Pengamat: Deklarasi Pemilu Damai Harus Diwujudkan dalam Bentuk Perilaku
A
A
A
JAKARTA - Deklarasi Kampanye Damai Pemilu 2019 telah diselenggarakan pada Minggu 23 September 2018. Deklarasi ini ditandatangani masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden serta pimpinan partai politik.
Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing mengatakan, deklarasi kampanye damai sebaiknya tidak hanya slogan. Tetapi harus diwujudkan dalam bentuk perilaku, utamanya dalam tindakan komunikasi politik di ruang-ruang publik, baik dalam penyelenggaraan kampanye di rung terbuka, maupun di media massa dan terutama di sosial media.
"Mewujudkan kampanye damai merupakan tanggung jawab bersama seluruh warga negara, utamanya peserta pemilu, yaitu para caleg, kedua paslon capres-cawapres, partai politik, para tim sukses dan juru kampanye di lapangan," kata Emrus di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Senin 24 September 2018.
Menurut Emrus, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan para perserta pemilu untuk mewujudkan isi Deklarasi Kampanye Damai. Pertama, para peserta pemilu menawarkan gagasan, ide dan terutama program yang terukur yang dapat menjawab permasalah yang menjadi target pemilih.
"Jika melakukan adu gagasan, berpotensi silang pendapat antara peserta pemilu. Mereka dipastikan akan merangkai data yang sudah di-frame terlebih dahulu dan membangun argumentasi yang juga logis yang bisa jadi sebagai pembenaran," ucap Emrus.
Kedua, dalam susunan masing-masing tim sukses, sebaiknya juga membuat sebuah sub tim, yaitu tim kritikus. Anggota tim ini benar-benar menguasai bidangnya, menyajikan data, membuat argumentasi yang rasional dan terutama menyejukkan.
Emrus mengatakan, tim kritikus bertugas memberikan kritikan terhadap gagasan, ide dan program dari kompetitor secara objektif. Ini sebagai fungsi pendidikan dan tuntunan politik bagi masyarakat.
Tim kritikus ini, kata dia, sangat urgent dibentuk. Menurut Emrus, acapkali politikus yang belum matang dan haus kekuasaan memberikan kritik terhadap kompetitor asal kritik, bahkan seringkali tidak berbobot, tidak disertai data yang kuat, sehingga berpotensi meninbulkan polarisasi dan gesekan sosial di tingkat akar rumput.
"Tontonan semacam ini tidak baik dilihat oleh masyarakat," kata Emrus.
Ketiga, lanjut Emrus, perlu dibentuk dewan etika kampanye Pemilu 2019. Sebab, banyak hal perilaku komunikasi politik yang belum dapat disentuh hukum positif.
Tugas dewan ini, kata Emrus, mengkaji dari sudut etika terhadap semua perilaku komunikasi politik yang dilakukan oleh semua peserta pemilu sepanjang kurun waktu kampanye.
"Selain itu, dewan ini berfungsi mengingatkan para perserta pemilu yang diduga melakukan pelanggaran etika," ucap Emrus.
Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing mengatakan, deklarasi kampanye damai sebaiknya tidak hanya slogan. Tetapi harus diwujudkan dalam bentuk perilaku, utamanya dalam tindakan komunikasi politik di ruang-ruang publik, baik dalam penyelenggaraan kampanye di rung terbuka, maupun di media massa dan terutama di sosial media.
"Mewujudkan kampanye damai merupakan tanggung jawab bersama seluruh warga negara, utamanya peserta pemilu, yaitu para caleg, kedua paslon capres-cawapres, partai politik, para tim sukses dan juru kampanye di lapangan," kata Emrus di kawasan Kwitang, Jakarta Pusat, Senin 24 September 2018.
Menurut Emrus, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan para perserta pemilu untuk mewujudkan isi Deklarasi Kampanye Damai. Pertama, para peserta pemilu menawarkan gagasan, ide dan terutama program yang terukur yang dapat menjawab permasalah yang menjadi target pemilih.
"Jika melakukan adu gagasan, berpotensi silang pendapat antara peserta pemilu. Mereka dipastikan akan merangkai data yang sudah di-frame terlebih dahulu dan membangun argumentasi yang juga logis yang bisa jadi sebagai pembenaran," ucap Emrus.
Kedua, dalam susunan masing-masing tim sukses, sebaiknya juga membuat sebuah sub tim, yaitu tim kritikus. Anggota tim ini benar-benar menguasai bidangnya, menyajikan data, membuat argumentasi yang rasional dan terutama menyejukkan.
Emrus mengatakan, tim kritikus bertugas memberikan kritikan terhadap gagasan, ide dan program dari kompetitor secara objektif. Ini sebagai fungsi pendidikan dan tuntunan politik bagi masyarakat.
Tim kritikus ini, kata dia, sangat urgent dibentuk. Menurut Emrus, acapkali politikus yang belum matang dan haus kekuasaan memberikan kritik terhadap kompetitor asal kritik, bahkan seringkali tidak berbobot, tidak disertai data yang kuat, sehingga berpotensi meninbulkan polarisasi dan gesekan sosial di tingkat akar rumput.
"Tontonan semacam ini tidak baik dilihat oleh masyarakat," kata Emrus.
Ketiga, lanjut Emrus, perlu dibentuk dewan etika kampanye Pemilu 2019. Sebab, banyak hal perilaku komunikasi politik yang belum dapat disentuh hukum positif.
Tugas dewan ini, kata Emrus, mengkaji dari sudut etika terhadap semua perilaku komunikasi politik yang dilakukan oleh semua peserta pemilu sepanjang kurun waktu kampanye.
"Selain itu, dewan ini berfungsi mengingatkan para perserta pemilu yang diduga melakukan pelanggaran etika," ucap Emrus.
(dam)