Efektivitas Jamsos TKI Perlu Ditingkatkan

Rabu, 28 November 2018 - 13:56 WIB
Efektivitas Jamsos TKI Perlu Ditingkatkan
Efektivitas Jamsos TKI Perlu Ditingkatkan
A A A
JAKARTA - Berbagai kalangan meminta BPJS Ketenagakerjaan meningkatkan efektivitas pelayanan perlindungan jaminan sosial Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di seluruh negara.

Peningkatan efektivitas itu juga perlu konsistensi atas pelaksanaan layanan terpadu satu atap (LTSA) serta penerbitan peraturan pemerintah dan peraturan menteri tenaga kerja sebagai turunan dari UU Perlindungan Pekerja Migran.

Koordinator Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi Bidang Pencegahan (Korsupgah) KPK Asep Rahmat Suwanda menyatakan, KPK telah melakukan kajian dan memberikan rekomendasi tentang perbaikan tata kelola dan perlindungan pekerja migran Indonesia atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sejak 2015. Rekomendasi diberikan ke Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), BPJS Ketenagakerjaan, dan sejumlah pihak.

Rekomendasi itu di antaranya, pertama, pembentukan layanan terpadu satu pintu untuk TKI. Konsep ini kemudian terbentuk sebagai LTSA dan masuk dalam UU Nomor 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran. Saat itu KPK mendorong pembentukan LTSA di 52 titik di 8 provinsi. Tapi, hingga kini realisasinya belum mencapai setengahnya yang terbentuk.

Kedua, pengelolaan asuransi jaminan sosial TKI yang dulu ditangani konsorsium swasta dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Ketiga, penyusunan cost structure atau standar biaya untuk penempatan kerja para TKI di negara-negara yang berbeda. Misalnya, berapa besaran cost structure untuk di Malaysia, Hong Kong, Taiwan, Arab Saudi, Amerika Serikat, maupun negara-negara di Eropa. Penyusunannya bahkan belum berpihak kepada TKI, belum rampung untuk seluruh negara tujuan, dan belum berjalan baik.

"Perlindungan jaminan sosial untuk pekerja migran Indonesia masih belum maksimal. Makanya, yang non-insurable harus diambil oleh negara. Jangan kemudian sekali lagi dialihkan ke swasta, seperti zaman dulu. Karena nantinya jadi enggak jelas hitung-hitungan dan mekanismenya," tegas Asep, kemarin.

Dia mengatakan, permasalahan terkait coverage (cakupan) jaminan sosial TKI misalnya, BPJS Ketenagakerjaan hanya terbatas pada perlindungan yang ada dalam UU Jaminan Sosial. ‎Pertama, saat TKI mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK). Kedua, saat TKI mendapat penyiksaan oleh majikan. Dua poin itu hampir menjadi masalah yang sering dialami TKI, dan sering kali TKI kesulitan mengklaim asuransi ke BPJS Ketenagakerjaan.

"Seluruh kebutuhan‎ perlindungan TKI belum bisa di-cover. Makanya, kami berharap pemerintah (termasuk BPJS Ketenagakerjaan) mengambil alih perlindungan-perlindungan yang selama ini tidak ter-cover, bahkan yang dulu tidak ter-cover oleh konsorsium (swasta)," ujarnya.

‎Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf Macan Effendi menyatakan, selama beberapa tahun ini Komisi IX mendorong keseriusan pemberian perlindungan jaminan sosial ‎pekerja migran atau TKI di luar negeri. Apalagi perlindungan jaminan sosial TKI diamanahkan pelaksanaannya ke BPJS ‎Ketenagakerjaan‎ sejak Agustus 2017. Pasalnya, di era sebelumnya konsorsium asuransi swasta terlalu banyak mengambil keuntungan dari para pekerja termasuk TKI.

"Efektivitas perlindungan jaminan sosial TKI oleh BPJS Ketenagakerjaan sampai sekarang‎ belum maksimal. Saya dan, kami, Komisi IX masih mendapat pengaduan-pengaduan dari perwakilan-perwakilan TKI. Harusnya efektivitasnya ditingkatkan," ujar Dede.

Ketua DPP Partai Demokrat ini mengungkapkan, untuk perlindungan jaminan sosial TKI saat ini BPJS Ketenagakerjaan hanya ada empat manfaat, yaitu kematian, kecelakaan kerja, jaminan hari tua (JHT), dan pensiun. Empat manfaat tersebut sebenarnya belum bisa menutup 13 manfaat yang sebelumnya dilaksanakan oleh konsorsium swasta.

Dede membeberkan, Komisi IX menemukan sejumlah permasalahan terkait dengan pemberian pelayanan perlindungan jaminan sosial TKI. Pertama, Komisi IX masih mendapat masukan-masukan dan pengaduan-pengaduan dari TKI bahwa para TKI tidak bisa mengklaim asuransi BPJS Ketenagakerjaan di luar negeri. Baik ketika TKI terjadi sakit atau ketika mengalami kekerasan fisik.‎

Dede menggariskan, secara keseluruhan, total ada lebih 5 juta TKI yang tersebar di berbagai negara. Mengacu data Bank Dunia, jumlah TKI saat ini mencapai lebih 9 juta. Selama satu tahun untuk 2018 ini saja khususnya sampai November, ada sekitar 360.000 TKI yang berangkat ke luar negeri. Jika seluruh TKI ter-cover, maka akan menambah jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto menyatakan, pihaknya terus melakukan beberapa langkah untuk peningkatan pelaksanaan pelayanan perlindungan jaminan sosial terhadap pekerja migran atau TKI. ‎"Layanan perlindungan jaminan sosial TKI kami tingkatkan. Kami berkomitmen menjalankan program jaminan sosial bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk TKI," kata Agus. (Sabir Laluhu)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9625 seconds (0.1#10.140)