Politisasi Agama di Medsos Akan Memanas Jelang Pilpres
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia New Media Watch, Agus Sudibyo memperkirakan politisasi agama menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan dalam Pemilu 2019.
Komposisi calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dan pendukung capres cawapres mencerminkan keniscayaan politisasi agama itu.
"Lebih serius lagi, proses komunikasi politik telah sedemikian rupa bergeser ke area media sosial sebagai ruang politis baru," kata Agus di Jakarta, Senin (20/8/2018).
Menurut dia, media sosial (medsos) adalah lahan subur bagi proses instrumentalisasi dan politisasi sentimen-sentimen primordial agama, etnis, ras.
Bahkan negara besar seperti Amerika pun tak luput, bahkan dikatakannya menjadi korban paling serius dari politisasi sentimen primodialisme terkait dengan suksesi kekuasaan.
"Hari-hari ini media sosial sudah memanas oleh kontestasi dan perkubuan capres cawapres. Persoalan politik campur baur dengan agama, identitas, ekonomi dan lain-lain. Situasinya akan semakin memanas hingga pemilu nanti," tutur Agus.
Untuk meredam kondisi demikian, sambung Agus, perlu langkah-langkah antisipasi agar medsos tidak menjadi sumbu dari perpecahan dalam masyarakat.
Menurut dia, pemerintah bersama lembaga-lembaga terkait perlu mengambila langkah konkret untuk mengendalikan negativitas medsos, antara lain sikap apriori dan tidak dewasa para penggunanya, pembentukan sekat-sekat ideologis yang fanatik, pola komunikasi yang instan dan spontan.
"Pemerintah, pengambil kebijakan, perusahaan media sosial, KPU, Bawaslu, dan lainnya perlu segera membicarakan bersama masalah ini demi menjaga keutuhan bangsa," tuturnya.
Komposisi calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dan pendukung capres cawapres mencerminkan keniscayaan politisasi agama itu.
"Lebih serius lagi, proses komunikasi politik telah sedemikian rupa bergeser ke area media sosial sebagai ruang politis baru," kata Agus di Jakarta, Senin (20/8/2018).
Menurut dia, media sosial (medsos) adalah lahan subur bagi proses instrumentalisasi dan politisasi sentimen-sentimen primordial agama, etnis, ras.
Bahkan negara besar seperti Amerika pun tak luput, bahkan dikatakannya menjadi korban paling serius dari politisasi sentimen primodialisme terkait dengan suksesi kekuasaan.
"Hari-hari ini media sosial sudah memanas oleh kontestasi dan perkubuan capres cawapres. Persoalan politik campur baur dengan agama, identitas, ekonomi dan lain-lain. Situasinya akan semakin memanas hingga pemilu nanti," tutur Agus.
Untuk meredam kondisi demikian, sambung Agus, perlu langkah-langkah antisipasi agar medsos tidak menjadi sumbu dari perpecahan dalam masyarakat.
Menurut dia, pemerintah bersama lembaga-lembaga terkait perlu mengambila langkah konkret untuk mengendalikan negativitas medsos, antara lain sikap apriori dan tidak dewasa para penggunanya, pembentukan sekat-sekat ideologis yang fanatik, pola komunikasi yang instan dan spontan.
"Pemerintah, pengambil kebijakan, perusahaan media sosial, KPU, Bawaslu, dan lainnya perlu segera membicarakan bersama masalah ini demi menjaga keutuhan bangsa," tuturnya.
(dam)