4 Tahun Jokowi Dinilai Mampu Memajukan Optimisme dan Solidaritas
A
A
A
JAKARTA - Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito menganggap empat tahun kepemimpinan Presiden Jokowi dan Wakilnya Jusuf Kalla yang terkonsolidasikan dalam program nawacita mampu mendorong kualitas demokrasi Indonesia.
Menurut Arie, kualitas tersebut ke depan harus ditambah dengan aspek supra struktur politik harus dibarengi civic culture untuk memperkuat kemampuan masyarakat sipil dalam menjaga harmoni kohesi dan keberhasilan capaian-capaian pembangunan yang lebih besar.
Karenanya, dalam konteks kontestasi politik nasional yang berbentuk kampanye harus mengedepankan ide, gagasan, cita-cita dan program. "Jangan lagi membangkitkan identitas karena sejarah kita, Indonesia (itu) dibangun bersama," ujar Arie, Jumat (19/10/2018).
Selain kualitas demokrasi, Arie juga mencermati nawacita dalam konteks membangun Indonesia yang dilakukan dari pinggiran. Menurutnya, model pembangunan dari pinggiran mampu mendorong paradigma baru tentang ekonomi lokal atau desa termasuk memangkas disparitas yang terjadi sebelumnya.
"Arus baru ekonomi ditandai oleh inovasi di desa yang selama ini dibelenggu oleh pendekatan sentralistik seperti PNPM yang bermodal hutang pemerintah pusat," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, PNPM sendiri merupakan proyek penanggulangan kemiskinan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebagian besar didanai oleh hutang Bank Dunia. Ke depan, menurut Arie, subsidi kepada kelompok masyarakat bawah harus kembali tercermin dalam orientasi pembangunan lima tahun berikutnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Institut Narasi Indonesia, Mickael B Hoelman menyoroti kepemimpinan pemerintah Jokowi baru-baru ini terutama pada beberapa event internasional. "Pidato Jokowi pada annual meeting WB/ IMF minggu lalu menunjukkan kepemimpinan Indonesia yang diakui dan dihargai oleh tidak saja para pemimpin dunia, namun juga oleh para pemimpin ekonomi internasional," ujar Mickael.
Ditambahkannya, Presiden Jokowi mengawali kepemimpinan Indonesia pada setting global melalui KAA, Bandung yang menggelorakan kembali semangat solidaritas negara-negara Asia-Afrika.
Di akhir masa jabatannya, Jokowi kembali menggetarkan banyak pemimpin dunia melalui ajakan solidaritas lewat pidato Game of Throne-nya pada plenary session Annual Meeting WB/ IMF minggu lalu. Dalam kurun waktu empat tahun pemerintahannya, ambisi Jokowi menurut Mickael telah membawa Indonesia ke tangga kemajuan berikutnya.
"Ambisi Jokowi untuk Indonesia sebagai negara yang besar telah membawa bangsa ini menuju ke arah kemajuan. Kita harus mengapresiasi optimisme Jokowi itu," katanya.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun lalu (2017), Indonesia kembali ‘naik kelas’ sebagai salah satu negara The Trillion Dollar Club (PDB lebih dari 1 Triliun Dollar; 2017). Menurut Mickael, ke depan Indonesia tidak layak lagi disebut negara miskin namun justru kini harus mulai membantu negara-negara miskin itu dalam kerangka solidaritas.
Selain itu, kepemimpinan Jokowi selama empat tahun lewat Nawacita-nya telah menunjukkan bagaimana pembangunan merata dan berorientasi kepada upaya keadilan. “Tidak lagi hanya untuk mengejar angka pertumbuhan semata, namun juga memastikan pemerataan wilayah dan persamaan kesempatan yang esensinya jauh lebih berkualitas," pungkasnya.
Menurut Arie, kualitas tersebut ke depan harus ditambah dengan aspek supra struktur politik harus dibarengi civic culture untuk memperkuat kemampuan masyarakat sipil dalam menjaga harmoni kohesi dan keberhasilan capaian-capaian pembangunan yang lebih besar.
Karenanya, dalam konteks kontestasi politik nasional yang berbentuk kampanye harus mengedepankan ide, gagasan, cita-cita dan program. "Jangan lagi membangkitkan identitas karena sejarah kita, Indonesia (itu) dibangun bersama," ujar Arie, Jumat (19/10/2018).
Selain kualitas demokrasi, Arie juga mencermati nawacita dalam konteks membangun Indonesia yang dilakukan dari pinggiran. Menurutnya, model pembangunan dari pinggiran mampu mendorong paradigma baru tentang ekonomi lokal atau desa termasuk memangkas disparitas yang terjadi sebelumnya.
"Arus baru ekonomi ditandai oleh inovasi di desa yang selama ini dibelenggu oleh pendekatan sentralistik seperti PNPM yang bermodal hutang pemerintah pusat," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, PNPM sendiri merupakan proyek penanggulangan kemiskinan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebagian besar didanai oleh hutang Bank Dunia. Ke depan, menurut Arie, subsidi kepada kelompok masyarakat bawah harus kembali tercermin dalam orientasi pembangunan lima tahun berikutnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Institut Narasi Indonesia, Mickael B Hoelman menyoroti kepemimpinan pemerintah Jokowi baru-baru ini terutama pada beberapa event internasional. "Pidato Jokowi pada annual meeting WB/ IMF minggu lalu menunjukkan kepemimpinan Indonesia yang diakui dan dihargai oleh tidak saja para pemimpin dunia, namun juga oleh para pemimpin ekonomi internasional," ujar Mickael.
Ditambahkannya, Presiden Jokowi mengawali kepemimpinan Indonesia pada setting global melalui KAA, Bandung yang menggelorakan kembali semangat solidaritas negara-negara Asia-Afrika.
Di akhir masa jabatannya, Jokowi kembali menggetarkan banyak pemimpin dunia melalui ajakan solidaritas lewat pidato Game of Throne-nya pada plenary session Annual Meeting WB/ IMF minggu lalu. Dalam kurun waktu empat tahun pemerintahannya, ambisi Jokowi menurut Mickael telah membawa Indonesia ke tangga kemajuan berikutnya.
"Ambisi Jokowi untuk Indonesia sebagai negara yang besar telah membawa bangsa ini menuju ke arah kemajuan. Kita harus mengapresiasi optimisme Jokowi itu," katanya.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun lalu (2017), Indonesia kembali ‘naik kelas’ sebagai salah satu negara The Trillion Dollar Club (PDB lebih dari 1 Triliun Dollar; 2017). Menurut Mickael, ke depan Indonesia tidak layak lagi disebut negara miskin namun justru kini harus mulai membantu negara-negara miskin itu dalam kerangka solidaritas.
Selain itu, kepemimpinan Jokowi selama empat tahun lewat Nawacita-nya telah menunjukkan bagaimana pembangunan merata dan berorientasi kepada upaya keadilan. “Tidak lagi hanya untuk mengejar angka pertumbuhan semata, namun juga memastikan pemerataan wilayah dan persamaan kesempatan yang esensinya jauh lebih berkualitas," pungkasnya.
(kri)