedekatan dengan ormas Islam apa, jumlah yang mengaku memiliki kedekatan dengan NU menurun menjadi 60%.

Sementara indikator ketiga, ketika responden ditanya ‘Anda menjadi anggota ormas apa? Jumlah yang mengaku menjadi anggota ormas NU turun menjadi hanya 40%. “Jadi, di situ ada gap dari 80 persen menjadi 60 persen dan kemudian menjadi 40%,” tutur Direktur Eksekutif Alvara Research Center Hasanuddin Ali ke pada KORAN SINDO, kemarin.

Masih dari data rilis survei yang sama, Hasanuddin menyebutkan, dalam konteks Pilpres 2019, anggota ormas NU yang men dukung pasangan Jokowi-KH Ma’ruf Amin mencapai 55,5%, sementara pendukung Prabowo-Sandi 33,2%. Selebihnya 11,3% belum menentukan pilihan.

Kemudian responden yang merasa dekat dengan NU namun bukan anggota NU, 55,0% menyatakan mendukung Jokowi-KH Ma’ruf Amin dan 34,2% mendukung Prabowo-Sandi. Selebihnya 10,9% belum menentukan pilihan.

“Suara warga NU tidak pernah bisa bulat karena jumlahnya besar sehingga semua kontestan politik berusaha keras menarik dukungan dari pemilih NU,” tuturnya.

Karena itu, dalam menghadapi Pilpres 2019, kedua kubu terus mendekat ke NU. Jokowi, misalnya, jelas-jelas meng anggap suara NU sangat signifikan. Keseriusannya ditunjukkan dengan menggandeng KH Ma’ruf Amin yang saat itu menjabat Rais Aam PBNU sebagai cawapresnya.

Pasangan Prabowo-Sandi pun tak mau kehilangan suara NU. Setelah deklarasi pencalonan, Prabowo langsung “sowan” ke PBNU. Terbaru, pada Rabu (28/11) malam, sejumlah kiai dan ulama keturunan pendiri NU memberikan dukungannya kepada Prabowo-Sandi.

Mere kadatang dari Jawa Timur kekediaman Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Jakarta, untuk mendeklarasikan dukungannya. “Kalau kita baca upaya yang dilakukan Prabowo-Sandi, misalkan dalam mengumpulkan para kiai keturunan pendiri NU, memang dalam memperbesar dukungan Nahdliyin,” kata Hasanuddin.

Menurutnya, selama ini Kiai Ma’ruf Amin banyak mendapatkan dukungan pengurus NU mulai dari tingkat pusat, wilayah, hingga cabang. Sementara yang dilakukan kubu Prabowo, yaitu mencari figur-figur lain di luar struktural NU yang punya pengaruh dengan mencari sudut pandangan anakanak cucu pendiri NU.

“Namun, kalau kita baca, anak-anak keturunan pendiri NU juga tidak bulat karena banyak juga mendukung Jokowi,” katanya. Menurutnya, Prabowo dalam konteks ini sengaja menggunakan simbol-simbol NU untuk menarik dukungan publik yang terafiliasi dengan NU, terutama di Jawa Timur.

PAS Didukung Cucu Pendiri NU
Sementara itu, KH Hasyim Karim, cucu salah satu pendiri NU KH Bisri Syansuri, dalam pertemuan di kediaman Prabowo mengaku bangga kepada pasangan Prabowo-Sandi yang dinilai fokus mengatasi persoalan ekonomi.

Hasyim juga mengaku bangga saat Prabowo menjadi pembicara utama di The World 2019 Gala Dinner yang digelar The Economist di Singapura, Selasa (27/11) lalu.

“Prabowo menjelaskan program ekonomi yang dia usung kepada para CEO perusahaan besar di dunia. Seorang pemimpin harus jelas dan bisa meyakinkan saat berbicara di forum internasional,” kata sang kiai.

Dia berharap ke depan masyarakat bisa melihat pasangan Prabowo-Sandiaga lebih objektif. Hal itu terkait kualitas mereka yang mumpuni memimpin Indonesia pada 2019.

“Jadi, saya harap masyarakat bisa melihat dan menilai siapa sesungguhnya yang punya kualitas kepemimpinan. Kita harus objektif, kita bisa kritik Prabowo-Sandi bila salah. Tapi, kalau ada kelebihan harus kita apresiasi,” kata Kiai Hasyim.

Dalam pertemuan itu sejumlah ulama keturunan pendiri NU yang memberikan dukung an kepada Prabowo-Sandiaga berdasarkan data yang dirilis tim media Badan Pemenangan Koalisi Indonesia Adil Makmur di antaranya dari Dzuriyyah Pesantren Tebuireng, Jombang, seperti Gus Irfan (KH Irfan Yusuf Hasyim), dari Dzurriyah Pensatren Tambak Beras ada KH Hasib Wahab (putra KH Wahab Hasbullah), dan Nyai Hj.

Oni Idris Hamid (Cucu KH Abd Hamid Pasuruan). Terpisah, Wakil Direktur Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Kiai Ma'ruf, Lukman Edy menuturkan, kalau ada satu atau dua cucu pendiri NU yang mendukung Prabowo-Sandi, itu lumrah sebagai bagian dari demokrasi.

“Tetapikan jumhur (mayoritas) ulama (mendukung) ke Jokowi-Kiai Ma’ruf,” ujar Lukman Edy di Media Center TKN, Jakarta Pusat, kemarin. Menurut mantan Menteri Percepatan Daerah Tertinggal (PDT) di era Kabinet Indonesia Bersatu ini, sebagian besar ulama NU, baik itu cucu dari keluarga para pendiri NU dan para kiai yang bukan dari keluarga pendiri, sebagian besar memberikan dukungannya kepada Jokowi-Kiai Ma'ruf.

Alasannya sederhana, yakni karena faktor Kiai Ma’ruf Amin sebagai cawapres. Bahkan, menurut Lukman Edy, tokoh-tokoh NU yang masuk daftar pendukung Prabowo-Sandi selama ini ketokohannya tidak biasa di kalangan NU. “Tokohnya juga tidak mainstream. Mungkin sampean juga baru dengar namanya kan? Apa lagi jamaah NU yang lain,” tuturnya.

Senada dengan Lukman, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan, jumlah keluarga besar Pendiri NU KH Hasyim Asy’ari banyak sekali. Karena itu, Cak Imin–sapaan akrabnya–menilai perbedaan politik di kalangan NU merupakan dinamika biasa.

“Ya, dari dulu sudah diajarkan berbeda, saling menghormati saja,” katanya. Namun jelas, kata Cak Imin, PKB dan Kiai Ma’ruf akan terus bekerja keras memenangkan Pileg dan Pilpres 2019 dengan lebih banyak turun ke daerah, terutama di Pulau Jawa.

“Kita menyolidkan barisan, tapi Alhamdulillah kontribusi suara pemilih PKB ke Jokowi sudah 75 persen,” klaim Cak Imin. Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto mengaku optimistis mayoritas suara warga NU akan berlabuh ke kubu Jokowi-Kiai Ma’ruf Amin.

Menurutnya, dukungan sejumlah tokoh keturunan pendiri NU kepada Prabowo-Sandi karena mereka belum mengetahui pasti bagai mana sosok keduanya.

“Mereka nggak tahu kalau Pak Prabowo nggak tegas sikapnya terhadap pemindahan Kedutaan Israel, mungkin setelah itu akan berpikir ulang. Apalagi kalau melihat Sandiaga Uno ke makam dan tidak bisa menghormati makam tokoh-tokoh NU. Nggak bisa Republik ini dipimpin orang yang tidak paham kebudayaan,” tuturnya. (Abdul Rochim/ Kiswondari)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5851 seconds (0.1#10.140)