Sidang Undang-Undang Pemilu Harus Diprioritaskan

Selasa, 31 Juli 2018 - 10:15 WIB
Sidang Undang-Undang Pemilu Harus Diprioritaskan
Sidang Undang-Undang Pemilu Harus Diprioritaskan
A A A
JAKARTA - Partai Persatuan Indonesia (Perindo) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) memprioritaskan sidang uji materi Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilihan presiden (pilpres).

Perindo menilai pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden yang bakal segera dimulai pada 4 Agustus mendatang membutuhkan kepastian hukum. Jika putusan uji materi Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 melewati batas akhir pendaftaran peserta pilpres, 10 Agustus 2018, maka dikhawatirkan ada persoalan hukum yang belum tuntas.

“Kami meminta agar MK memberikan prioritas terhadap gugatan uji materi yang kami ajukan karena masa pendaftaran peserta Pilpres 2019 akan segera dimulai. Kami berharap agar segera ada kejelasan hukum terkait pasal yang kami gugat,” ucap kuasa hukum Partai Perindo Ricky Margono di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.

Dia menjelaskan, upaya Perindo meminta MK memprioritas kan persidangan uji materi Pasal 169 huruf n UU Pemilu bukanlah bentuk intervensi hukum. Langkah tersebut masih dalam koridor-koridor yang diperbolehkan dalam tata laksana persidangan di MK.

“Perindo sangat berharap agar MK bisa me mutus perkara uji materi terse but sebelum 10 Agustus 2018 agar ada kejelasan hukum,” tegasnya. Ricky mengatakan, Perindo mendukung Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) untuk maju lagi sebagai cawapres pada Pilpres 2019. Lantaran ada ketentuan Pasal 169 huruf n, JK tidak bisa mencalonkan diri sebab dalam pasal tersebut salah satu syarat pendaftaran capres atau ca wapres adalah kandidat bukanlah orang yang telah menduduki jabatan yang sama dalam dua kali masa jabatan.

Dalam permohonan judicial review UU Pemilu, Perindo menganggap kehadiran frasa “tidak berturut-turut” dalam rumusan penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu mengandung tafsir yang tidak sejalan dan bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945. “Instrumen hukum perundang-undangan seharusnya tidak boleh membatasi hak seseorang untuk dapat menjadi presiden dan wakil presiden meskipun telah menjabat dua kali masa jabatan yang sama sepanjang tidak berturut-turut,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, hakim MK Arif Hidayat menyam paikan bahwa persidangan judicial review tersebut sudah diprioritaskan oleh MK termasuk menangani sidang gugatan Pilkada Serentak 2018. “Kita juga sudah mengerti, tapi saudara harus mengerti bahwa kita menangani sidang pilkada. Akan kita laporkan seluruh hal yang saudara sampaikan kepada rapat putusan hakim,” ucapnya dalam persidangan.

Semua Pihak Diminta Hormati Proses Uji Materi UU Pemilu

Pengajuan gugatan uji materi atau judicial review yang diajukan Partai Perindo terkait pasal 169 huruf N dalam UU Pemilu, disusul gugatan pihak Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sebagai pihak terkait, masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, selama masih dalam proses pengkajian oleh hakim MK, semua pihak diminta untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung sambil menunggu putusan hakim MK.

Direktur Eksekutif Suropati Sindicate Shujahri mengatakan, ketika ada pihak-pihak yang merasa terganggu dengan proses hukum yang sedang berlangsung, dengan membuat ber bagai opini publik seperti ang gapan gugatan ini untuk melanggengkan kekuasaan, hal ini bisa diartikan sebagai bentuk mengintervensi hukum.

“Walaupun seandainya gugatan Perindo diterima, belum tentu juga Pak JK yang jadi cawapresnya Jokowi. Kesalahan Pak JK hanya karena elektabilitas dia selalu tertinggi sebagai cawapres di berbagai survei,” katanya dalam diskusi publik bertajuk “Judicial Review: Perlukan Politisi Gaduh?” yang digelar di ka wasan Cikini, Jakarta, kemarin.

Sementara itu, kata Shujahri, sejumlah nama cawapres Jokowi yang muncul ke permukaan seperti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dinilai belum mempunyai daya dorong yang tinggi.

“Justru yang tinggi Anies Baswedan yang justru bisa jadi lawan Jokowi,” katanya. Shujahri mengatakan, sebenarnya pasal yang digugat hanyalah soal tafsir dua periode jabatan cawapres. “Jadi bukan gugatan untuk menjadikan dari dua periode menjadi tiga periode, tapi dua periode itu seperti apa, apakah harus dua kali berturut-turut atau bagaimana. Jadi, kita tunggu saja keputusan MK,” katanya.

Senada dengan Shujahri, anggota Dewan Pakar Partai Berkarya Zainal Bintang yang juga menjadi pembicara dalam diskusi tersebut mengatakan, sebelum ada gugatan dari Perindo, sudah ada pihak yang menggugat pasal ini ke MK namun ditolak. Tapi, menurut Zainal, penolakan tersebut bukan karena pasal yang digugat, tapi ka rena pihak penggugat tidak memiliki legal standing di mata hukum untuk menggugat.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4246 seconds (0.1#10.140)