Bahu-Membahu Mencegah Narkoba Meracuni Anak

Minggu, 25 November 2018 - 10:05 WIB
Bahu-Membahu Mencegah...
Bahu-Membahu Mencegah Narkoba Meracuni Anak
A A A
JAKARTA - Narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) menjadi ancaman negara, pemerintah, dan seluruh lembaganya turut serta ikut memberantas dan mencegah.

Berbagai program dibentuk dengan target para generasi muda hingga orang dewasa yang harus ikut andil dalam menjaga generasi dari ancaman narkoba. Narkoba kini telah menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Tak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dari 87 juta populasi anak di Indonesia, sebanyak 5,9 juta di antaranya menjadi pecandu narkoba. Mereka jadi pecandu narkotika karena terpengaruh dari orang-orang terdekat.

Pemerintah, kini semakin menaruh perhatian serius terhadap masalah tersebut. Sri Danti Anwar, Deputi Menteri Bidang Perlindungan Anak Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPA) menjelaskan, penanggulangan narkoba yang dilakukan pemerintah bergabung dengan program pencegahan HIV/AIDS.

Program bernama kilau Generasi Bebas HIV AIDS yang sudah hadir di 10 provinsi. Program ini mengajak anak SMP hingga SMA berkumpul di lapangan terbuka.

“Kami melakukan sosialisasi, tapi melalui cara yang menyenangkan seperti musikal juga permainan. Kami kerja sama dengan NGO yang biasa menghadapi anak melalui remaja lewat lagu, kuis, pokoknya anak-anak dibuat senang,” ungkap Danti. Sebab, menurut dia, cara yang paling cocok untuk menyampaikan pesan kepada generasi muda ialah dengan sesuatu yang menyenangkan.

Ditambah aktivitas ini juga membicarakan kekerasan anak, bahaya merokok, pergaulan bebas, dan perilaku menyimpang lainnya. Danti menerangkan, November 2018 ini kegiatan tersebut baru saja dilakukan di Batam dan Semarang.

Selanjutnya di Manokwari dan ditutup untuk tahun ini di Bali. KemenPPA memilih kota berdasarkan data yang menunjukkan tingkat penderita AIDS tinggi. Ada prioritas kota mana saja yang dipilih karena adanya keterbatasan anggaran dan sumber daya.

Kilau Generasi Bebas HIV/AIDS biasanya dimulai pagi hari bersama ribuan remaja. Pada siang hari diadakan diskusi publik dengan target berbeda. Kali ini hanya sekitar 250 orang yang terdiri atas masyarakat setempat, Pemda, LSM, dan forum anak.

“Kami tidak bisa turun langsung ke masyarakat sehingga cukup mengumpulkan para tokoh masyarakat. Diharapkan mereka menyampaikan kembali informasi yang kami berikan kepada masyarakat,” jelasnya.

Diskusi ini mengajak BNN agar informasi mengenai narkoba lengkap dijelaskan. Ada juga Kemenkominfo untuk menjelaskan etika menggunakan internet. Bareskrim pun hadir agar masyarakat mengetahui dampak hukum dari penyalahgunaan narkoba.

KemenPPA mengundang Kementerian Sosial (Kemensos) yang akan menjelaskan mengenai rehabilitasi pecandu narkoba ataupun penderita HIV/AIDS dan bimbingan anak Kilau Generasi Bebas HIV/AIDS ini sesuai dengan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) yang adanya di tingkat desa, kelurahan, namun tetap diundang KemenPPA.

“Tokoh-tokoh ini yang diharapkan bisa menyampaikan kembali melalui pertemuan di masyarakat misalnya di majelis taklim, posyandu, dan acara PKK,” ujar Danti. KemenPPA juga bergerilya ke sekolah untuk terus berperang melawan narkoba.

Sejalan dengan program KemenPPA lain, yakni Kota Layak Anak yang meliputi sekolah ramah anak. Sekolah ramah anak ini pun tentunya bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud).

Indikatornya, bagaimana pendidikan bisa diakses, tidak diskriminatif, tidak kekerasan, serta bebas narkoba dan rokok. Sekolah menjadi penting untuk dibangun kuat agar menjadi benteng kukuh anak-anak tidak terjerumus narkoba.

Kemendikbud telah menandatangani nota kesepahaman dengan BNN dalam memperkuat pencegahan narkoba. Staf Ahli Menteri Urusan Bidang Pengembangan Karakter Kemendikbud Arie Budiman mengatakan, melalui penguatan pendidikan karakter, pihaknya memperkuat tri pusat pendidikan, yakni antara sekolah, keluarga, dan masyarakat harus menjadi satu kesatuan.

“Program ini sudah menjadi satu kesatuan dengan kurikulum, baik di intrakurikuler, ekstrakulikuler sudah menjadi jiwa utama,” ungkap Arie. Tujuan pendidikan pada dasarnya menumbuhkan karakter akhlak, budi pekerti yang baik, dan kejujuran.

Itu termasuk karakter moral. Sementara karakter kinerja misalnya disiplin, kerja sama, gotong royong, daya saing, dan daya juang. Setiap kurikulum dipastikan akan memiliki muatan karakter.

Utamanya di kurikulum terbaru, yaitu kurikulum 2013. Konteksnya untuk bisa menumbuhkan karakter. Nilai utama di penguatan pendidikan karakter nasionalisme, kemandirian, gotong-royong, dan integritas nilai yang diharapkan mampu menjadi benteng mencegah dan menangkal narkoba.

Lantas, bagaimana cara Kemendikbud melakukan sosialisasi ke masyarakat dan keluarga? Arie menjawab, dalam prinsip penyelenggaraan pendidikan ketiga unsur harus berkomunikasi tentu harus ada dukungan kebijakan yang relevan.

“Seperti peraturan Mendikbud No 64/2004 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Semua pihak yang berada di lingkungan sekolah untuk tidak merokok. Merokok bisa saja memulai anak mengenal narkoba,” jelasnya.

Arie menambahkan, setiap sekolah harus punya program melakukan aksi langsung guna mencegah narkoba. “Ketentuan kawasan tanpa rokok di sekolah pada praktiknya bermacam-macam tindakan seperti razia, pemeriksaan, tes urine, pastinya disesuaikan dengan lingkungan,” ujarnya.

Arie menambahkan, pemeriksaan terhadap siswa sudah menjadi tata tertib. Seluruh sekolah ada, bahkan di seluruh dunia, tidak cuma di Indonesia. Dia mengingatkan kepada seluruh orang tua, negara sudah berjuang penuh untuk melindungi anak bangsa dari jahatnya narkoba.

Namun, tetap perlindungan dan pendidik pertama dan utama ada di orang tua. Tidak masa bodoh terhadap pergaulan anak, jangan terlampau sibuk dengan berbagai urusan karena anak tetap menjadi perhatian nomor satu.

Menyambut kabar baik tersebut, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Rita Pranawati menyatakan, setiap orang tua di Indonesia sudah mengingatkan bahaya narkoba, tapi ternyata upaya yang dilakukan orang tua belum maksimal karena ternyata masih banyak anak yang terjerumus.

Dalam riset menunjukkan, orang tua sudah melakukan upaya untuk menginformasikan bahwa narkoba itu berbahaya. Namun pada kenyataannya, masih ada gap, artinya pengasuhan orang tua belum optimal diterima oleh anak.

“Ketika anak beranjak remaja, pasti sudah banyak bergaul dengan temannya. Orang tua harus tetap berkomunikasi, banyak mengobrol dengan anak. Masa transisi ini harus dipahamkan tentang membangun kepercayaan diri anak,” ungkap Rita.

Dia menambahkan, beri sugesti kepada anak bahwa berbeda itu tidak masalah. Tidak selalu harus mengikuti teman. “Terus berkomunikasi bagaimana cara anak agar bisa menolak ajakan yang tidak baik,” sambung Rita.

Sebab, di sekolah tren narkoba itu beralih, memabukkan juga sudah digunakan dengan beragam cara. Salah satunya dengan ngelem atau minum air pembalut seperti yang sekarang sedang banyak terjadi. Orang tua harus paham, sebenarnya anak zaman sekarang suka hal ekstrem.

Semakin baru semakin menantang, pemahaman ini yang seharusnya dibetulkan. Orang tua saat anaknya berada pada masa pubertas, saat mencari jati diri, orang tua dapat membantu dalam perspektif berbeda. “Memberikan aktivitas lain yang lebih positif, misalnya olahraga atau berorganisasi.

Diberi alternatif sehingga waktu anak habis untuk kegiatan itu,” saran Rita. KPAI juga menyoroti narkoba yang dikemas dalam bentuk makanan. Tindak lanjut ini tentu dilakukan KPAI dengan BPOM. Untuk jajanan anak bukan masalah narkoba saja yang menjadi perhatian, tetapi zat pewarna dan lainnya yang membuat makanan tidak sehat.

KPAI juga meminta kepada guru, khususnya guru bimbingan konseling di sekolah, untuk bisa lebih peka terhadap muridnya. Rita menilai, perhatian seperti ini bisa mencegah anak yang ingin bertindak menyimpang.

“Bisa tahu duluan kalau ada kejanggalan dari anak. Bisa segera dicari tahu sehingga anak bisa segera didampingi. Situasi itu yang sebenarnya krusial bukan setelah terjadi. Namun, sekolah punya pencegahan sedini mungkin,” harapnya.

Rita juga tidak lupa menyoroti undang-undang di Indonesia masih kurang maksimal. Terlebih aturan untuk rehabilitasi bagi pecandu anak karena untuk anak masih dicampur dengan dewasa.

Dia juga menyarankan agar rehabilitasi bersama dengan keseluruhan keluarga, karena bukan cuma tentang narkobanya, tetapi kemungkinan ada kesalahan dalam pola pengasuhan orang tua. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9998 seconds (0.1#10.140)