Koalisi Save Ibu Nuril Serahkan Petisi ke Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Kelompok masyarakat dari berbagai kalangan yang tergabung dalam Koalisi Save Ibu Nuril menyerahkan petisi meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.
Baiq Nuril adalam mantan guru honorer SMA 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang divonis enam bulan penjara dan denda Rp500 juta oleh Mahkamah Agung karena dianggap melanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
(Baca juga: Dari Aktivis hingga Selebritas Minta Jokowi Bantu Baiq Nuril )
Petisi tersebut diserahkan kepada staf Kantor Staf Presiden (KSP), Ifdhal Kasim. Petisi yang telah digalang melalui laman change.org itu telah diteken oleh 80 ribu orang.
"Kami menyereahkan petisi dukungan meminta presiden mempertimbangkan memberikan amnesti kepada Ibu Nuril," kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju di Kantor KSP, Jakarta, Senin (19/11/2018).
Tidak hanya menyerahkan petisi, koalisi juga menyampaikan surat yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Surat berisi permintaan amnesti beserta alasan mengapa presiden harus memberikan amnesti untuk Baiq Nuril.
Anggara mengatakan, petisi dan surat tersebut telah diterima KSP dan akan diteruskan ke Presiden. "Nanti akan ada koordinasi lanjutan untuk menentukan langkah selanjutnya," kata Anggara.
Baiq Nuril Maknun adalah mantan guru honorer di SMA 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Oleh Mahkamah Agung (MA), perempuan berusia 36 tahun itu dijatuhi hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Kasus ini berawal pada tahun 2012. Ketika itu dia merekam percakapan dirinya dengan M yang saat itu menjabat Kepala SMA 7 Mataram. Percakapan itu sengaja direkam Nuril untuk membuktikan kepada orang di sekitarnya bahwa dirinya tidak memiliki hubungan dengan M.
Nuril juga tidak merasa nyaman apa yang diceritakan M kepadanya, di antaranya mengajaknya selingkuh dan menceritakan hubungan badannya dengan perempuan lain.
Pada 2015 percakapan itu beredar. M pun tidak terima lalu melaporkan Nuril ke polisi pada 2015 dengan tuduhan menyebarluaskan percakapan tersebut. Polisi memproses laporan M. Pada 2017 Nuril sempat ditahan.
Pada 27 Maret, Pengadilan Mataram membebaskan Nuril karena tidak terbukti melanggar ITE. Tidak terima putusan pengadilan, jaksa mengajukan kasasi ke MA. Dalam putusannya, MA menghukum Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Baiq Nuril adalam mantan guru honorer SMA 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang divonis enam bulan penjara dan denda Rp500 juta oleh Mahkamah Agung karena dianggap melanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
(Baca juga: Dari Aktivis hingga Selebritas Minta Jokowi Bantu Baiq Nuril )
Petisi tersebut diserahkan kepada staf Kantor Staf Presiden (KSP), Ifdhal Kasim. Petisi yang telah digalang melalui laman change.org itu telah diteken oleh 80 ribu orang.
"Kami menyereahkan petisi dukungan meminta presiden mempertimbangkan memberikan amnesti kepada Ibu Nuril," kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju di Kantor KSP, Jakarta, Senin (19/11/2018).
Tidak hanya menyerahkan petisi, koalisi juga menyampaikan surat yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Surat berisi permintaan amnesti beserta alasan mengapa presiden harus memberikan amnesti untuk Baiq Nuril.
Anggara mengatakan, petisi dan surat tersebut telah diterima KSP dan akan diteruskan ke Presiden. "Nanti akan ada koordinasi lanjutan untuk menentukan langkah selanjutnya," kata Anggara.
Baiq Nuril Maknun adalah mantan guru honorer di SMA 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat. Oleh Mahkamah Agung (MA), perempuan berusia 36 tahun itu dijatuhi hukuman enam bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Kasus ini berawal pada tahun 2012. Ketika itu dia merekam percakapan dirinya dengan M yang saat itu menjabat Kepala SMA 7 Mataram. Percakapan itu sengaja direkam Nuril untuk membuktikan kepada orang di sekitarnya bahwa dirinya tidak memiliki hubungan dengan M.
Nuril juga tidak merasa nyaman apa yang diceritakan M kepadanya, di antaranya mengajaknya selingkuh dan menceritakan hubungan badannya dengan perempuan lain.
Pada 2015 percakapan itu beredar. M pun tidak terima lalu melaporkan Nuril ke polisi pada 2015 dengan tuduhan menyebarluaskan percakapan tersebut. Polisi memproses laporan M. Pada 2017 Nuril sempat ditahan.
Pada 27 Maret, Pengadilan Mataram membebaskan Nuril karena tidak terbukti melanggar ITE. Tidak terima putusan pengadilan, jaksa mengajukan kasasi ke MA. Dalam putusannya, MA menghukum Nuril 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta.
(dam)