Tokoh Politik Harus Lebih Cermat dalam Penyampaian Kata-kata
A
A
A
JAKARTA - Guyonan 'tampang Boyolali' yang disampaikan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menimbulkan berbagai polemik, khususnya bagi masyarakat Boyolali.
Menanggapi itu, pengamat politik dari Indo Riset, Bawono Kumoro menyatakan seorang tokoh politik seharusnya lebih cermat dalam menyampaikan kata-kata dalam pidatonya.
"Jadi bukannya tidak boleh bercanda. Seorang pemimpin apakah itu presiden, kepala daerah, atau menteri harus cermat dalam mengeluarkan kata-kata," ujar Bawono kepada SINDOnews.com, Rabu (7/11/2018).
"Batasannya jangan bercanda menyangkut latar belakang kelompok seseorang, bercandalah menyerang bukan dari segi dari mana dia berasal, tapi gagasan dan sebagainya," sambungnya.
Seharusnya, lanjut Bawono, tokoh politik dapat belajar dari mantan Gubernur DKI Jakarta yakni Ahok yang terseret kasus penistaan agama karena menyinggung ayat di kitab suci Alquran.
"Terlepas dari (ucapan Ahok) penistaan agama atau tidak, ada sebagian masyarakat yang tersakiti. Belajar dari sana, artinya tindakan dan ucapan seorang pemimpin itu harus mencerminkan intelektualitas, kesantunan, dan sebagainya. Jangan menyinggung perasaan," jelasnya.
Selain itu, publik kembali dirugikan karena disajikan pertarungan politik yang remeh, bukan persoalan gagasan atau ide dalam kontestasi pemilihan Presiden 2019.
"Sebenarnya ini remeh-temeh kemudian jadi ribut digoreng kubu lawan, yang rugi publik, masa disajikan hanya goreng seperti ini. Ini kayak anak kecil, cemen banget, masa tidak ada adu gagasan dan ide," tuturnya.
Menanggapi itu, pengamat politik dari Indo Riset, Bawono Kumoro menyatakan seorang tokoh politik seharusnya lebih cermat dalam menyampaikan kata-kata dalam pidatonya.
"Jadi bukannya tidak boleh bercanda. Seorang pemimpin apakah itu presiden, kepala daerah, atau menteri harus cermat dalam mengeluarkan kata-kata," ujar Bawono kepada SINDOnews.com, Rabu (7/11/2018).
"Batasannya jangan bercanda menyangkut latar belakang kelompok seseorang, bercandalah menyerang bukan dari segi dari mana dia berasal, tapi gagasan dan sebagainya," sambungnya.
Seharusnya, lanjut Bawono, tokoh politik dapat belajar dari mantan Gubernur DKI Jakarta yakni Ahok yang terseret kasus penistaan agama karena menyinggung ayat di kitab suci Alquran.
"Terlepas dari (ucapan Ahok) penistaan agama atau tidak, ada sebagian masyarakat yang tersakiti. Belajar dari sana, artinya tindakan dan ucapan seorang pemimpin itu harus mencerminkan intelektualitas, kesantunan, dan sebagainya. Jangan menyinggung perasaan," jelasnya.
Selain itu, publik kembali dirugikan karena disajikan pertarungan politik yang remeh, bukan persoalan gagasan atau ide dalam kontestasi pemilihan Presiden 2019.
"Sebenarnya ini remeh-temeh kemudian jadi ribut digoreng kubu lawan, yang rugi publik, masa disajikan hanya goreng seperti ini. Ini kayak anak kecil, cemen banget, masa tidak ada adu gagasan dan ide," tuturnya.
(pur)