Berdasarkan Budaya Minang, Perkara Irman Tak Masuk Kategori Pidana
A
A
A
JAKARTA - Kuasa Hukum Irman Gusman menghadirkan Pakar Budaya Minang Zaitul Ikhlas Saad dalam sidang lanjutan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua DPD RI tersebut.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/11/2018) itu Zaitul menjelaskan perkara budaya Minang terkait perkara gratifikasi yang menjerat Irman Gusman.
"Dalam budaya Minang, orang memberi dan menerima itu wajar saja, tidak ada yang salah," ujar Zaitul.
Dalam kesempatan itu Zaitul juga menjelaskan dalam budaya Minang ada ketentuan yang melarang seseorang menolak pemberian orang lain. "Kalau mau menolak, caranya bukan dengan menolak di depan orang itu. Kalau menolak di depan orang yang memberi, itu namanya orang menghina," kata Zainut.
"Kalau mau menolak pemberian, biasanya barang itu diambil kemudian diberi ke orang lain," imbuh dia.
Sementara itu, Kuasa Hukum Irman Gusman, Maqdir Ismail mengatakan hukum pidana di Indonesia sudah lama tidak memperhatikan adat dan budaya yang berlaku di tengah masyarakat, terutama ihwal memberi dan menerima hadiah.
Bila dikaitkan dengan perkara Irman, Maqdir mengatakan kliennya sama sekali tidak mengetahui bahwa yang ia terima dari Memi adalah segepok uang. "Dalam perkara Pak Irman, Ibu Memi tak pernah bicara dia memberikan uang kepada Pak Irman. Dia hanya datang bawa sesuatu, baru belakangan diketahui itu uang," ucap Maqdir.
"Kalau dikembalikan pada budaya tadi, perbuatan itu tidak masuk pidana," kata Irman.
Mengutip kesaksian Zaitul, Maqdir menambahkan nilai pemberian atau hadiah bukan urusan Irman melainkan urusan si pemberi. Terlebih lanjut Maqdir, Irman tidak mengetahui bahwa pemberian itu berupa uang.
"Apalagi dalam Undang-Undang Korupsi itu ada waktu selambatnya 30 hari untuk mengembalikan," ucap Maqdir.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/11/2018) itu Zaitul menjelaskan perkara budaya Minang terkait perkara gratifikasi yang menjerat Irman Gusman.
"Dalam budaya Minang, orang memberi dan menerima itu wajar saja, tidak ada yang salah," ujar Zaitul.
Dalam kesempatan itu Zaitul juga menjelaskan dalam budaya Minang ada ketentuan yang melarang seseorang menolak pemberian orang lain. "Kalau mau menolak, caranya bukan dengan menolak di depan orang itu. Kalau menolak di depan orang yang memberi, itu namanya orang menghina," kata Zainut.
"Kalau mau menolak pemberian, biasanya barang itu diambil kemudian diberi ke orang lain," imbuh dia.
Sementara itu, Kuasa Hukum Irman Gusman, Maqdir Ismail mengatakan hukum pidana di Indonesia sudah lama tidak memperhatikan adat dan budaya yang berlaku di tengah masyarakat, terutama ihwal memberi dan menerima hadiah.
Bila dikaitkan dengan perkara Irman, Maqdir mengatakan kliennya sama sekali tidak mengetahui bahwa yang ia terima dari Memi adalah segepok uang. "Dalam perkara Pak Irman, Ibu Memi tak pernah bicara dia memberikan uang kepada Pak Irman. Dia hanya datang bawa sesuatu, baru belakangan diketahui itu uang," ucap Maqdir.
"Kalau dikembalikan pada budaya tadi, perbuatan itu tidak masuk pidana," kata Irman.
Mengutip kesaksian Zaitul, Maqdir menambahkan nilai pemberian atau hadiah bukan urusan Irman melainkan urusan si pemberi. Terlebih lanjut Maqdir, Irman tidak mengetahui bahwa pemberian itu berupa uang.
"Apalagi dalam Undang-Undang Korupsi itu ada waktu selambatnya 30 hari untuk mengembalikan," ucap Maqdir.
(kri)