Tingkatkan Layanan Pemasyarakatan, Ditjen Pas Libatkan Lima Lembaga
A
A
A
JAKARTA - Berbagai langkah terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) dalam mewujudkan revitalisasi pemasyarakatan, khususnya di bidang pelayanan pemasyarakatan.
Salah satunya dengan menggandeng lima mitra kerja baik pemerintah maupun non-pemerintah.Upaya tersebut terwujud dengan ditandatanginya perjanjian kerja sama (PKS) antara Ditjen Pas dengan Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) Kementerian Perdagangan RI, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII), Pustaka Bergerak Indonesia (PBI), Search for Common Ground (SFCG) dan Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI), di Graha Bhakti Pemasyarakatan, Kamis (9/8/2018) .
PKS yang disepakati antara Ditjen Pas dan Ditjen PEN terkait dengan Pengembangan Produk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) untuk Orientasi Ekspor merupakan perpanjangan atas adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-03.HH.05.05 Tahun 2018 dan Nomor 01/M-DAG/MoU/4/2018 Tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Hasil Produk Kekayaan Intelektual Bagi Pelaku Usaha dan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Adapun MoU antar lembaga pemerintah tersebut telah berhasil dilaksanakan pada tahun ini dalam kegiatan pameran Produk Narapidana The 4th BIMP-EAGA and IMT-GT Trade Fair 2018 di Songkhla, Thailand.
“Selama ini kegiatan lapas dalam industri yang termasuk dalam program pembinaan kemandirian telah berhasil memproduksi barang-barang yang memiliki nilai jual dengan kualitas ekspor. Namun kita harus terus berupaya untuk meningkatkan meningkatkan kualitas produk-produk hasil karya WBP sehingga lebih mampu bersaing dan memiliki peluang ekspor yang lebih besar,” tutur Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami.
Senada dengan Utami, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Arlinda, juga mengungkapkan bahwa PKS ini dapat meningkatkan kualitas desain produk WBP agar dapat lebih terlihat eye catching sehingga produk yang dihasilkan jauh lebih menarik dan diterima di pasar global.
“Banyak sekali penelitian yang menunjukkan bahwa kebijakan nasional dan industri untuk meningkatkan nilai tambah merupakan sumber dari keunggulan bersaing atau competitive-advantage suatu negara. Sejak 2017, Ditjen PEN dan Ditjen Pas juga telah melakukan sinergi untuk mempromosikan produk warga binaan pada acara Trade Expo Indonesia dengan menampilkan produk unggulan berbasis desain hasil karya warga binaan yang berorientasi ekspor,” tutur Arlinda.
Selain itu, dalam hal layanan pemasyarakatan bagi WBP, Ditjen Pas juga bekerja sama dengan Pusham UII dan PBI. PKS antara Ditjen PAS dengan PUSHAM UII berfokus terhadap penanganan tahanan dan WBP penyandang disabilitas. Petugas Pemasyarakatan akan mendapatkan berbagai pelatihan dalam penanganan WBP penyandang disabilitas serta penyusunan standar penanganan WBP penyandang disabilitas.
“Setiap WBP memiliki hak yang sama sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Saya sangat berharap dengan adanya kerjasama ini akan meningkatkan kualitas pemenuhan hak-hak bagi WBP,” harap Utami.
Peningkatan minat WBP terhadap literasi juga ditingkatkan melalui PKS dengan PBI yang akan menitikberatkan pada peningkatan budaya membaca dan menulis bagi tahanan, anak, narapidana dan klien pemasyarakatan. Penyediaan bahan bacaan dan kegiatan literasi akan diselenggarakan baik di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
Penandatanganan PKS Ditjen PAS dengan SFCG mengenai Peningkatan Kapasitas Manajemen Warga Binaan Pemasyarakatan Risiko Tinggi juga dilakukan sebagai langkah dalam upaya revitalisasi pemasyarakatan.
Penanganan terhadap WBP dengan risiko tinggi dibutuhkan keahlian khusus sehingga kapasitas dan kompetensi petugas yang menangani perlu ditingkatkan.
“SFCG akan memberikan penguatan terhadap Petugas Pemasyarakatan terutama yang menghadapi WBP berrisiko tinggi. Kita memiliki SDM yang besar sehingga ini harus benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Terlebih program pembinaan bagi WBP berrisiko tinggi juga bersifat khusus sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut,” tutur Utami.
Sementara itu, pelaksanaan pengendalian hepatitis di UPT Pemasyarakatan juga menjadi perhatian dengan mengajak PKNI sebagai mitra kerja dalam pelaksanaannya. Termasuk dalam kerja sama tersebut yaitu peningkatan pengetahuan tentang penyakit hepatitis virus, peningkatan kemampuan Petugas Pemasyarakatan dalam pengendalian hepatitis virus dan peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi WBP penderita hepatitis virus.
Utami memberikan apresiasi kepada seluruh mitra kerja dan membuka peluang kerja sama seluas-luasnya bagi berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program Pemasyarakatan dan peningkatan kapasitas Petugas Pemasyarakatan. Selain penandatanganan PKS, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan Workshop Packaging Produk Ekspor dan Klinik Bisnis oleh Ditjen PEN Kementerian Perdagangan RI bagi petugas pemasyarakatan.
Salah satunya dengan menggandeng lima mitra kerja baik pemerintah maupun non-pemerintah.Upaya tersebut terwujud dengan ditandatanginya perjanjian kerja sama (PKS) antara Ditjen Pas dengan Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Ditjen PEN) Kementerian Perdagangan RI, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII), Pustaka Bergerak Indonesia (PBI), Search for Common Ground (SFCG) dan Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI), di Graha Bhakti Pemasyarakatan, Kamis (9/8/2018) .
PKS yang disepakati antara Ditjen Pas dan Ditjen PEN terkait dengan Pengembangan Produk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) untuk Orientasi Ekspor merupakan perpanjangan atas adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-03.HH.05.05 Tahun 2018 dan Nomor 01/M-DAG/MoU/4/2018 Tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Hasil Produk Kekayaan Intelektual Bagi Pelaku Usaha dan Warga Binaan Pemasyarakatan.
Adapun MoU antar lembaga pemerintah tersebut telah berhasil dilaksanakan pada tahun ini dalam kegiatan pameran Produk Narapidana The 4th BIMP-EAGA and IMT-GT Trade Fair 2018 di Songkhla, Thailand.
“Selama ini kegiatan lapas dalam industri yang termasuk dalam program pembinaan kemandirian telah berhasil memproduksi barang-barang yang memiliki nilai jual dengan kualitas ekspor. Namun kita harus terus berupaya untuk meningkatkan meningkatkan kualitas produk-produk hasil karya WBP sehingga lebih mampu bersaing dan memiliki peluang ekspor yang lebih besar,” tutur Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami.
Senada dengan Utami, Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Arlinda, juga mengungkapkan bahwa PKS ini dapat meningkatkan kualitas desain produk WBP agar dapat lebih terlihat eye catching sehingga produk yang dihasilkan jauh lebih menarik dan diterima di pasar global.
“Banyak sekali penelitian yang menunjukkan bahwa kebijakan nasional dan industri untuk meningkatkan nilai tambah merupakan sumber dari keunggulan bersaing atau competitive-advantage suatu negara. Sejak 2017, Ditjen PEN dan Ditjen Pas juga telah melakukan sinergi untuk mempromosikan produk warga binaan pada acara Trade Expo Indonesia dengan menampilkan produk unggulan berbasis desain hasil karya warga binaan yang berorientasi ekspor,” tutur Arlinda.
Selain itu, dalam hal layanan pemasyarakatan bagi WBP, Ditjen Pas juga bekerja sama dengan Pusham UII dan PBI. PKS antara Ditjen PAS dengan PUSHAM UII berfokus terhadap penanganan tahanan dan WBP penyandang disabilitas. Petugas Pemasyarakatan akan mendapatkan berbagai pelatihan dalam penanganan WBP penyandang disabilitas serta penyusunan standar penanganan WBP penyandang disabilitas.
“Setiap WBP memiliki hak yang sama sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Saya sangat berharap dengan adanya kerjasama ini akan meningkatkan kualitas pemenuhan hak-hak bagi WBP,” harap Utami.
Peningkatan minat WBP terhadap literasi juga ditingkatkan melalui PKS dengan PBI yang akan menitikberatkan pada peningkatan budaya membaca dan menulis bagi tahanan, anak, narapidana dan klien pemasyarakatan. Penyediaan bahan bacaan dan kegiatan literasi akan diselenggarakan baik di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).
Penandatanganan PKS Ditjen PAS dengan SFCG mengenai Peningkatan Kapasitas Manajemen Warga Binaan Pemasyarakatan Risiko Tinggi juga dilakukan sebagai langkah dalam upaya revitalisasi pemasyarakatan.
Penanganan terhadap WBP dengan risiko tinggi dibutuhkan keahlian khusus sehingga kapasitas dan kompetensi petugas yang menangani perlu ditingkatkan.
“SFCG akan memberikan penguatan terhadap Petugas Pemasyarakatan terutama yang menghadapi WBP berrisiko tinggi. Kita memiliki SDM yang besar sehingga ini harus benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Terlebih program pembinaan bagi WBP berrisiko tinggi juga bersifat khusus sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut,” tutur Utami.
Sementara itu, pelaksanaan pengendalian hepatitis di UPT Pemasyarakatan juga menjadi perhatian dengan mengajak PKNI sebagai mitra kerja dalam pelaksanaannya. Termasuk dalam kerja sama tersebut yaitu peningkatan pengetahuan tentang penyakit hepatitis virus, peningkatan kemampuan Petugas Pemasyarakatan dalam pengendalian hepatitis virus dan peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi WBP penderita hepatitis virus.
Utami memberikan apresiasi kepada seluruh mitra kerja dan membuka peluang kerja sama seluas-luasnya bagi berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program Pemasyarakatan dan peningkatan kapasitas Petugas Pemasyarakatan. Selain penandatanganan PKS, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan Workshop Packaging Produk Ekspor dan Klinik Bisnis oleh Ditjen PEN Kementerian Perdagangan RI bagi petugas pemasyarakatan.
(dam)