Melalui Konvensi, Praktisi Humas Cari Strategi Bangun Reputasi
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) akan menggelar Konvensi Nasional Humas 2018, di Djakarta Theater, Jakarta, 10-11 Desember 2018.
Gelaran tahunan ini mengangkat tema Humas 4.0 Tantangan Kebangsaan dan Reputasi Indonesia.
Ketua Panitia Konvensi Nasional Humas 2018, Benny S Butar-butar menjelaskan, acara itu menjadi momen tepat bagi praktisi Humas 4.0 untuk lebih waspada dan cermat dalam menghadapi tantangan kemajuan dunia digital di Indonesia.
"Harapannya melalui Konvensi Humas 2018, kami segenap praktisi public relation Indonesia, profesional dari berbagai industri dapat saling berdiskusi dan menemukan strategi untuk membangun reputasi baik Indonesia," tuturnya dalam jumpa pers di Plaza Kuningan, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Sebab, kata dia, industri 4.0 dianggap sebagai tantangan globalisasi yang menciptakan ketidakpastian yang justru menjadi tantangan terbesar humas di Indonesia.
Oleh karena itu, lanjut Benny, Perhumas sebagai lembaga profesi perlu terus menerus meningkatkan kapasitas dan kualitas humas secara berkelanjutan.
Menurut dia, sudah saatnya humas Indonesia memimpin di depan dengan menjadikan teknologi informasi, digitalisasi dan media sosial sebagai instrumen kekuatan public relations di masa depan atau di era industri 4.0.
"Humas bukan lagi sebagai alat pemadam kebakaran yang reaktif, tetapi memimpin di depan dengan strategic Thinking yang kuat," ujarnya.
Dia melanjutkan, guna menghadapi hal tersebut, praktisi humas perlu melengkapi diri juga dengan local wisdom yang menjadi kekuatan pemain lokal dan memperkuat platform digital untuk meningkatkan awarness sebagai contact point bagi sasaran khalayaknya.
Hal senada dikatakan Ketua Umum Perhumas, Agung Laksamana. Agung mengatakan, komoetensi public relations (PR) membutuhkan kombinasi unik antara intuisi, nalar, empati, emosi serta kreativitas yang tidak terbatas.
"Persepsi lama bahwa PR hanya berfungsi sebagai media relations, membuat kliping, protokoler serta publikasi di konvensional media semata harus lah kita tinggalkan," ujarnya dalam kesempatan sama.
Menurut dia, saat ini profesi PR dituntut memiliki keahlian yang lebih kompleks. Pada akhirnya, lanjut dia, peran fungsi Humas adalah membangun kepercayaan dan reputasi melalui branding Making Indonesia 4.0.
Dia mengatakan, dibutuhkan agenda setting serta peran strategis humas yang Humas 4.0. "Pont besar saya di sini adalah Humas 4.0 harus memiliki software dan hardware yang global, digital, kreatif. Namun, yang paling penting juga adalah inside chipnya seorang Humas 4.0 harus lah NKRI, Indonesia bicara baik," pungkasnya.
Gelaran tahunan ini mengangkat tema Humas 4.0 Tantangan Kebangsaan dan Reputasi Indonesia.
Ketua Panitia Konvensi Nasional Humas 2018, Benny S Butar-butar menjelaskan, acara itu menjadi momen tepat bagi praktisi Humas 4.0 untuk lebih waspada dan cermat dalam menghadapi tantangan kemajuan dunia digital di Indonesia.
"Harapannya melalui Konvensi Humas 2018, kami segenap praktisi public relation Indonesia, profesional dari berbagai industri dapat saling berdiskusi dan menemukan strategi untuk membangun reputasi baik Indonesia," tuturnya dalam jumpa pers di Plaza Kuningan, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (15/11/2018).
Sebab, kata dia, industri 4.0 dianggap sebagai tantangan globalisasi yang menciptakan ketidakpastian yang justru menjadi tantangan terbesar humas di Indonesia.
Oleh karena itu, lanjut Benny, Perhumas sebagai lembaga profesi perlu terus menerus meningkatkan kapasitas dan kualitas humas secara berkelanjutan.
Menurut dia, sudah saatnya humas Indonesia memimpin di depan dengan menjadikan teknologi informasi, digitalisasi dan media sosial sebagai instrumen kekuatan public relations di masa depan atau di era industri 4.0.
"Humas bukan lagi sebagai alat pemadam kebakaran yang reaktif, tetapi memimpin di depan dengan strategic Thinking yang kuat," ujarnya.
Dia melanjutkan, guna menghadapi hal tersebut, praktisi humas perlu melengkapi diri juga dengan local wisdom yang menjadi kekuatan pemain lokal dan memperkuat platform digital untuk meningkatkan awarness sebagai contact point bagi sasaran khalayaknya.
Hal senada dikatakan Ketua Umum Perhumas, Agung Laksamana. Agung mengatakan, komoetensi public relations (PR) membutuhkan kombinasi unik antara intuisi, nalar, empati, emosi serta kreativitas yang tidak terbatas.
"Persepsi lama bahwa PR hanya berfungsi sebagai media relations, membuat kliping, protokoler serta publikasi di konvensional media semata harus lah kita tinggalkan," ujarnya dalam kesempatan sama.
Menurut dia, saat ini profesi PR dituntut memiliki keahlian yang lebih kompleks. Pada akhirnya, lanjut dia, peran fungsi Humas adalah membangun kepercayaan dan reputasi melalui branding Making Indonesia 4.0.
Dia mengatakan, dibutuhkan agenda setting serta peran strategis humas yang Humas 4.0. "Pont besar saya di sini adalah Humas 4.0 harus memiliki software dan hardware yang global, digital, kreatif. Namun, yang paling penting juga adalah inside chipnya seorang Humas 4.0 harus lah NKRI, Indonesia bicara baik," pungkasnya.
(dam)