Pengamat: Generasi Milenial Cenderung Cuek terhadap Politik
A
A
A
JAKARTA - Founder and CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengatakan, posisi generasi milenial pada Pemilu 2019 menjadi sangat penting bagi keberlangsungan masa depan. Celakanya, kata dia, dalam konteks politik itu generasi milenial ini cenderung cuek terhadap politik.
Hasanuddin menuturkan, dari survey terbaru hanya 22 % generasi milenial yang mengikuti pemberitaan soal politik. Sisanya, mereka aktif mengikuti pemberitaan seputar olahraga, musik, film, gaya hidup, sosial media dan teknologi. ''Ini tantangan besar bagi kita menyangkut partisipasi mereka. Karena partisipasi mereka lebih rendah dari pemilih tua,'' jelas Hasanuddin pada Polemik Sindo Trijaya Pemilih Milenial dan Masa Depan Bangsa di Jakarta, Sabtu (20/21/2018).
Hasanuddin melanjutkan bahwa alasan pemilih milenial tidak tertarik politik karena menganggap politik itu isu yang serius dan cenderung menjadi urusan orang tua. Sementara milenial itu, katanya, cenderung menyukai berita yang fun.
Dia mengungkapkan, ada lima prinsip agar kampanye politik bisa disukai kaum milenial. Pertama, bahasa yang digunakan harus praktis. Aktor politik, kata dia, tidak boleh memberi janji mengawang-awang karena milenial tidak suka hal itu. ''Kedua tidak boleh pencitraan berlebihan. (Istilahnya) bedak jangan terlalu tebal karena mereka lebih suka apa adanya,'' katanya.
Unsur ketiga adalah harus ada unsur kebaruan karena mereka kepo dan selalu suka kejutan. Dia mencontohkan, aksi Presiden Jokowi pada pembukaan Asian Games menjadi kampanye yang sangat mengena bagi kaum milenial sebab ada unsur kejutan. Lalu unsur keempat ialah informasi harus interaktif dan cara kampanye kreatif bisa menggunakan meme atau videografis.
Hasanuddin menuturkan, dari survey terbaru hanya 22 % generasi milenial yang mengikuti pemberitaan soal politik. Sisanya, mereka aktif mengikuti pemberitaan seputar olahraga, musik, film, gaya hidup, sosial media dan teknologi. ''Ini tantangan besar bagi kita menyangkut partisipasi mereka. Karena partisipasi mereka lebih rendah dari pemilih tua,'' jelas Hasanuddin pada Polemik Sindo Trijaya Pemilih Milenial dan Masa Depan Bangsa di Jakarta, Sabtu (20/21/2018).
Hasanuddin melanjutkan bahwa alasan pemilih milenial tidak tertarik politik karena menganggap politik itu isu yang serius dan cenderung menjadi urusan orang tua. Sementara milenial itu, katanya, cenderung menyukai berita yang fun.
Dia mengungkapkan, ada lima prinsip agar kampanye politik bisa disukai kaum milenial. Pertama, bahasa yang digunakan harus praktis. Aktor politik, kata dia, tidak boleh memberi janji mengawang-awang karena milenial tidak suka hal itu. ''Kedua tidak boleh pencitraan berlebihan. (Istilahnya) bedak jangan terlalu tebal karena mereka lebih suka apa adanya,'' katanya.
Unsur ketiga adalah harus ada unsur kebaruan karena mereka kepo dan selalu suka kejutan. Dia mencontohkan, aksi Presiden Jokowi pada pembukaan Asian Games menjadi kampanye yang sangat mengena bagi kaum milenial sebab ada unsur kejutan. Lalu unsur keempat ialah informasi harus interaktif dan cara kampanye kreatif bisa menggunakan meme atau videografis.
(pur)