IJTI Minta Jurnalis Jaga Etika Peliputan Bencana di Palu dan Donggala

Minggu, 30 September 2018 - 15:07 WIB
IJTI Minta Jurnalis...
IJTI Minta Jurnalis Jaga Etika Peliputan Bencana di Palu dan Donggala
A A A
JAKARTA - Bangsa ini sedang dirundung duka yang mendalam. Hampir berturut-turut bencana gempa dan tsunami melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Pada akhir Juli lalu gempa berkekuatan 6,5 SR melanda Pulau Lombok dan sekitarnya di Nusa Tenggara Barat.

Kemudian akhir September ini, gempa berkekuatan 7,5 SR kembali melanda wilayah Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. Kali ini gempa disertai tsunami di sejumlah pesisir pantai di kedua kota tersebut. Tentu saja bencana ini menjadi perhatian seluruh media di Tanah Air.

Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriana mengatakan dalam kondisi ini media dan jurnalis memiliki tugas dan tanggung jawab untuk ikut serta menyampaikan informasi sebaik dan seakurat mungkin terkait bencana kepada publik. Tak sedikit media yang cenderung mengeksploitasi tragedi ini dalam tayangan yang dibuat.

"Pertama-tama, IJTI menyampaikan duka yang mendalam bagi para korban yang tertimpa bencana," ujar Yadi melalui rilis yang diterima SINDOnews, Minggu (30/9/2018).

IJTI juga menyerukan kepada seluruh jurnalis TV dalam meliput bencana harus berpegang teguh pada KEJ serta P3SPS. Dia meminta jurnalis TV tidak mengeksploitasi visual korban bencana dengan menayangkan secara berulang-ulang, terutama visual tsunami yang ditayangkan dalam filler.

"Menjaga sopan santun, etika dan empati pada korban saat meliput di lokasi bencana. Tugas jurnalis adalah menggali, mendapatkan dan menyebarkan informasi yang terverifikasi dari lokasi bencana terutama tentang jaminan hidup, keamanan, dan optimisme penanganan dari Pemerintah untuk korban, serta informasi keluarga," tuturnya.

Masih kata Yadi, Menyajikan informasi yang akurat dan dapat dipertanggujawabkan menjadi rujukan bagi pemerintah untuk mengambil keputusan tepat dalam penanganan korban gempa tsunami. Menurutnya, saat melakukan Wawancara live terutama wawancara dengan korban harus hati-hati dan memegang teguh etika.

"Sajikan Informasi yang bisa menumbuhkan semangat bagi korban gempa untuk bangkit pasca bencana," ucap dia.

Yadi menambahkan jurnalis juga ikut mengawasi dan mengawal kebijakan pemerintah dalam penanganan korban pasca gempa sehingga efektif dan tepat sasaran. "Bagi jurnalis yang sedang bertugas di lokasi bencana harap mengutamakan keselamatan diri (safety first)," tutupnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3289 seconds (0.1#10.140)