Bawaslu Kaji Laporan Soal Aksi Pose Satu Jari di Forum IMF
A
A
A
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan menindaklanjuti laporan mengenai aksi pose satu jari Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan dan ucapan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara IMF-Word Bank di Bali pada 14 Oktober 2018.
Laporan ke Bawaslu itu disampaikan Dahlan Pido selaku masyarakat, dan Advokat Nusantara.
"Apakah itu masuk unsur (pelanggaran-red), saya tidak bisa jawab sekarang, karena masih dalam proses kajian dari kita," ujar anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar kepada SINDOnews, Jumat (19/10/2018). (Baca juga: Dikritik, Aksi Pose Satu Jari di Forum IMF-World Bank )
Fritz mengatakan, bila terdapat indikasi pelanggaran, Bawaslu akan melakukan pemanggilan terhadap saksi dan terlapor.
"Sekarang sudah ada pelapor, nanti akan kita panggil pelapor, saksi pelapor. Kalau memang kuat dugaan terbukti ada dugaan pelanggaran, akan panggil terlapor dan saksi-saksi lain yang dapat mendukung si pelapor," tuturnya. (Baca juga: Soal Pose Satu Jari di Forum IMF, Reaksi Kubu Prabowo Dinilai Berlebihan )
Dia menjelaskan sanksi dari pelanggaran tersebut terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sanksi pelanggaran itu berupa pidana dan denda.
"Jadi kalau (yang dilanggar) Pasal 282 ada sanksi hukuman, Pasal 547 penjara tiga tahun paling lama dan denda Rp36 juta. Kalau Pasal 283 tidak ada sanksi pidana," tutur Fritz
Kendati demikian saat ini Bawaslu belum bisa menyimpulkan kasus ini. "Ini masih dalam kajian," tandasnya.
Diketahui sebelumnya laporan atas nama Dahlan Pido selaku masyarakat sudah diberikan kepada pihak Bawaslu dengan melampirkan pemberitaan media sebagai bukti. Dirinta menganggap Luhut dan Sri Mulyani melakukan perbuatan yang melanggar Undang-Undang Pemilu.
"Undang-Undang Pemilu Nomor 1 Tahun 2017 itu ada pelanggarannya. Pasal 282 dan 283 sanksinya ada di Pasal 547. Isinya, pejabat negara dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu, itu poinnya," ungkap Dahlan.
Laporan ke Bawaslu itu disampaikan Dahlan Pido selaku masyarakat, dan Advokat Nusantara.
"Apakah itu masuk unsur (pelanggaran-red), saya tidak bisa jawab sekarang, karena masih dalam proses kajian dari kita," ujar anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar kepada SINDOnews, Jumat (19/10/2018). (Baca juga: Dikritik, Aksi Pose Satu Jari di Forum IMF-World Bank )
Fritz mengatakan, bila terdapat indikasi pelanggaran, Bawaslu akan melakukan pemanggilan terhadap saksi dan terlapor.
"Sekarang sudah ada pelapor, nanti akan kita panggil pelapor, saksi pelapor. Kalau memang kuat dugaan terbukti ada dugaan pelanggaran, akan panggil terlapor dan saksi-saksi lain yang dapat mendukung si pelapor," tuturnya. (Baca juga: Soal Pose Satu Jari di Forum IMF, Reaksi Kubu Prabowo Dinilai Berlebihan )
Dia menjelaskan sanksi dari pelanggaran tersebut terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sanksi pelanggaran itu berupa pidana dan denda.
"Jadi kalau (yang dilanggar) Pasal 282 ada sanksi hukuman, Pasal 547 penjara tiga tahun paling lama dan denda Rp36 juta. Kalau Pasal 283 tidak ada sanksi pidana," tutur Fritz
Kendati demikian saat ini Bawaslu belum bisa menyimpulkan kasus ini. "Ini masih dalam kajian," tandasnya.
Diketahui sebelumnya laporan atas nama Dahlan Pido selaku masyarakat sudah diberikan kepada pihak Bawaslu dengan melampirkan pemberitaan media sebagai bukti. Dirinta menganggap Luhut dan Sri Mulyani melakukan perbuatan yang melanggar Undang-Undang Pemilu.
"Undang-Undang Pemilu Nomor 1 Tahun 2017 itu ada pelanggarannya. Pasal 282 dan 283 sanksinya ada di Pasal 547. Isinya, pejabat negara dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu, itu poinnya," ungkap Dahlan.
(dam)