Pentingnya Mewaspadai Bahaya Resistensi Antimikroba

Rabu, 28 November 2018 - 09:01 WIB
Pentingnya Mewaspadai Bahaya Resistensi Antimikroba
Pentingnya Mewaspadai Bahaya Resistensi Antimikroba
A A A
JAKARTA - Setiap pekan kedua November setiap tahun selalu diadakan perayaan World Antibiotic Awareness Week (WAAW). Selama sepekan tersebut satu pekan yang diisi oleh kegiatan maupun kampanye untuk menyuarakan betapa pentingnya masalah kesehatan dunia yang diakibatkan oleh resistensi antimikroba.

Selain dalam hal meningkatkan kepedulian masyarakat, kampanye ini juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan kebijakan terkait kesehatan untuk mencegah penyebaran resistensi antimikroba lebih lanjut.

Kondisi tersebut menyebabkan pengobatan standar tidak efektif lagi, dan infeksi tetap berlangsung, bahkan dapat menular pada banyak orang. Antibiotik merupakan bagian dari antimikroba. Jika antibiotik ditujukan pada obat-obatan untuk membunuh bakteri, istilah antimikroba ditujukan pada obat-obatan untuk membunuh bakteri, virus, dan beberapa parasit.

Sebenarnya, resistensi mikroba adalah fenomena evolusi alami yang penyebabnya adalah mutasi DNA mikroorganisme, yang memungkinkan mikroorganisme untuk terus menyesuaikan susunan genetiknya dan menjadi semakin kuat.

"Resistensi antibiotik itu peristiwa alami, memang terjadi. Hanya saja bagaimana caranya agar laju resistensi tersebut bisa kita kendalikan," kata Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma'arif pada puncak perayaan World Antibiotics Awareness Week tanggal 18 November 2018.

Pada perayaan tersebut juga FAO bersama dengan Kementerian Pertanian kembali menegaskan komitmen untuk mencegah resistensi antimikroba.

Penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan obat antimikroba meningkatkan jumlah dan jenis organisme yang resisten.

Hal tersebut berdampak pada semakin banyaknya penyakit infeksi yang menyebar, ditambah lagi dengan perkembangan perdagangan dan perjalanan lintas benua yang semakin mudah dilakukan, mikroogranisme resisten dapat menyebar ke berbagai bagian di dunia.

Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI), Prof Wiku Adisasmito mengatakan, dalam level lebih luas dari individu, adanya resistensi antimikroba di masyarakat juga menjadi beban pembiayaan kesehatan bagi pemerintah.

"Jadi tidak hanya tenaga kesehatan yang perlu mengedukasi pasien dan keluarganya mengenai dosis dan lama waktu penggunaan obat antimikroba, namun juga merupakan tugas dari industri obat maupun pemerintah selaku pembuat kebijakan," ungkap Wiku Adisasmito, melalui siaran pers, Rabu (28/11/2018).

Penerima penghargaan Academic Leader Award 2018 dari Kemenristekdikti beberapa waktu lalu ini menjelaskan, konsep 'One Health' dinilai paling tepat untuk menyelesaikan masalah resistensi antimikroba pada manusia, hewan, dan lingkungan. Pendekatan 'One Health' merupakan pendekatan multisektor yang melibatkan berbagai profesi dan institusi kesehatan.

"Jika dari bidang peternakan dapat menekan penggunaan antibiotik pada hewan, dari bidang kesehatan masyarakat juga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, (dari bidang) kedokteran dan farmasi juga mampu melakukan pengobatan secara efektif," ungkapnya.

"Maka laju resistensi bisa kita kendalikan. Ini kan konsep 'One Health'. Semua sektor bekerjasama, termasuk pemerintah dan industri," pungkas Wiku yang juga selaku Koordinator Indonesia One Health University Network (INDOHUN).
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7469 seconds (0.1#10.140)