Tak Miliki Bacaleg Koruptor, PSI Miliki Kultur Penjaringan Kuat
A
A
A
JAKARTA - Bawaslu telah merilis daftar parpol yang mencalonkan bekas napi korupsi pada Pemilu 2019. Dari 16 parpol peserta Pemilu 2019, hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tidak memiliki caleg bekas napi korupsi.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw mengatakan, PSI memiliki kultur penjaringan caleg yang kuat dan baik. Para caleg yang mendaftar lewat PSI ini harus menjalani uji kepatutan dan kelayakan oleh tokoh-tokoh yang mumpuni di bidangnya.
Jerry mengatakan kendati upaya PSI ini belum dipastikan bisa bernilai elektoral dan menarik simpati publik, ini baik sebagai terapi kepada masyarakat dan parpol dalam rangka memulai proses Pemilu yang baik. "Jadi jangan terbiasa melakukan hal-hal yang tidak baik, sebagaimana yang menjadi kultur dan kebiasaan partai politik kita selama ini," katanya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018).
Jerry berharap apa yang dilakukan PSI ini bisa dikembangkan juga oleh parpol lain. Di samping bisa menjadi perhatian masyarakat.
"Bahwa memang jika kita ingin memperbaiki demokrasi partai dan kalau kita ingin memperbaiki parlemen kita ke depan menjadi lebih baik ya salah satu caranya atau tahapan awalnya adalah kita juga memperbaiki kualitas caleg kita dengan tidak memasuki para penjahat kita di sana, apakah itu penjahat korupsi, kekerasan seksual dan penjahat yang terlibat dengan persoalan narkoba," jelasnya.
Rilis Bawaslu tersebut, kata Jerry, masih sebatas caleg DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Dia pun berharap PSI konsisten tidak mencalonkan bekas koruptor untuk DPR RI.
Selain itu juga harus dicek dalam daftar yang diajukan PSI apakah caleg yang didaftarkan benar-benar bersih dari tiga kasus tersebut. Jika diamati dari usia kader PSI, Jerry berasumsi kemungkinan besar dari mereka memang tak pernah terlibat kasus korupsi.
Menurutnya bisa saja ada caleg PSI yang pernah terlibat korupsi tapi tak terdeteksi karena kasusnya sudah terlampau lama. Namun jika dilihat dari usia para kader PSI yang kebanyakan di bawah usia 40 tahun, dia menyangsikan hal tersebut.
"Bisa juga tidak terdeteksi karena korupsinya sudah 10 atau 15 tahun yang lalu. Tapi di PSI sudah pasti enggak ada itu karena yang tua-tua amat kan enggak ada di sana. Pengurusnya saja 40 tahun ke bawah," jelasnya.
Selain kultur penjaringan caleg yang kuat, Jerry mengapresiasi langkah PSI yang memberlakukan pengundian nomor urut calegnya. Sehingga rebutan nomor urut tak berlaku di internal PSI.
Ini menurutnya kultur yang baik dalam proses berdemokrasi. "Kita lihat salah satu problem di partai itu kan rebut-rebutan nomor urut, semua mau jadi nomor urut satu. Nah PSI itu enggak ada rebut-rebutan karena mereka membuat kesepakatan untuk cabut nomor, diundi," jelasnya.
Bahkan Ketua Umum PSI Grace Natalie yang menjadi caleg DPR RI dari DKI Jakarta mendapat nomor urut 5. Pola pengundian ini menurutnya sangat adil bagi para caleg.
"Memang lebih adil bagi para caleg. Jadi enggak ada caleg yang memang kan kalau dalam partai-partai yang lain itu ada caleg yang dimasukkan ke partainya karena hanya untuk mendulang suara bagi orang yang sudah diinginkan partai untuk duduk di kursi DPR. Di nomor 1 orang yang diinginkan, di nomor berikutnya ini adalah para figuran lah gitu yang memang gunanya untuk mendapatkan suara supaya partainya dapat kursi," jelasnya.
Terkait pengawasan proses pencalegan ini, Jerry berharap agar Bawaslu turut mengawasi dari awal dan mengacu pada PKPU No 20/2018. Sehingga Pakta Integritas yang ditandatangani parpol dilaksanakan secara konsisten. Jika pun Bawaslu tak setuju dengan PKPU, gugatan bisa dilakukan sejak awal. "Karena ini penting supaya tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat, di tingkat calegnya juga dan parpol," kata Jerry.
Bawaslu juga seharusnya bekerja sesuai dengan PKPU. Jika masih ada bacaleg bekas koruptor, Bawaslu harus memprotes KPU agar calon tersebut dicoret.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw mengatakan, PSI memiliki kultur penjaringan caleg yang kuat dan baik. Para caleg yang mendaftar lewat PSI ini harus menjalani uji kepatutan dan kelayakan oleh tokoh-tokoh yang mumpuni di bidangnya.
Jerry mengatakan kendati upaya PSI ini belum dipastikan bisa bernilai elektoral dan menarik simpati publik, ini baik sebagai terapi kepada masyarakat dan parpol dalam rangka memulai proses Pemilu yang baik. "Jadi jangan terbiasa melakukan hal-hal yang tidak baik, sebagaimana yang menjadi kultur dan kebiasaan partai politik kita selama ini," katanya di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2018).
Jerry berharap apa yang dilakukan PSI ini bisa dikembangkan juga oleh parpol lain. Di samping bisa menjadi perhatian masyarakat.
"Bahwa memang jika kita ingin memperbaiki demokrasi partai dan kalau kita ingin memperbaiki parlemen kita ke depan menjadi lebih baik ya salah satu caranya atau tahapan awalnya adalah kita juga memperbaiki kualitas caleg kita dengan tidak memasuki para penjahat kita di sana, apakah itu penjahat korupsi, kekerasan seksual dan penjahat yang terlibat dengan persoalan narkoba," jelasnya.
Rilis Bawaslu tersebut, kata Jerry, masih sebatas caleg DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Dia pun berharap PSI konsisten tidak mencalonkan bekas koruptor untuk DPR RI.
Selain itu juga harus dicek dalam daftar yang diajukan PSI apakah caleg yang didaftarkan benar-benar bersih dari tiga kasus tersebut. Jika diamati dari usia kader PSI, Jerry berasumsi kemungkinan besar dari mereka memang tak pernah terlibat kasus korupsi.
Menurutnya bisa saja ada caleg PSI yang pernah terlibat korupsi tapi tak terdeteksi karena kasusnya sudah terlampau lama. Namun jika dilihat dari usia para kader PSI yang kebanyakan di bawah usia 40 tahun, dia menyangsikan hal tersebut.
"Bisa juga tidak terdeteksi karena korupsinya sudah 10 atau 15 tahun yang lalu. Tapi di PSI sudah pasti enggak ada itu karena yang tua-tua amat kan enggak ada di sana. Pengurusnya saja 40 tahun ke bawah," jelasnya.
Selain kultur penjaringan caleg yang kuat, Jerry mengapresiasi langkah PSI yang memberlakukan pengundian nomor urut calegnya. Sehingga rebutan nomor urut tak berlaku di internal PSI.
Ini menurutnya kultur yang baik dalam proses berdemokrasi. "Kita lihat salah satu problem di partai itu kan rebut-rebutan nomor urut, semua mau jadi nomor urut satu. Nah PSI itu enggak ada rebut-rebutan karena mereka membuat kesepakatan untuk cabut nomor, diundi," jelasnya.
Bahkan Ketua Umum PSI Grace Natalie yang menjadi caleg DPR RI dari DKI Jakarta mendapat nomor urut 5. Pola pengundian ini menurutnya sangat adil bagi para caleg.
"Memang lebih adil bagi para caleg. Jadi enggak ada caleg yang memang kan kalau dalam partai-partai yang lain itu ada caleg yang dimasukkan ke partainya karena hanya untuk mendulang suara bagi orang yang sudah diinginkan partai untuk duduk di kursi DPR. Di nomor 1 orang yang diinginkan, di nomor berikutnya ini adalah para figuran lah gitu yang memang gunanya untuk mendapatkan suara supaya partainya dapat kursi," jelasnya.
Terkait pengawasan proses pencalegan ini, Jerry berharap agar Bawaslu turut mengawasi dari awal dan mengacu pada PKPU No 20/2018. Sehingga Pakta Integritas yang ditandatangani parpol dilaksanakan secara konsisten. Jika pun Bawaslu tak setuju dengan PKPU, gugatan bisa dilakukan sejak awal. "Karena ini penting supaya tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat, di tingkat calegnya juga dan parpol," kata Jerry.
Bawaslu juga seharusnya bekerja sesuai dengan PKPU. Jika masih ada bacaleg bekas koruptor, Bawaslu harus memprotes KPU agar calon tersebut dicoret.
(poe)