KPK Siap Bongkar Dugaan Jaringan Mafia di Komisi XI

Selasa, 07 Agustus 2018 - 09:18 WIB
KPK Siap Bongkar Dugaan...
KPK Siap Bongkar Dugaan Jaringan Mafia di Komisi XI
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan siap membongkar dugaan jaringan mafia di Komisi XI DPR terkait dengan pengurusan ‎usulan dana perimbangan daerah ‎untuk sejumlah kabupaten, kota, dan provinsi.

‎Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, penanganan kasus dugaan suap pengurusan usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah ‎pada Rancangan APBN Perubahan (RAPBNP) 2018 untuk tiga tersangka penerima suap yang masih di tahap penyidikan‎ mengalami perkembangan signifikan. Dia menjelaskan, sebagaimana yang disampaikan dalam beberapa kesempatan sebelumnya bahwa kasus ini tidak hanya tentang usulan dana perimbangan daerah dari RAPBNP 2018 untuk dua proyek senilai Rp25 miliar di Kabupaten Sumedang, ‎Jawa Barat.‎

Dia mengungkapkan tiga tersangka penerima suap yang masih ada di tahap penyidikan yakni pertama, Anggota Komisi XI DPR sekaligus Anggota Badan Anggaran (Banggar) dari Fraksi Partai Demokrat (nonaktif) Amin Santono. Kedua, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kemenkeu Yaya Purnomo‎. Ketiga, Eka Kamaluddin (swasta) sebagai perantara penerima suap.‎

Febri menegaskan, dari temuan KPK di tahap penyidikan ini ada berbagai pihak termasuk sejumlah anggota Komisi XI DPR yang ikut melakukan pengurusan usulan tersebut. Penyidik menemukan sejumlah anggota Komisi XI DPR dan pihak terkait tersebut yang masuk jaringan Amin Santono atau jaringan Yaya Purnomo atau jaringan Amin dan Yaya atau jaringan lainnya.

"KPK tentu melakukan pengembangan pihak lain terkait pengurusan anggaran dan juga menikmati aliran dana terkait pengurusan dana perimbangan daerah. Yang teridentifikasi dalam kasus ini, ada dugaan kerja sama unsur DPR RI (Komisi XI) di sana. Dan itu tentu tidak berlatar belakang (partai) politik yang sama. Ada juga unsur pejabat-pejabat daerah dan unsur di Kementerian Keuangan. Tiga titik inilah yang interaksinya sedang kita dalami lebih lanjut," tegas Febri saat dikonfirmasi SINDO, Senin (6/8/2018).

Mantan pegawai fungsional pada Direktorat Gratifikasi KPK ini mengatakan, untuk saat ini belum bisa disampaikan siapa saja di Komisi XI jaringan yang diduga sebagai mafia pengurusan anggaran untuk usulan dana perimbangan daerah. Yang jelas untuk sementara yang diidentifikasikan terbagi dua bagian.

Pertama, yang berasal dari daerah pemilihan (dapil)-nya diduga mengurusi anggaran daerah terkait. Kedua, yang tidak berasal dari dapilnya tapi diduga mengurusi. Febri menuturkan, dalam proses penyidikan maka penyidik berupaya memastikan dan memvalidasi kebenarannnya.

"Yang pasti terhadap sejumlah daerah memang kami temukan ada dugaan pemberian. Sejumlah pejabat dari daerah tersebut termasuk beberapa kepala Bappeda sudah kami periksa. Itu yang sedang kami telusuri," tegasnya.

Berdasarkan data yang ditemukan KPK sebagaimana pemberitaan KORAN SINDO‎ dan fakta persidangan terdakwa pemberi suap Rp500 juta Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast di Pengadilan Tipikor Jakarta, ada belasan hingga puluhan daerah yang menjadi ladang bancakan pengurusan usulan dana perimbangan daerah.‎

Di antaranya, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung; Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat; Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali; Kabupaten Kampar, Provinsi Riau; Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku; Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara; Kota Balikpapan, Kalimantan Timur; hingga ‎Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat; Kota Dumai, Provinsi Riau; Provinsi Bali; Kota Tual, Provinsi Maluku; Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatera Selatan; hingga Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Puncak, Provinsi Papua.

Febri melanjutkan, fakta persidangan terdakwa Ghiast dengan kesaksian Amin Santono pada Kamis (2/8) lalu bahwa ada tiga daerah lain yakni Kota Tual, Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan Kabupaten Lampung Tengah yang diurus Amin dengan nilai penerimaan uang dengan total Rp2,6 miliar merupakan fakta baru. Karena memang sebelumnya Amin bersama Yaya dan Eka hanya dijerat sebagai penerima Rp500 juta dari Ghiast, sebagaimana hasil operasi tangkap tangan (OTT) sebelumnya.

"Kalau fakta persidangan tentu kita lihat saja bagaimana proses pembuktiannya satu per satu. Nanti kita akan dalami lagi kalau memang ada bukti-bukti yang menguatkan ke daerah-daerah lainnya," tegasnya.

Dia menuturkan, pada Senin (6/8) ini penyidik memeriksa Suherlan, Tenaga Ahli dari anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PAN Sukiman, Aditia Utama (swasta), dan PNS Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Hantor Matuan sebagai saksi untuk tersangka Amin Santono. Sedangkan dua saksi lainnya urung hadir.

Pertama, Wakil Bendahara Umum DPP PPP sekaligus mantan Ketua DPW PPP Provinsi Bali Puji Suhartono. Kedua, Wakil Bupati Kabupaten Puncak, Provinsi Papua periode 2013-2018 sekaligus calon Bupati Kabupaten Puncak dalam Pilkada Serentak 2018 Repinus Telenggen.

Febri memaparkan, sebelumnya penyidik sudah menggeledahan apartemen yang dihuni Suherlan dan disita satu unit mobil Toyota Camry dan sejumlah dokumen usulan. Sedangkan dari rumah Puji Suhartono sudah disita uang Rp1,4 miliar dalam pecahan dollar Singapura dan sejumlah dokumen usulan.

"Dalam pemeriksaan hari ini (Senin) penyidik mengofirmasi pengetahuan saksi Suherlan, Tenaga Ahli Fraksi PAN terkait dengan hasil penggeledahan beberapa waktu lalu salah satunya terkait dengan penyitaan mobil dari apartemen saksi. Selain itu, penyidik juga mengonfirmasi dan mencermati peran dan pengetahuan yang bersangkutan terkait dengan dugaan penerimaan proposal-proposal dari daerah," tegasnya.

‎Repinus Telenggen tidak memberikan konfirmasi ke penyidik atas ketidakhadirannya. Sementara Puji mengirimkan surat pemberitahuan tidak bisa hadir karena ada ibunya yang sedang sakit. Karenanya untuk Puji kemudian penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan pada Rabu (8/8).

"Kami harap yang bersangkutan (Puji) datang di jadwal tersebut," ucap Febri.

‎Suherlan merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 20.46 WIB. Dia menolak memberikan konfirmasi tentang materi pemeriksaannya. Saat dikonfirmasi apakah pemeriksaan sebagai saksi, Suherlan membenarkan.

"Oh iya (sebagai saksi). Nggak, nggak ada," ujarnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6053 seconds (0.1#10.140)