Kemkominfo Punya Tiga Pendekatan Berantas Hoaks
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) memiliki cara dalam menangkal kabar bohong atau hoaks. Cara itu berupa tiga pendekatan yang dilakukan Kemkominfo.
Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu menjabarkan pendekatan pertama adalah pendekatan hukum. Indonesia memiliki Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menurut Ferdinandus, dalam UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 ancaman pidana bagi para pelaku hoaks adalah 6 tahun penjara serta denda satu miliar.
"Pendekatan kedua adalah pendekatan teknologi informasi, kita punya mesin Crowling mengais konten-konten diinternet," kata Ferdinandus di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (19/10/2018).
"Ketika ada konten kemungkinan itu hoaks, kemudian diverifikasi oleh 70 orang verifikator kita yang bekerja 24 jam sehari. 7 hari seminggu mereka bekerja tanpa henti," tambahnya.
Sementara pendekatan ketiga sambung Ferdinandus, adalah pendekatan literasi digital. Katanya, Kemkominfo punya gerakan nasional siber kreasi yang bekerja bersama 90 lebih institusi, kementerian, lembaga, perguruan tinggi negeri, BUMN di Indonesia.
"Untuk apa? untuk selalu mengkampanyekan sebelum sharing, betapa think beforw click, think before posting. Itu isu-isu yang penting kita sampaikan, itu yang dilakukan Kominfo," jelasnya.
Ferdinan menjelaskan, ada cara mudah bagi masyarakat untuk dapat memastikan berita itu hoaks atau tidak, dengan mengecek kebenaran berita itu melalui saluran resmi negara pemerintah.
"Kalau kita di Kominfo punya saluran kominfo.go.id di portal. Kemudian punya informasi yang kami sampaikan selalu update di twitter kami di @kemkominfo, bahkan di instagram kami @kemenkominfo," ungkapnya.
"Itu saluran paling mudah untuk mengecek apakah sebuah informasi itu hoaks. Dan kalau masih ragu-ragu bisa kirim email aduan konten @kominfo.go.id. Kami akan segera langsung kroscek, pengecekan verfikasi faktual dan kemudian kami sampaikan kepada publik itu hoaks atau fakta," tutupnya.
Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu menjabarkan pendekatan pertama adalah pendekatan hukum. Indonesia memiliki Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menurut Ferdinandus, dalam UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 ancaman pidana bagi para pelaku hoaks adalah 6 tahun penjara serta denda satu miliar.
"Pendekatan kedua adalah pendekatan teknologi informasi, kita punya mesin Crowling mengais konten-konten diinternet," kata Ferdinandus di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (19/10/2018).
"Ketika ada konten kemungkinan itu hoaks, kemudian diverifikasi oleh 70 orang verifikator kita yang bekerja 24 jam sehari. 7 hari seminggu mereka bekerja tanpa henti," tambahnya.
Sementara pendekatan ketiga sambung Ferdinandus, adalah pendekatan literasi digital. Katanya, Kemkominfo punya gerakan nasional siber kreasi yang bekerja bersama 90 lebih institusi, kementerian, lembaga, perguruan tinggi negeri, BUMN di Indonesia.
"Untuk apa? untuk selalu mengkampanyekan sebelum sharing, betapa think beforw click, think before posting. Itu isu-isu yang penting kita sampaikan, itu yang dilakukan Kominfo," jelasnya.
Ferdinan menjelaskan, ada cara mudah bagi masyarakat untuk dapat memastikan berita itu hoaks atau tidak, dengan mengecek kebenaran berita itu melalui saluran resmi negara pemerintah.
"Kalau kita di Kominfo punya saluran kominfo.go.id di portal. Kemudian punya informasi yang kami sampaikan selalu update di twitter kami di @kemkominfo, bahkan di instagram kami @kemenkominfo," ungkapnya.
"Itu saluran paling mudah untuk mengecek apakah sebuah informasi itu hoaks. Dan kalau masih ragu-ragu bisa kirim email aduan konten @kominfo.go.id. Kami akan segera langsung kroscek, pengecekan verfikasi faktual dan kemudian kami sampaikan kepada publik itu hoaks atau fakta," tutupnya.
(maf)